P A R T 0 7

43 4 0
                                    

Edment Thwaites

Semenjak kejadian semalam, aku benar-benar tidak ingin berkomunikasi lagi dengan Bellona. Dia tidak tau apa-apa, dia tidak tau apa yang sudah keluarga Hemsey lakukan pada ibuku dulu. Bahkan sampai detik ini pun, anak-anak Hemsey terdidik benci terhadap Thwaites.

Untungnya aku mendapat kabar bahwa Aglaea telah tiba si Saint Petersburg malam kemarin, bahkan Leonid dan Arsen ikut kembali pulang. Aku tidak tau apa mereka itu punya jiwa dan raga yang sama, sampai-sampai pulang saja bersamaan. Membuatku ingin ikut bergabung bersama keluarga.

Aku terbang ke Saint Petersburg siang ini, hanya bersama Max. Kukira aku akan membutuhkannya nanti.

Sebelum pergi menyantap makan pagi ku, aku sempat iseng melewati kamar Bellona. Pintunya tertutup rapat, tidak ada suara apapun dari dalam. Keinginan untuk masuk kedalam dan menyapanya di pagi hari sebenarnya hal yang sangat ingin kulakukan, tapi kurasa tidak sekarang.

"selamat pagi, Bellona", aku bergumam didepan pintunya. Aku tau suaraku kurang keras agar didengarnya, tapi itulah tujuanku, Bellona tidak boleh mendengar nya.

Setelah mengatakan itu, aku turun kelantai bawah untuk sarapan pagiku.

Bellona selalu menjadi titik pusat pemikiranku semenjak ia hadir dalam kehidupanku, aku tidak tau kenapa aku tidak bisa dan tidak ingin melepaskannya. Akan kulakukan segala cara agar dia selamanya didekatku. Aku tidak pernah merasakan hal seperti ini lagi, jantung berdegup kencang ketika berdekatan dengannya, kikuk dan canggung bila didekatnya, dan sering bingung ingin berbicara apa ketika berkomunikasi dengannya. Sebenarnya dengan aku memerintahnya layaknya tuan, itu karena aku tidak tau harus berbicara apa dengannya.

Sudah sangat lama, semenjak dia meninggalkanku dulu. Hal-hal yang terjadi di jaman dahulu, kini terulang dengan seseorang yang berbeda.

◌ ◌ ◌

Author

Pukul 12:00

Edment sudah berangkat menuju Saint Petersburg bersama Max, dengan jet pribadi nya. Sedangkan Bellona masih tertidur dikamarnya. Tidak biasanya Bellona bangun sesiang ini, mungkin karena sejak pertengkaran kemarin, ia sulit tidur dan memilih menikmati angin malam di balkon.

Corry merasa ini sudah terlalu siang, ia berniat membawakan sarapan pagi untuk Bellona dan membangunkannya. Tetapi ketika Corry membuka heandle pintu kamarnya, ternyata Bellona menguncinya. Untung Corry memiliki kunci cadangannya.

Begitu ia memasuki kamarnya, suasana kamar seperti aneh bagi Corry. Ini seperti kamar orang yang sedang sakit.

Corry meletakkan nampan nya di atas meja, kemudian ia meraih tirai-tirai untuk membukanya agar kamar temaram ini mendapat cahaya matahari. Selain itu Corry juga membuka pintu balkon, agar udaranya lebih hangat lagi. Sembari merapihkan beberapa barang, Corry memanggil-manggil nama Bellona.

"Bellona, ini sudah pukul dua belas siang. Bangun lah! ", Corry menarik selimut Bellona.

Ia menjadi curiga ketika melihat wajah pucat Bellona. Dengan sigap Corry meletakkan telapak tangan nya didahi Bellona, suhunya hangat.

"astaga! Apa kau sakit?!", Corry mungkin terlalu keras mengucapkannya sampai-sampai Bellona terbangun.

"Co... Rry?", gumam Bellona sembari mengusap matanya, ia terlihat begitu lemas.

Corry begitu panik ketika melihat gerakan tubuh Bellona yang lemas tetapi memaksa untuk duduk. "jangan dipaksa! Berbaringlah saja--"

"Edment, kemana dia? ", meskipun dalam kondisi lemas dan tidak enak badan begini, Bellona masih sempat memikirkan Edment.

Corry menghela nafas gusar, "sekali saja lupakan orang lain dan pikirkan dirimu. Bagaimana ceritanya kau bisa sakit? Kemarin kau melakukan apa? "
Bellona tidak menceritakan secara detailnya ia memperdebatkan apa dengan Edment, ia pikir hal kemarin itu menjadi rahasia yang tidak boleh asal disebar. Setelah menceritakan bahwa kemarin ia bertengkar dengan Edment, dan dirinya kembali ke kamar untuk istirahat namun tidak bisa, Bellona memilih menikmati angin malam. Corry begitu marah ketika mendengar nya.

"kau ini perawat kan? Seharusnya kau tau angin malam tidaklah baik" ketus Corry pada Bellona, dan Bellona hanya tertawa kecil mendengarnya. Ia tau kalau Corry sedang mempedulikannya.

Bellona mengangkat kedua bahunya, "entah, tapi setelah menikmati angin malam kemarin aku berhasil terlelap" gumamnya.

"jadi, kemana Edment? ", lagi.

Sembari beranjak untuk mengambil nampan, Corry menjawab. "tuan sudah berangkat ke Rusia sejak beberapa menit tadi, mungkin 3 hari dia menetap disana"

Bellona terkejut, "Rusia?" ia memang tidak tau apa-apa mengenai Edment sejujurnya.

Corry mengernyit kebingungan. "tuan adalah anak pertama dari Dimitri Thwaites dan Ellent Thwaites, pemimpin di Saint Petersburg, Rusia. Disanalah rumah tuan sebenarnya, kau tidak tau? "

"jadi... Dia sedang berkumpul bersama keluarga nya?", gumam Bellona.

Corry hanya mengangguk kepalanya, "makanlah!" ia menyondorkan nampan itu pada Bellona.

Dengan lemas dan malas Bellona menggeleng kepalanya, "aku tidak nafsu" wajahnya cemberut dan pucat.
Corry mendengus kesal, "ayolah Bell, sedikit saja" mohonnya.

Bellona masih kukuh menggelengkan kepalanya, ia benar-benar tidak ingin makan apapun. Bahkan melihat makanan itu saja dia sudah tidak tahan ingin membuangnya. Bukannya apa, makanan itu memang terlihat enak, apalagi masih baru, tapi kalian tau kan kalau seseorang tidak nafsu makan, maka makanan apapun akam terlihat tidak enak baginya. Mungkin yang Bellona butuhkan adalah Edment.

"kau jangan membuatku bersalah nantinya, aku tidak ingin kau kenapa-kenapa", keluh Corry.

"tuan akan marah padaku jika aku tidak becus mengurusmu", tambahnya, ia bisa membayangkan bagaimana wajah marah Edment nantinya.

Bellona mengernyit, "apa pedulinya? Memang dia peduli kalau aku sakit atau mati? " emosinya meluap sekarang, dan kenapa harus Corry yang kena imbas nya?

Corry terkadang bingung dengan hubungan Bellona dan tuannya, mereka itu abdi-tuan, tapi sekali mereka bertengkar rasanya seperti istri yang bertengkar dengan suami.

"kalian ini kalau saling cinta kenapa tidak ingin katakan saja sih? " gumam Corry sekecil mungkin, sialnya telinga Bellona itu tajam.

"a-apa kau bilang? Cinta? Mana ada aku mencintai orang sepertinya? ", ketus Bellona sembari mencengkeram selimutnya.
Sedangkan Corry hanya melirik kesal karena merasa gemas pada keduanya-Bellona dan Edment.

Sembari Corry berceloteh dan berganti-ganti topik, Bellona hanya mendengar saja, bukan mendengarkan. Masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Karena saat ini pikiran Bellona hanya terfokus pada Edment saja.

Tentang pertengkaran kemarin, Bellona masih merasa takut pada sosok Edment yang berlumuran darah. Bayangkan, kini ia adalah abdi dari pembunuh, ia terlibat dalam hal ini! Jika saja semua terungkap, Bellona pastilah juga akan ikut kena imbasnya karena ia tau tapi tidak melaporkan nya ke pihak berwajib.

"bagaimana..? ", Bellona bergeming dengan begitu pelan, sembari Corry yang masih asik berceloteh.

Bellona melanjutkan ucapannya dalam hatinya, "bagaimana aku bisa melaporkannya? Bagaimana aku bisa melihatnya berdiri terkurung di jeruji besi? Aku jelas tidak bisa"

"Bell? Kau mendengar ku? ", Bellona akhirnya sadar dari lamunannya setelah ternyata Corry selesai berceloteh dan menyadari kalau lawan bicaranya tengah melamun.

Bellona mengerjap, "ah? Maaf Corry, aku sedang tidak fokus" rasa bersalah ada padanya, untungnya Corry tidak seberapa mempermasalahkan.

Beautiful Doctor Where stories live. Discover now