Bab 8

1.8K 147 21
                                    

Telepon dari Syahid membuat jantung Revan seakan berhenti berdetak. Ia  tak bisa mendengar lagi ucapan kakak iparnya itu. Sejenak tubuhnya yang gemetar bersandar di kursi kerja.

Satu per satu memori tentang Meira berkelebatan dalam ingatannya. Tawa ceria sang istri seolah terdengar di seluruh ruang kerja.

***
Sebuah mobil terbakar di dekat sungai. Diperkirakan jatuh dari jalan raya dan terperosok ke sisi jalan yang tanpa pagar pembatas. Kemudian terguling dan tersangkut di bawah pohon, lalu terbakar.

Api sudah dipadamkan. Polisi memeriksa sisa-sisa bagian mobil yang penyok dan hangus. Dua mayat ditemukan dalam kondisi terpanggang.

Polisi mengeluarkan satu mayat dari mobil dan meletakkan di atas rumput,  sedangkan petugas lainnya mengangkat satu jasad sehitam arang yang berada di bagian luar mobil. 

Syahid menatap dua jasad yang hangus itu. Satu mayat dalam posisi tangan di belakang.

"Kami akan cek di rumah sakit," kata seorang polisi yang merupakan kawan Syahid semasa SMA.

"Oke, aku tunggu kabar secepatnya. Pastikan dicek dengan benar. Jika ada hal-hal yang dibutuhkan, segera hubungi aku!" Syahid masih mengamati mayat yang akan dibungkus.

"Dompet dan hand phone Meira ada di rumah. Ditemukan di taksi online. Jadi ...." Syahid menghela napas.

"Tapi ini belum tentu iparmu." Kawan Syahid berujar, memberi secercah harapan.

Syahid kemudian berjalan menyusuri rerumputan, matanya memindai setiap jengkal tempatnya berpijak. Ia berjongkok di pinggir sungai. Matanya terhenti pada batang pohon yang tumbang. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

Ia mendekat ke batang pohon. Menyentuh sesuatu yang menempel di sana. Menghirup aromanya. Sedikit mengernyitkan kening sembari pandangannya kembali beredar ke seluruh bagian hutan.

"Ada gelang emas ditemukan!" teriak seorang polisi yang berada di atas, dekat dengan jalan raya. Kemudian tangannya yang dilapisi sarung tangan karet, langsung mengambil gelang emas yang tergeletak di antara rerumputan dan memasukannya ke plastik bening. Ia turun dengan hati-hati.

"Boleh aku lihat?" Syahid berdiri di samping petugas yang membawa gelang emas dalam plastik. Pria berkumis tipis itu mengangguk. Memperlihatkan barang temuan itu pada Syahid.

Napas pengacara muda itu sesaat seolah berhenti. Ada bentuk hati di bagian gelang tersebut, dan sepertinya ia pernah melihatnya. Namun, banyak yang memiliki gelang semacam itu.

"Biar nanti dicek di kantor polisi. Mungkin ada yang mengenalinya,"ujar kawan Syahid.

"Ya, mungkin Revan akan mengetahuinya," kata Syahid, lirih.

****
Revan lemas saat melihat gelang yang ditunjukan polisi. Tentu ia mengenali perhiasaan itu sebagai hadiah di hari ulang tahun pernikahan.

Ia memesan gelang tersebut dan meminta ada namanya tertoreh di atas lempengan tipis berbentuk hati. Jika tidak diperhatikan saksama, orang yang melihat gelang itu tidak sadar kalau ada nama Revan.

Revan terduduk di kursi dengan wajah pias. Ia berharap kejadian yang berlangsung saat ini hanya mimpi

"Tenang Revan. Kita masih tunggu hasil otopsi." Syahid menepuk pundak Revan.

"Apa bisa akurat?" Revan tampak tidak yakin.

"Semoga saja. Kamu kumpulkan jejak rekam medis Meira. Seperti catatan pemeriksaan gigi, data diri Meira seperti tinggi badan dan berat badannya."

"Untuk pemeriksaan gigi, sepertinya tidak ada. Meira belum pernah ke dokter gigi," jelas Revan.

"Kita gunakan yang ada saja. Untuk sidik jari, agak sulit. Sebab tubuh korban hampir sembilan puluh persen terbakar."

Cinta yang Dirindukan (Sekuel Bunga Tanpa Mahkota)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang