Cinta yang Dirindukan (3)

2.6K 161 11
                                    

Revan meminta anak buah ayahnya untuk memasang CCTV di beberapa sudut rumah yang tidak mudah diduga oleh orang lain. Ia juga meminta agar satpam komplek memperketat penjagaan.

"Apa sebaiknya kalian pindah ke rumah Papa?" Alisa tampak khawatir.
Siang itu ia datang ke rumah adiknya setelah tahu dari Meira soal teror yang terjadi kemarin malam.

"Aku gak mau ngerepotin Papa sama Mama, Mba. Entar penerornya bakal pindah neror rumah Papa," kata Revan.

"Tapi, kalo di sana Meira dan anak-anakmu ada banyak yang nemanin. Kamu sering lembur bahkan kadang ke luar kota. Kamu pergi, istri kamu cuma sendirian jaga anak-anak. Kalo di rumah Papa, siang saat kamu kerja masih ada Mama, dua pembantu, supir, dan satpamnya Papa." Alisa mencium pipi Yusuf dan membuat bayi itu terkekeh.

Meira menggenggam tangan Revan.

"Aku terserah kamu Sayang. Aku ikut apa pun keputusanmu," ujar Meira.

Revan menghela napas, ia hanya cemas jika kembali ke rumah ayahnya dan Meira harus melintasi kamar yang menjadi tempat pemerkosaan akan membuat  memori buruk istrinya kembali lagi.

"Gak usah takut soal kamar itu." Alisa seakan tahu pikiran adiknya." Saat Indra tertangkap. Meira beberapa bulan tinggal bersama kami. Dan saat itu dia fine aja kok, kalo lewat kamar itu, ya 'kan, Mei?" Alisa melirik Meira.

Meira mengangguk. Revan menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa.
Memejamkan mata beberapa detik.

"Mama juga minta kamu dan Meira sementara tinggalin rumah ini sampe peneror itu ketangkep." Alisa berdiri dari sofa dan menimang Yusuf.

"Oke, kita pindah ke rumah Papa," kata Revan yang disambut gembira oleh Alisa.

***
Syahid yang sepanjang hari harus menghadiri persidangan terlihat begitu letih. Ia membuka pintu kamar dan terdiam memandangi Alisa yang dengan sabar mengganti pakaian Yusuf. Senyum menghiasi wajah istrinya. Ocehan-ocehan terlontar dari bibir ranum wanita itu. Sementara bayi yang terbaring di ranjang terkekeh.
Sebuah pemandangan yang membuat haru.

Syahid melangkah menghampiri Alisa yang telah selesai memakaikan baju kepada Yusuf.

"Mmm, ada sainganku rupanya. Pantes tadi gak ada yang nyambut di depan rumah," sindir Syahid dengan wajah dibuat seolah sedang cemburu.

Alisa tertawa dan meminta maaf. Ia menghadiahi satu kecupan ke pipi Syahid.

"Sory, tadi Yusuf nangis. Ternyata dia pup."

"Revan jadi tinggal di sini?"

Alisa mengangguk dengan semangat. Syahid paham, satu sisi istrinya sangat bahagia jika Revan tinggal di rumah Andi Mahesa. Sebab ada Yusuf yang setiap hari bisa dilihatnya.

"Aku bakal jadi yang kedua kalo ada Yusuf, nih," canda Syahid.

Alisa menggendong Yusuf. Ia memandang bayi di gendongannya.

"Dengar Yusuf, uncle Syahid cemburu sama kamu," ujar Alisa sambil tersenyum.

Syahid tertawa dan mengelus pipi keponakannya. Lalu, mencium pipi Alisa.

"Oke, Yusuf sama Bibi dulu, ya." Alisa pamit kepada suaminya untuk mengantar Yusuf kepada pembantu mereka.

Syahid menatap kepergian sang istri. Setelah itu, ia duduk di pinggit ranjang. Membuka kancing kemeja yang dikenakan, terdengar helaan napasnya. Memejamkan kedua mata sesaat, membayangkan wajah Alisa yang penuh keceriaan saat bermain dengan Yusuf.
Sebagai lelaki, tentu mendambakan seorang anak. Namun, sejak awal ia tahu konsekuensi menikahi Alisa.

Syahid memandangi foto pernikahannya yang ada di nakas. Wajah ceria Alisa saat mengurus Yusuf terbayang lagi, ssketika dadanya terasa nyeri membayangkan perasaan sang istri yang sangat menginginkan anak, tetapi takdir tak bisa dihindari.

Cinta yang Dirindukan (Sekuel Bunga Tanpa Mahkota)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang