Note :
~ Hohoho... Maaf kalau telat update, tapi sebagai gantinya saya panjangin dikit part ini. Dan khusus Bab ini, saya dedikasikan buat Mak @Asharliz tersayang yang sudah berbaik hati bikinin saya cover. Makasih Mak ^^!!!! Selamat menikmati all, dan jangan timpuk saya kalau kurang feel, ini bikinnya sambil lesehan karena kemarin bolos kerja gegara kondisi badannya lagi drop alias sakit.
Vote and komen jangan ketinggalan ya hehe... ~
***
Angin malam yang berhembus semakin menambah kecanggungan diantara kami. Setelah sesi ciuman yang begitu panas berakhir, Banyu tidak juga menyingkirkan tangannya dari pinggangku. Posisi kami begitu dekat, sampai-sampai telingaku bisa mendengar suara degup jantungnya yang hampir serupa denganku. Jari telunjuknya yang bebas mengusap sudut bibirku, padahal aku yakin di sana tidak ada sisa remah-remah makanan. Kalaupun ada, palingan cuma sisa air liur yang masih menempel akibat aktifitas kami.
Katakan saja aku ini sedikit labil. Setelah beberapa waktu lalu menghajar wajahnya karena tidak terima diperlakukan seenak perut, sekarang justru aku menikmati sentuhan fisik yang kontens-nya lebih parah dari yang dilakukan Banyu di dalam kamar tadi. Aduh... Kenapa otakku sekarang jadi ikut-ikutan seperti Ave? Apa ini artinya karma berlaku untukku karena terlalu sering mengolok-oloknya? Kalaupun iya, semoga maaf yang tidak terucap ini tersampaikan meski hanya lewat tiupan angin malam yang berhembus sepoi.
Banyu begitu luwes menyelipkan sejumput rambut hitamku ke belakang telinga, sedangkan aku masih belum berani menatap wajahnya. Barulah setelah kami terperangkap dalam dimensi waktu yang terasa begitu asing untuk mengenali masing-masing karena sempat bertransformasi menjadi sosok-sosok yang lain, Banyu melepas kontak fisik diantara kami. Berkali-kali dia mengusap tengkuknya dengan sentuhan reguler, menandakan dia juga sama gugupnya sepertiku.
Tubuhnya yang tegap yang masih dibalut kemeja setengah lusuh berbalik memunggungiku. Tanpa sepatah katapun, dia berjalan mendekati sebuah Land Rover yang masih terparkir di depan rumahku yang tampak gelap karena minimnya pencahayaan. Diam-diam rasa kecewa menyergapku. Aku hanya ingin dia mengatakan sesuatu sebelum benar-benar berlalu, apa itu salah? Paling tidak, kalimat sederhana seperti, " aku pulang dulu", untuk menenangkan hatiku yang sudah dibuatnya kacau.
Alih-alih ingin marah atau melempar punggungnya dengan wadges yang ku pakai, yang ku lakukan hanyalah menendang-nendang kecil kerikil di bawah alas kakiku. Aku bersumpah dalam hati, akan memikirkan cara yang tidak biasa yang harus dia lakukan ketika ingin melamarku untuk membalas apa yang telah dilakukannya padaku malam ini. Ku beranikan diri mendongakkan kepala, memperhatikannya yang ternyata juga tengah memperhatikanku entah sejak kapan. Banyu menyandarkan tubuhnya di badan mobil, sedang kesepuluh jari-jarinya tenggelam dibalik saku celana kain yang begitu pas membingkai kakinya yang panjang. Seorang Banyu Biru, hanya dengan mengatupkan rapat bibirnya yang sexy saja terlihat begitu menggoda. Bagaimana aura kejantananya sebagai seorang pria dewasa tercetak begitu jelas dari sana.
Dia mengetuk-ketukkan ujung sepatu kulitnya yang mengkilap, sedang kepalanya sesekali menunduk memperhatikan gerakan kakinya tersebut. Ku rasa sudah cukup mengagumi pose ala-ala model pria di depan sana kalau tidak ingin mempermalukan diri sendiri karena tertangkap basah sedang mencermatinya dengan seksama. Ku keluarkan kunci dari dalam tas kulit Blue Jean Coach-ku, lalu membuka gembok yang menggantung di pagar. Suara berderit yang dihasilkan besi yang menjulang tinggi di depanku menandakan si empunya rumah baru saja kembali dari aktifitasnya di luaran sana. Baru beberapa langkah menginjakkan kaki di pekarangan, suara bariton Banyu menginterupsiku.
"Iris Jingga!"
Ragu-ragu aku berbalik, dengan jantung yang melompat kesana kemari seperti seekor katak, aku menahan nafas menunggu Banyu meneruskan kalimatnya yang sempat terputus karena jeda sejenak saat mengambil nafas panjang (itu terlihat samar dari gerakan dadanya yang naik turun ), " Ayo!..ayo kita sama-sama mencobanya," dan bersamaan dengan itu, sudut-sudut bibirnya tertarik sempurna, membiaskan sebuah senyuman lembut yang membuat jantungku rasanya seperti mau berhenti berdenyut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable Marriage
RomanceIni hanyalah sepenggal kisah tentang Iris Jingga yang kembali dipertemukan dengan sahabat seumur hidupnya. Kisah yang kembali mengulik luka lama justru ketika dia baru saja terpuruk dengan pernikahannya. Banyu Biru dan Liana Kejora, dua orang sahaba...