25

207 5 0
                                    

Hari ini aku mendadak ke desa tempat bapak tinggal. Bulik mengabarkan kalau bapak masuk rumah sakit lagi.

Dengan penerbangan paling awal, kuboyong putraku turut serta. Bersama pengasuhnya agar bisa menjaga Rendra di sana nantinya.

Setelah menghabiskan waktu satu jam lamanya di atas pesawat, kami melanjutkan perjalanan ke rumah sakit menggunakan taxi.

"Bulik, bagaimana keadaan bapak?" tanyaku segera setelah bertemu adik bapak.

"Dia sudah siuman dan dipindah ke kamar rawat, Ri. Ayo ke sana," ajak bulik.

Aku pun mengikuti langkahnya. Di kamar yang lumayan bersih dengan cat warna cream aku melihat sesosok orang tua yang tidur tak berdaya.

"Kamu pulang, Nduk?"

Segera kuhampiri lelaki ringkih itu lalu mencium punggung tangannya. Ia tersenyum meski aku tahu sambil menahan sakit.

"Bapak kenapa? Makanya ayo ikut ke Jakarta saja."

Bapak membuang pandangan. Matanya menerawang ke atas langit-langit kamar.

Tangannya ia lambai-lambaikan isyarat tak mau menuruti tawaranku.

"Kenapa, sih pak, biar aku tak kepikiran," pintaku lagi.

Bapak tetap bergeming. Dari sudut netranya mengalir air bening.

"Kenapa bapak menangis? Apa kata-kataku ada yang menyinggung tadi? Maafkan Ndari, Pak!"

"Nggak, Nduk. Kamu gak salah. Bapak hanya titip jaga dan rawat pernikahanmu."

"Kenapa bapak kok ngomong seperti itu?"

"Bapak takut gak bisa nemani kamu lama-lama, Nduk."

Ia pun menghentikan perkataannya. Kami sama-sama diam sesaat. Aku paham dengan perasaannya. Apalagi baru saja bapak siuman dari pingsannya.

Bulik mencolek tanganku mengajak keluar.

Dan aku pun mengikuti isyaratnya. Kini kami sudah meninggalkan bapak yang sendirian di kamar.

"Nduk ada yang ingin bulik sampaikan padamu."

"Ada apa sebenarnya, tho Bulik ini?"

"Begini, kemarin Hartoko datang ke rumahnya. Ia bilang mengunjungi makam orang tua lalu mampir ke rumah bapakmu. Sekarang dia sudah jadi orang kaya. Datang menggunakan mobil seperti milik suamimu dan mengatakan pada bapakmu kalau dia sering bertemu dengan kamu di Jakarta."

"Apa?"

Aku benar-benar terkejut dengan yang sedang disampaikan bulik barusan. Aku tak menyangka jika tebakanku selama ini benar.

Lalu apa maksud dia berganti nama dan menjalin kerja sama dengan suamiku?

Aku tak mau Mas Pono sampai mencium gelagat ini. Aku harus segera bicara dengan Dani atau siapa pun dia saat kembali ke Jakarta nanti.

*****************************

Hai semua, masih setia membaca hingga bagian 24? Semoga tidak akan pernah bosan dan tetap setia menanti lanjutannya ya.

Aku mau bikin hingga bag. 30 nantinya. Tetap simak, ya 😊

Jangan lupa tinggalin vote dan komen di setiap paragraf yang kalian suka 😍


                   Regard

                  Irum Wr

Lelaki Cungkring itu Suamiku (Complicated) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang