#Cinta_yang_Dirindukan_(5)
Tangisan Yusuf membuat Meira terjaga. Gegas ia beranjak menuju box, menggendong putranya. Bayi itu memasukan tangannya, mengenyot dengan tergesa-gesa sambil terisak.
Meira membawa Yusuf duduk di ranjang dan menyusui putranya. Ia memindai seluruh ruangan. Lalu menggela napas, mengusap lembut kepala sang putra yang sedikit berkeringat.
"Revan?" panggil Meira.
Sepi.
Meira menoleh ke arah toilet. Pintunya terbuka sedikit dengan lampu mati. Ia menghela napas. Perasaannya mendadak tak enak.
***
Airbag mengembang, sesaat setelah mobil yang Revan rem secara mendadak menabrak pagar pembatas jalan. Membuat tubuhnya tertahan, terhindar dari benturan.
Di depan mobilnya, truk pengangkut kayu menabrak pria yang sedang Revan kejar. Tubuh lelaki itu terpental hingga beberapa meter. Motornya merengsek ke bagian bawah truk dalam kondisi hancur. Sementara mobil besar itu menghantam dinding toko.
Revan membuka sabuk pengamannya dan keluar dari mobil. Satpam mall dan beberapa pengendara membantu korban kecelakaan yang kini tengah terkapar tak berdaya di aspal yang memerah.
Dengan menyeret langkah, Revan berusaha menggapai pria yang sedang sekarat itu. Ia membuka helm lelaki bermasker tengkorak dengan perlahan. Tampaklah wajah si peneror.
Revan tertegun, menelan salivanya sembari menatap si peneror. Darah segar menetes dari hidung pria itu, bibirnya bergetar dan mengeluarkan darah.
Tiga orang sibuk membantu sopir truk yang terluka, ada pula yang menelepon rumah sakit, dan dua lelaki berdiri di dekat korban.
Bibir peneror itu bergerak seperti ingin mengatakan sesuatu. Revan mendekatkan wajahnya ke pria yang tengah menanti ajal. Baru dua huruf yang sempat diucapkan, napas lelaki itu berhenti.
****
Nyaris sejam berlalu, Yusuf baru merasa kenyang dan tertidur kembali. Meira dengan hati-hati menaruh bayinya ke box. Ia menuju nakas dan mengambil ponsel, menekan nomor suaminya.Hingga lima kali panggilan tidak terjawab. Meira menggigit bibirnya. Mengembuskan napas, wajahnya menyiratkan banyak tanya.
Ia melangkah keluar dan menuju ruang tengah yang hanya diterangi cahaya kekuningan yang berasal dari lampu di nakas. Sepi. Ia bergerak menuju garasi. Wajahnya semakin bingung mengetahui mobil Revan tidak ada.
Meira terlonjak saat ponselnya bergetar. Cepat ia menekan tombol hijau dan menarik napas lega saat mendengar suara lelaki yang dicintainya.
"Kamu ke mana?" tanya Meira.
"Nanti aku ceritain. Entar lagi aku pulang kok. Aku baik-baik aja, Sayang," ujar Revan.
"Oke, segera pulang, ya! Aku khawatir kamu kenapa-napa." Meira kembali masuk ke rumah.
Revan mengucapkan kata cinta pada Meira sebelum menutup teleponnya.
Meira merasa tenggorokannya kering. Ia pun menuju dapur. Namun, langkahnya terhenti saat melewati ruang kerja Andi Mahesa. Samar-samar di dalam sana terdengar mertuanya sedang berbicara.
Meira penasaran dan menempelkan telinganya ke pintu. Ia mengernyitkan kening, matanya yang sayu membulat. Terdengar langkah kaki. Meira secepat kilat menuju dapur, tetapi tanpa sengaja menyenggol vas bunga. Menimbulkan kegaduhan.
Panik, Meira memilih lari ke dapur. Terdengar pintu terbuka dan ditutup kembali.
Meira mengintip dari balik pintu dapur. Ia bisa melihat Andi Mahesa sedang berdiri di dekat pecahan vas bunga yang berserakan di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Dirindukan (Sekuel Bunga Tanpa Mahkota)
Ficción GeneralCinta yang menghilang, dan hanya satu pihak saja yang bertahan di atas rasa cinta. Lantas, masih bisakah bahtera mereka terus berlayar di samudera cinta? Atau terhempas pada jurang perpisahan? Teror demi teror pun harus mereka hadapi. Sebelumnya, ba...