Menangis

41 32 2
                                    

Bel pulang telah berbunyi dari lima belas menit yang lalu. Saat ini perempuan itu sedang berdiri di parkiran tepatnya di samping motor ninja merah itu.

"DOR."

Perempuan itu menoleh, dan mendapati Awan yang sedang cengengesan."Ck ngagetin aja sih lo." ia mendengus kesal.

Awan mencubit kedua pipi Pelangi dengan pelan. "Ululu lama ya?"

"Engga." Ucapnya ketus.

"Bagus deh." Lantas Awan menaiki motornya lalu menyalakan motornya.
Ia melirik Pelangi yang masih diam membisu di sana. "Ayo sayangku naik!!"

Pelangi mencebikan bibirnya kesal lantas naik ke motor Awan. "Helmnya kok nggak di pake?"

"Nggak mau ah panas."

"Heh kalo lo jatoh terus geger otak gimana?" Ujar Awan kesal.

Pelangi tetap pada pendiriannya. "Biarin emangnya lo peduli."

Awan menatap wajah Pelangi yng terlihat cemberut lewat kaca spionnya. "Kalo gue nggak peduli, ngapain gue maksa lo curut."

"Diem deh Awan!! hari ini lo ngeselin banget."

Awan menaikan kedua alisnya, bingung dengan sikap Pelangi hari ini. "Terserah lo." Ucapnya lantas membiarkan Pelangi tanpa memakai helm. Ia menstater motornya, Kemudian menderu di sepanjang perjalanan.

Tanpa laki-laki itu tahu. Saat ini Pelangi sedang menatap Awan sendu, rindu dengan laki-laki itu.

                               ***

Laki-laki itu beberapa kali membuang nafasnya kasar, bagaimana tidak di hadapannya saat ini terpampang selembar kertas lengkap dengan sepuluh soal ulangan kimia dan yang membuat ia lebih kesal lagi adalah soalnya essay.

Di depan sana Bu Tenang tampak nyaman duduk dengan tenang. Dengan kaca mata hitam tebal bertengger di matanya, tak lupa tompel di pipinya yang menjadi ciri khasnya.

Ia tahu Bu Tenang sedang menahan kantuknya terlihat dari matanya yang riep-riep.

Awan tampak gusar sendiri. Coba ada Pelangi, pasti ia sudah selesai mengerjakan soal ini.

Bodo amat nggak peduli gue ama ini soal. Batin Awan

Dia mulai memasang headsetnya lalu menyetel Lagu band kesukaaannya, Muse.

Lantas menenggelamkan wajahnya di atas jaketnya, seperti biasa sudah ada hodienya yang setia menemaninya untuk dijadikan bantalan.

Sedangkan di sana Bu Ten alias Bu Tenang, sudah melanglang buana di bawah alam mimpinya.

"Awan"

"Wan"

Awan mendongakan sedikit kepalanya. "Apaan?"

"Lo udah?" Tanya Afisa pelan

"Kalo lo mau nyontek, lo salah orang." Awan kembali menenggelamkan wajahnya namun gagal saat Afisa menarik pelan hodienya. Awan mencoba sabar, karena ia sedang malas berdebat. Namun ucapan Afisa setelahnya membuat ia menaikan sebelah alisnya.

Afisa menyodorkan kertasnya. "Nih gue udah. Buruan keburu Bu Ten bangun."

Awan masih diam. Membuat Afisa mendengus. "Buruan ntar kertas gue dirobek kalo sampe ketauan!!"

"Iya-iya." Lantas Awan mulai menyalin jawaban Afisa di kertasnya.

Sebelum mengumpulkan kertas ulangannya, Awan mengucapkan kata yang jarang sekali ia ucapkan. "Thanks." Katanya pada Afisa yang di balas anggukan plus senyum manis perempuan itu.
                              
                                 ***

PELANGI MEET AWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang