Sudah sebulan ini suamiku sangat sibuk mengurusi proyek barunya dengan Dani.
Kini bukan hanya furniture berbahan kayu saja yang menjadi produk unggulan suami. Tapi ada juga yang berbahan rotan sintetis kualitas eksport.
Itulah kenapa ia harus benar-benar totalitas mengurusi dan mengawasi sendiri dari mulai pilihan bahan hingga siap eksport dan memastikan barang diterima dengan baik dan aman di negara tujuannya.
"Bu besok kita diundang Pak Dani makan malam untuk merayakan kesuksesan bisnis ini. Kamu ikut?"
"Nggak, Mas. Badanku sedang tidak enak. Aku ingin istirahat saja di rumah." Sengaja aku memberi alasan bohong agar bisa menghindari lelaki itu.
Aku tak ingin Mas Pono mencurigai gelagat aneh di antara kami.
**
"Maaf, Bu baru sempat membesuk. Kata Pak Pono ibu lagi sakit hingga tak bisa menghadiri undangan makan malam saya kemarin malam."Lelaki itu segera berdiri dari tempat duduknya saat aku dan suami menghampiri.
"Kok repot-repot sampai ke sini, Pak. Saya hanya kecapekan biasa." Aku berusaha menghindari tatapannya.
Akhirnya kami bertiga ngobrol ringan. Saat suami berpamitan akan ke kamar sebentar aku berusaha mencegah.
"Aku capek, Mas. Pingin rebahan saja."
"Temani Pak Dani bentar, Bu. Bapak ganti baju dulu."
Terpaksa aku menuruti perintahnya. Dan perasaan tak nyaman segera menyergap.
"Maaf kalau kehadiranku malah membuatmu tak nyaman, Ri. Aku ingin melihatmu bahagia. Tapi izinkan juga untuk selalu di dekatmu," ucapnya saat tubuh suamiku sudah tenggelam di tangga paling atas.
"Cukup, Mas. Tolong biarkan aku menjalani rumah tanggaku dengan nyaman bersama suami dan anakku."
"Aku janji, tapi bolehkan aku selalu dekat kamu. Meski kau tak lagi memberiku harapan."
"Tapi, Mas tetap saja itu membuatku tak nyaman. Bagaimana kalau suamiku sampai tahu?"
"Aku jamin semua akan tertutup rapi dari suamimu."
"Mas, tolong ja--"
"Please, Ri. Beri aku kesempatan itu. Aku tak bisa jauh dari kamu."
Kuarahkan pandangan mengelilingi ruang sekitar. Takut jika ada asisten yang melihat ataupun mendengarkan percakapan kami.
"Ri ...." Tangan Mas Hartoko hampir meraih tanganku, tapi segera kutarik.
"Maaf, Mas. Tidak seharusnya kamu berbuat seperti ini pada istri kolegamu. Kamu sudah sukses, kenapa tak mencari gantiku?"
"Kalau semua ini bisa kulakukan, pasti aku sudah menikah sejak dulu. Tapi aku tak bisa, Ri. Tak bisa."
Perbincangan kami langsung berhenti. Suasana canggung masih menyelimuti saat mendengar langkah kaki bersepatu menuruni tangga.
"Mas, aku pamit istirahat dulu, ya," ucapku saat Mas Pono sudah sampai di ruang tamu.
"Maaf, Pak saya tinggal dulu. Terima kasih atas perhatiannya." Aku pun segera menuju kamar melalui tangga.
Kakiku serasa lemah untuk diajak melangkah. Kuseret pelan menaiki tangga setapak demi setapak.
Di tengah tangga aku tak sadarkan diri. Tubuhku limbung dan serasa gelap.
Dalam gelap itu aku melihat suami dan Mas Dani terlihat panik melihat tubuhku lunglai di tangga. Beruntung tak sampai terjungkal ke bawah.
Aku melihat Suamiku bersusah payah membopong tubuhku dibantu oleh Mas Hartoko menuju kamar.
Terlihat juga Bi Sumi yang sibuk mengoles minyak angin dan memijit keningku.
Sebentar kemudian aku membuka mata. Pening pada awalnya.
"Mas ...." tanganku menggapai tangan Mas Pono.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Cungkring itu Suamiku (Complicated)
Fiction généralePono adalah seorang pengusaha sukses di bidang furniture. Hasil produksi yang dihasilkan perusahaannya telah memenuhi seantero sudut Indonesia, bahkan beberapa negara tetangga. lelaki kurus yang hobi mengumpulkan barang antik itu akhirnya bertemu s...