BAB 13

66K 2.9K 111
                                    

Hallo.... Sorry kalau telat update. Berhubung minggu2 ini lagi banyak kerjaan, mungkin next partnya lambat ya, saya nggak janji kapan dan berapa lama.

Nikmati saja episode ini dan ingatkan kalau masih banyak typo yang bertebaran. Ku dedikasikan part ini buat @kwon-kwon yang selalu ngintilin daku dimanapun dan kapanpun. Terima kasih Nana sayang, yang tidak pernah putus mendeklarasikan diri sebagai fans nomer satuku haha... Love U, dear! Dan lancar buat kuliahnya.

***

"Bunda...," teriaknya girang disertai lompatan-lompatan kecil saat aku hendak menyongsongnya.

Rambutnya yang ikal dipermanis dengan bandana kelinci warna biru, semakin menonjolkan sisi imut yang sanggup membuat siapa saja yang melihatnya gemas bukan kepalang. Tanganku melambai, refleksi dari mulut yang seharusnya meneriakkan kalimat perintah supaya bergegas menuju ke tempatku yang tengah berdiri di samping volkswagen.

"Mana ayah?" Kepalanya bergerak mencari-cari keberadaan Banyu yang diharapkan tengah duduk manis di kursi kemudi. Tapi yang dia temukan hanyalah dua buah kursi kosong melompong.

"Ayah nggak bisa jemput karena sibuk. Baby pulang sama Bunda ya."

Matanya yang bulat sempat mengerjap sesaat, mempertontonkan ekspresi polos yang tidak dibuat-buat. Awalnya Haruka sempat cemberut, tapi itu hanya sesaat karena setelahnya sebuah senyuman manis terukir jelas hingga membuat kedua sudut matanya menyipit. Kepalanya mengangguk patuh.

Kami bergandengan tangan. Aku menuntun Haruka menuju kursi belakang karena dia tidak terlalu suka duduk di samping kemudi. Dengan hati-hati, ku injak porseling dan membiarkan volkswagen dua pintu-ku membelah jalanan Jogja dengan kecepatan standart. Terkadang aku memang suka ngebut, tapi mengingat siang ini aku tidak sendirian di dalam mobil, ku tekan egoku demi keselamatan kami berdua.

"Baby mau makan apa?"

Suaraku menghentikan kegiatannya yang tengah asyik membolak-balik buku. Dia diam, berpikir sejenak menimbang-nimbang keputusannya. Haruka menggigit ringan kuku telunjuknya dengan bibir sesekali mencebik, hal itu sangat jelas terpantul dari kaca yang menggantung di atasku.

"Takoyaki."

Like father like daughter

Sama-sama pecinta kuliner Jepang. Jauh sekali dengan seleraku yang tetap memuja masakan nusantara terutama makanan ala warung lesehan di pinggiran kaki lima.

"Gimana kalau makan di rumah aja? Nanti Bunda yang masakin."

"Nggak!" Tolaknya secepat kilat tanpa berpikir panjang.

"Lho, kenapa? Masakan Bunda nggak enak ya?"

"Bunda sukanya masak makanan embek. Haru kan nggak suka sayur," ucapnya jujur tanpa ditutup-tutupi.

"Sayur itu baik buat kesehatan sayang, bisa bikin tubuh Haru jadi sehat dan kuat. Lihat Popeye-nya Om Rega, kalau loncat kuat banget nggak ada capeknya. Itu karena dia suka makan wortel sama kangkung."

"Tapi Haru kan bukan kelinci, jadi nggak suka makan sayur."

Benar kata pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Kalau ayahnya pinter ngeles, begitupun dengan anaknya yang tidak kehilangan akal mencari beribu alasan.

Mobil memasuki pelataran rumah. Halaman depan yang ditumbuhi banyak tanaman hias terlihat lebih rapi setelah dilakukan inspeksi dadakan oleh bapak seminggu menjelang pernikahanku. Sesuai dengan kesepakatan awal, aku dan Banyu memang tidak mengandalkan gedung mewah untuk menampung tamu undangan yang jumlahnya hanya sekitar 400-an. Tidak ada resepsi ala artis ibukota karena keterbatasan waktu acara hanya sampai pukul 03.00 siang. Sebenarnya bukan tanpa alasan sih, malam harinya kami harus segera bertolak ke Bali sehubungan dengan pekerjaan Banyu yang tidak bisa ditunda.

Unforgettable MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang