Revan menajamkan sorot matanya. Ia menangkap sesuatu yang aneh di wajah Rena yang berdiri dengan kaki gemetar.
"Kamu kenapa?" selidik Revan.
"Ng-nggak, Pak. Cuma gak nyangka aja, Bapak tau kalo kaka tiri saya meninggal karna kecelakaan." Rena menelan salivanya.
"Aku kebetulan keluar rumah dini hari. Ada keperluan. Dan ... aku yang membawanya ke rumah sakit."
Rena tertegun. Entah mengapa gadis itu tampak ketakutan.
"Kamu kok kayak maling ketangkap basah gitu?" Revan menaikan satu alisnya.
Rena gelagapan, lalu menggeleng. Ia pun bergegas pamit menuju ruangannya.
***
Revan bertemu dengan seseorang di kafe yang tidak jauh dari hotel tempat ia bekerja. Pembicaraannya cukup serius. Ia meminta orang di depannya menyelidiki seseorang.
"Ada banyak ancaman. Terutama keselamatan istriku. Ada yang kucurigai. Tapi, bukan hanya satu. Tapi tiga orang. Tolong kamu selidiki. Jangan sampai tercium oleh tiga orang yang tadi kusebutkan namanya," pinta Revan.
"Baik, akan kulakukan," sahut pria di depan Revan sambil menyesap kopi panas dengan perlahan.
"Aku bayar dengan profesional. Oke?"
Pria di hadapan Revan tersenyum.
"Santai aja, Revan."
***
Indra duduk di hadapan Ema, terpisah dengan meja kayu.
Wanita itu menatap putranya dengan iba."Di sini benar-benar membosankan," keluh Indra.
"Bersabarlah."
"Dua puluh delapan tahun lagi." Indra mendengkus.
"Salahmu. Kenapa begitu ceroboh," kata Ema.
Indra menatap ibunya dengan kesal. Ia menyugar rambutnya yang mulai panjang.
"Bisakah melakukan sesuatu untuk anakmu ini, Bu?" Indra mencondongkan badannya ke arah Ema.
"Apa?" tanya Ema.
"Aku ingin tau soal Meira."
Ema mendesah. Ia menggelengkan kepala.
"Berhenti memikirkan dia!"
"Aku merindukannya!"
"Dia itu istri Revan!" Ema mencoba mengingatkan putranya. Indra diam.
"Lupakan dia, Indra!" Ema tampak tidak suka.
"Dia membuatku gila!"
"Wanita itu ... apa istimewanya dia?" Ema mengangkat satu alisnya. Merasa heran dengan selera putranya. Namun, itulah cinta, kerap berlabuh pada seseorang yang secara kasat mata tidak istimewa. menurutnya, Meira hanya wanita biasa.
"Seperti Ibu, apa istimewanya Andi Mahesa pada saat dulu, hingga rela menikah diam-diam dengannya?" Indra balas menyindir ibunya.
Perkataan Indra seakan menghujamkan ribuan jarum ke hati Ema. Sungguh membuat wanita itu tak dapat berkata-kata.
"Aku tidak rela, Revan bahagia. Aku ingin dia menderita sepertiku!" Suara Indra terdengar begitu emosi.
Ema memejamkan mata sesaat, mencoba menenangkan dirinya.
"Bukankah Ibu masih menyimpan rasa itu pada Andi Mahesa?" Indra lekat menatap ibunya.
Jantung Ema seakan terhenti berdetak. Ia terdiam dan menghela napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Dirindukan (Sekuel Bunga Tanpa Mahkota)
Ficción GeneralCinta yang menghilang, dan hanya satu pihak saja yang bertahan di atas rasa cinta. Lantas, masih bisakah bahtera mereka terus berlayar di samudera cinta? Atau terhempas pada jurang perpisahan? Teror demi teror pun harus mereka hadapi. Sebelumnya, ba...