Awan

48 13 2
                                    

Sore itu saat sepulang sekolah tidak ada yang berubah dari keduanya. Mereka tetap pulang bersama, walau sejak Awan menunggu Pelangi di depan kelas Pelangi untuk pulang, hanya laki-laki itu saja yang sibuk berceloteh.

Saat Awan menanyakan apakah Pelangi marah dengan laki-laki itu. Dengan cepat Pelangi menggeleng dan Awan seratus persen tidak mempercayai itu.

Mereka kini tengah berada di koridor sekolah menuju parkiran. Dengan Pelangi yang terus menggenggengam erat kedua tali tasnya, sengaja agar Awan tidak bisa menggenggam tangannya.

Awan terkekeh. Kembali melanjutkan ceritanya, yang terus diabaikan Pelangi. "Pel lo tau nggak, Abeng si badan gala. Masa dia kan lagi makan permen karet eh dia bersin di belakang Pa Bandi. Lo tau tuh permen nyangkut di rambutnya Pak Bandi. Udah deh si Abeng dihukum skiping seratus kali...udah badan tinggi makin tinggi dah."

Pelangi menoleh, menatap Awan sengit. "Lo kaya ema-ema berisik."

Awan tersenyum senang. "Ciee my baby ngomong juga."

Pelangi mendesis. Lalu mendekatkan wajahnya pada telinga Awan. "Ciee Babi lagi senyum." Pelangi tersenyum sinis, lantas langsung berlari meninggalkan Awan yang dibuat melongo.

Awan berlari mengejar Pelangi, jelas saja ia tidak tinggal diam setelah mendengar umpatan Pelangi barusan.

Hap

Awan memeluk Pelangi dari belakang, sontak membuat sang empunya terkejut. "Lepas nggak lo." Pelangi mencoba melepas kedua tangan yang berada di perutnya. "Lepas. Lo mau modus ya!!"

Awan tertawa mendengarnya. "Iya. Kok lo Tau?"

"Lepas Awan gue tuh kesel sama lo."

Awan menaruh wajahnya di bahu Pelangi. "Maaf." Lembut..suara itu berubah lembut, saat mengatakan kata maaf. Awan jelas tahu apa yang membuat Pelangi kesal padanya. Bahkan Awan masih merutuki dirinya karena menyinggung masalah Bunda. Bahkan saat kecil dirinya dan Bundanya bilang pada Pelangi untuk menganggap Bundanya milik Pelangi juga. Namun tadi, dengan bodohnya Awan berujar seperti itu.

"Lo lupa?"

Bukan, suara itu bukan milik Awan. Pelangi menoleh seperti mengenal suara itu. "Lo kenapa ninggalin gue?"

Pelangi membuang nafasnya kasar. "Gue lupa."

Laki-laki itu mengangguk. "Ayo." Dia tampak berjalan terlebih dahulu. Diikuti Pelangi dari belakang.

"Lo mau kemana?"

"Kerja kelompok."

"Gue anter ya?"

"Nggak bisa. Gue harus bareng dia."

Awan melirik Pelangi yang tampak acuh padanya. "Lo nggak berniat ngehindar kan?"

Pelangi menaikan kedua alisnya. "Atas dasar apa, gue ngehindar dari lo."

Awan mengangguk kepalanya. "Yaudah hati-hati."

"Iya gue duluan." Tanpa menunggu jawaban Awan Pelangi berjalan menuju Ananta yang sedang bersender di depan mobilnya. "Ayo, kenapa diem aja."

Ananta mengangguk lalu masuk menuju pintu kemudi. Sedangkan Pelangi menuju kursi penumpang.

"Tumben dia nggak marah?"

"Nggak usah ngajak ribut deh Nan. Mending lo jalan."

Ananta mengangguk, lalu menjalankan mobilnya. "Serius gue nanya. Apa sih yang ngebuat lo benci sama gue?"

"Gue nggak benci sama lo."

"Kalo nggak benci. Napa lo senewen mulu sama gue?"

Pelangi membuang nafasnya kasar. "Gini ya Nan, First impression gue ke elo aja udah buruk. Ditambah sikap lo yang nyebelin plus sok tahu itu yang bikin gue senewen sama lo."

PELANGI MEET AWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang