Bab 2- Sikap Ummi

3K 168 13
                                    

        Abi menyebalkan sekali, aku mencoba menarik dan mengeluarkan napas, berharap bisa membuang jauh-jauh perkataannya. Aku masih belum siap jika harus dijodoh-jodohkan seperti itu, aku sendirikan juga punya pilihan.

        Sekarang aku masih sibuk mencari dua sahabatku itu. Kemana perginya mereka? Akanku beri perhitungan, tega-teganya mereka meninggalkan aku sendirian di depan Abi.

        Aku berjalan cepat menuju Asrama putri layaknya Ibu kos yang akan menagih hutang tunggakan pada seseorang. Sampai-sampai aku tidak terlalu memperhatikan jalanan licin dan pada akhirnya Brakk- aku terjatuh di lantai.

"Aww.. sakit, pantat aku ohh.. sakiitt," ringisku sambil mengusap-ngusap bagian belakangku yang basah.

        Tepat sekali, aku terjatuh dan terduduk di lantai basah yang baru saja dipel, mataku melirik ke area sekitar Alhamdulillah tidak ada banyak santri yang melihat aksi jatuhnya aku, hanya ada satu santri putri yang melihat kearah ku, tanganku bergerak mengarah padanya, ingin meminta bantuan.

"Hey, kamu udah tau aku jatuh, bantuain napa malah bengong di situ," titahku pada adik kelas yang sedang memegangi kain pel itu.

        Bukannya aku bersikap seenaknya dengan adik kelas, tapi dia juga kan yang membuat lantainya basah dan aku terjatuh terlebih tidak ada orang lagi yang bisa membantuku berdiri.

"Eh iya Kak qfwan (ma'af) astaghfirullah, afwan atas kelalaian saya Kak," ucapnya merasa bersalah, kalau seperti ini malah aku yang tidak enak, padahal salah aku juga sih rusuh jalannya. Ia berjalan mendekat ke arahku tangannya terulur ingin membantuku.

        Baru saja aku ingin menerima uluran tangannya tapi- "Aw aw sakiit.." ringisku lagi, kali ini rasa sakitnya pindah ke telinga. Ah, ternyata ada tangan seseorang yang menjewer telingaku dari belakang, aku mencoba menengok ke arah seseorang yang berani-beraninya menjewer telingaku ini.

"Ustadzah!" ucapku keras, nyaris seperti orang yang berteriak, bukan seperti orang yang membentak lebih tepatnya orang kaget, mengapa Ustadzah bagian kebersihan menjewer telingaku?

Waah.. aku melakukan kesalahan apalagi Ya Allah?

"Bagus yaa.. Dicari-cari malah di sini, duduk santai lagi," ucapnya, kali ini tangannya sudah turun dari telingaku, tidak lagi menjewer.

"Tidak Ustadzah aku tad--"

"Apa?!" Sudah bisa ku tebak pasti akan dipotong.

"Kamu mau ngeles lagi, kamu tahu ndak? Ustadzah udah bosen banget ngadepin kamu, kamu selalu saja susah diatur." Ia menatap tajam kearahku. Aku kini hanya bisa menunduk pasrah.

'Ustadzah ini tidak mau medengarkan penjelasan aku dulu, aku duduk di sinikan karena jatuh bukan karena sedang enak-enakan apalagi santai-santaian,' dilemaku tentunya hanya di dalam hati.

"Eehh, udah-udah stop! Jangan ngedumel terus, panas nih kuping Ustadzah, belum tahu kamu kalau kuping saya ini tajam." Sontak aku memegangi mulutku '-lah kok tahu sih aku lagi ngedumel?' Ajaib.

"Ini yaumul al arbi'aau Adila! (ini hari rabu Adila) jadwal piket antum (kamu) di ndalem, apa antum lupa?!" jelas Ustadzah tegas, tapi tinggi nadanya agak turun satu oktaf.

Hijrah Cinta di Bilik PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang