Chapter - Two

9.5K 440 5
                                    

Waktu yang Kayla pikir masih akan lama ternyata tidak. Kurang lima belas menit lagi dan bos besar kita akan segera pulang.

Apakah tidak ada yang lebih buruk dari ini?

Merapikan penampilannya. Kayla segera keluar dari kubikelnya dan menuju lift yang akan membawanya ke lantai yang disebutkan Jerry tadi.

Bersyukurlah. Ia tidak harus menunggu lama ketika lift itu bergerak cepat dan berhenti dilantai yang dituju.

Bulu kuduknya meremang. Baru kali ini ia menginjakkan kakinya dilantai ini. Sepi. Ketukan heelsnya menggema disepanjanh lorong yang terlihat panjang. Dan ia bisa melihat hanya ada satu pintu disana. Namun sebelum mencapai pintu, ada meja sekertaris didepannya. Tapi tidak ada siapapun.

Kayla yakin, sekertaris tuan Gritson sudah pulang. Dan bagaimana ini? Apakah ia sendiri yang harus memberikannya langsung?

Tapi bagaimana prosedurnya? Apakah tidak masalah jika ia langsung bertemu dengannya?

Sial...

Lima menit sudah terbuang. Dan lima menit lagi orang itu akan pulang. Tanpa berpikir panjang. Kayla segera mendekati pintu kokoh berwarna cokelat tersebut.

Tangannya terangkat dan dua ketukan pun dilakukan. Menunggu. Menunggu.

Satu detik...

Dua detik...

Tiga detik...

Tidak ada suara. Kayla mencoba mengetuk lagi dan masih sama. Tidak ada jawaban.

Berbekal modal nekat dan nasib sesama karyawan yang bergantung padanya. Kayla memutar knop pintu dan sepi. Sama seperti ketika ia tiba dilantai ini.

Ruangannya sedikit gelap. Namun pendingin masih bekerja. Dan pikiran Kayla hanya tertuju pada satu hal bahwa tuan Gritson telah pulang dan lupa mematikan pendingin ruangan.

Dasar orang kaya..

Tidak kah ini namanya pemborosan. Masih dengan modal nekat yang tersisa. Kayla mencoba meraba-raba. Mencari tombol lampu agar segera menemukan remote pendingin dan mematikannya.

"Siapa kau?"

Suara berat yang menyapanya membuat Kayla berjengit kaget hingga kakinya membentur meja. Entah meja sialan apa yang tiba-tiba ada didekatnya.

Kayla menunduk. Memijit kakinya yang terbentur dan seketika ruangan menjadi terang. Ia mendongak, matanya menyipit dan terbelalak ketika melihat siapa yang duduk dikursi hitam tinggi dihadapannya.

Ohh...tuhan. Ciptaan engkau yang begitu sempurna. Wajah rupawan bak dewa yunani dengan mata yang menatapnya tajam. Hidung mancung, bibir atas tipis sempurna. Serta rahang tegas yang ditumbuhi jambang yang Kayla tidak yakin fungsinya untuk apa.

Tiba-tiba saja. Film yang ditontonnya kemarin malam memenuhi kepalanya. Berputar seolah diminta. Dan Kayla tidak yakin bagaimana jika pria ini yang melakukan hal itu padanya.

Perutnya mulas dan seketika ia ingin buang air. Dan yang terlintas dipikirannya adalah "Apakah aku boleh ke kamar mandi?"

Sialan Kayla... Pertanyaan macam apa itu? Apakaj pantas ia bertanya seperti itu terhadap pemilik perusahaan? Tapi sungguh ia tidak bisa menahannya lagi. Demi apapun. Selangkangannya terasa panas dan tidak lucu jika ia sampai buang air disini.

Tanpa menunggu persetujuan sang pemilik ruangan. Kayla meletakkan map disofa dan berjalan menuju pintu yang terlihat matanya. Ia memutar knop dan matanya membelalak. Ini kantor atau kamar hotel? Mengapa ada kamar seluas dan selengkap ini? Apakah didalam ada kamar mandinya? Dan jawabannya tentu saja ada bodoh.

Crazy Mistake [Sudah Terbit -- OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang