Arka mengendarai motornya keluar dari gerbang sekolah. Di bawah terik matahari yang begitu membakar kulit Arka melihat Icha berdiri menunggu jemputannya. Arka memelankan laju motornya berniat menyapa adik sepupunya itu sekalian untuk mengajaknya pulang bersamaan.
Tepat saat motornya berhenti di samping Icha, saat dirinya ingin menyapa adik sepupunya itu. Entah darimana munculnya, Naura tiba-tiba berdiri di samping mereka. Menyapa Arka dengan hangat.
"Hai..." sapa Naura sambil melambaikan tangan
"hmm" balasan khas seorang Muhamad Arkana padanya
Icha yang merasa terusik dengan kejadian di sampingnya, menoleh pada dua orang yang tengah saling sapa. Jantungnya kembali berdetak pada Arka yang tengah menatapnya, dingin dan tanpa ekspresi. Keadaan itu membuatnya bingung, tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Keduanya diam sedangkan Naura tengah memperhatikan keduanya. Merasa begitu asing diantara mereka.
"Ar, boleh pulang bareng ngga?" tanya Naura dan menghentikan aksi tatap-tatapan antara kedua saudara sepupu itu. Meski hubungannya dengan Arka saat ini masih canggung tapi tidak ada salahnya mencoba mencairkan suasanya yang sudah sejak lama beku. Meski dirinya sedikit merutuki keberaniannya mengajak Arka duluan, namun menurutnya ini langkah yang bagus.
"boleh" Naura terlihat terkejut mendengar jawaban yang keluar dari mulut Arka. Meski Arka menjawab tanpa menoleh padanya pendengarannya masih sangat bagus untuk mendengar jawaban itu.
Tanpa pikir panjang Naura langsung naik ke motor Arka. Tak lama Arka kembali melajukan motornya melewati Icha yang masih terdiam dengan perasaan berkecamuk. Antara marah dan lelah. Tanpa disadarinya kristal bening meluncur begitu saja melewati pipinya. Untung saja sekolah sudah sepi, tersisah dirinya sendiri. Dia merutuki dirinya sendiri karna menolak tawaran Mira untuk pulang bersama. Kalau dia tidak menolak mungkin kejadian menyakitkan ini tidak terjadi padanya.
Dia tidak mengerti pada kakak sepupunya itu, kenapa dia harus berhenti di sampingnya. Apa dia sengaja untuk memperlihatkan bahwa dia sudah memiliki kekasih. Tapi, setelah dipikir-pikir wanita itu guru baru yang mengajar di kelasnya tadi pagi. Sejak kapan mereka akrab? Oh atau Arka sengaja mengajak pacarnya itu mengajar di sekolahnya? Entalah dia tidak ingin memikir terlalu jauh.
Ddrrrt....
Icha merogoh ponselnya di saku bajunya, nama bunda tercetak di layar ponselnya.
"halo bunda?"
"bunda dimana?" Icha langsung menyerbu bundanya dengan pertanyaan setelah menjawab telepon itu pada dering ke tiga
"Assalamu'alaikum dulu sayang" suara bunda mengingatkan dari sebreng ponselnya
"maaf bunda, Assalamu'alaikum"
"waalaikumussalam"
"bunda dimana? Jadi jemput ngga?"
"maaf yah sayang, sepertinya bunda ngga bisa jemput soalnya ada urusan mendadak" Icha menghela nafas kasar, kenapa dia harus se sial ini hari ini
"kamu pulangnya sama Arka aja yah, bunda udah telfon Arka barusan dan dia bilang iya" lanjut bunda
"Ka Arka udah pulang sama pacarnya bund" jawab Icha lesu
"ha? tapi tadi dia udah...."
"Icha pulang naik angkot aja bund" belum juga bundanya menyelesaikan perkataannya Icha sudah memotongnya. Ingatkan dia untuk meminta maaf pada bundanya nanti. Setelah berkata seperti itu Icha langsung mematikan sambungan teleponnya, memasukkan kembali ponselnya di saku bajunya.
Rasanya dia ingin menangis se kecang-kencangnya saat ini tapi dia mengurungkan niatnya situasinya terlalu ramai, bisa-bisa orang yang lewat menatap heran padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love My Cousin
Teen FictionKetika rasa harus membodohiku.. Salahkah aku mencintaimu? Haruskah aku menghapusnya?