Pop Mie

4 0 0
                                    

Di sana di sebuah cafe outdoor Afisa menatap jengah pada manusia yang kini sedang mengepulkan asap rokoknya, cukup membuatnya terbatuk seketika.

"Sebenernya tujuan lo ngajak gue ke sini apa?"

Laki-laki itu tampak tersenyum miring. Mengabaikan ucapan Afisa, kembali melanjutkan kegiatan merokoknya.

Afisa mengepalkan kedua tangannya, menatap tajam laki-laki di hadapannya. "Gam, kalo lo nggak ngomong. Gue pulang."

Afisa berusaha untuk sabar. Satu menit, ia akan menunggu satu menit. Jika dalam jangka waktu satu menit, laki-laki itu belum berbicara juga. Ia akan pulang. Lagipula ia kasian dengan Arkan, yang sendirian di rumah.

Habis. Waktunya sudah habis. Afisa bangkit dari duduknya.

"Gue belum nyuruh lo pergi."

Tidak perduli, ia tidak perduli. Afisa tetap melangkahkan kakinya pergi dari sana. Namun cekalan di tangannya membuat dia memberhentikan jalannya.

"Gam..." Suara itu terdengar lelah di telinga Gama.

"Adek lo gimana kabarnya?"

"Baik."

Gama mengangguk-anggukan kepalanya. Lalu menatap perempuan yang sedang berdiri di sampingnya, tatapan perempuan itu menatap ke arah depan. "Gue mau lo jadi pacar gue."

"Bahkan lo tahu jawabannya akan tetap sama." Afisa mencoba melepas cekalan Gama di tangannya. Namun laki-laki itu makin kencang menggenggam tangan Afisa.

"Kesempatan lo udah abis." Gama melepas cekalannya. Lalu beranjak dari sana meninggalkan Afisa dengan wajah bingung. Maksud perkataan laki-laki itu apa?

                              ***

Perempuan itu tampak semangat mengantarkan pesanan, menuju pelanggan. Lalu berjalan cepat menuju meja kosong, mengambil piring serta gelas kotor. Lantas langsung me lap mejanya.

Sudah 6 bulan perempuan itu bekerja di sana. Dan dia tampak betah bekerja di sana. Karena dia bisa bekerja sepulang sekolah dan pulang pukul 7 malam.

"Afisa."

Afisa yang sedang menaruh piring kotor, menoleh menatap Edo yang barusan memanggilnya. "Ada apa Do?"

"Lo dipanggil Pak Ryan."

"Ha?" Afisa menaikan kedua alisnya. Ini belum akhir bulan, belum saatnya membagikan gaji.

Edo menepuk bahu Afisa. "Jangan bengong."

"Hah?"

Edo tertawa ringan. "Ke ruangan Pak Ryan gih."

Afisa menganggukan kepalanya. Lantas berjalan menuju pintu coklat di pojok ruangan.

Sebelum masuk Afisa mengetuk pintu itu, lalu masuk. Di sana Pak Ryan tampak tersenyum. Lalu mempersilahkan Afisa duduk.

"Ada apa Pak Ryan?"

Pak Ryan tampak menghembuskan nafasnya kasar. Dia memandang Afisa dengan tidak enak. "Maaf Afisa hari ini saya tidak bisa melanjutkan kamu bekerja di sini."

Afisa tampak terkejut, memikirkan kesalahan apa sampai membuat dirinya di pecat.

"Kesalahan saya apa ya Pak?"

Pak Ryan tersenyum. "Kamu tidak ada salah."

"Lalu, kenapa saya dipecat Pak?"

"Maaf Afisa, pemilik restoran di sini meminta kamu untuk berhenti bekerja."

PELANGI MEET AWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang