Dia tidak membawa mobil. Ia bersama Jinhyuk saat berangkat tadi, tapi sekarang sahabat sialannya itu meninggalkannya karena akan pergi mengambil patung Olaf yang dipesannya dua bulan lalu.
Biasanya saat Jinhyuk tidak ada dan dia tidak membawa mobil, Seungyoun akan ikut menumpang mobil Sejin.
Tapi sekarang tidak bisa lagi, mengingat Sejin telah memutuskannya tadi pagi dengan alasan ingin fokus berbisnis.
Seungyoun menghela nafas kasar. Sepertinya dia tidak lebih penting dari Olaf dan Marimong.
"Baby?"
Seungyoun tersentak saat mendengar bisikan yang sangat dekat dengan telinganya.
Pria Cho itu menoleh dan raut wajahnya berubah sinis, "Siapa yang lo panggil baby? Galiat badan gue se keker apa hah?"
Sang pemanggil, Hangyul tersenyum miring, "Hm? Masa?"
Pria Lee itu meletakkan satu tangannya dibahu Seungyoun. Turun kepunggung, merabanya pelan, dan bergerak kesamping merangkul pinggang Seungyoun.
"Lepas!" desis Seungyoun pelan.
Hangyul hanya tersenyum miring dan semakin mengeratkan rangkulannya.
Seungyoun menunduk. Mereka menjadi pusat perhatian. Memang hanya beberapa mahasiswa, tapi tetap saja memalukan.
Harga dirinya sebagai dominant benar benar jatuh.
Dia harus cepat cepat mencari cara untuk menyingkirkan Hangyul.
. . .
Seungyoun menguap pelan. Netranya menatap jengah Hangyul yang sedang mengamati serius berbagai judul buku didepannya.
Lee sialan itu memaksa untuk menemaninya ke toko buku. Dan lagi lagi Seungyoun tak bisa menolak, karena Hangyul berkata akan mengantarkannya pulang.
Well, mereka saling mengambil kesempatan.
Tapi Seungyoun benar benar bosan, "Hangyul cepetan!"
Hangyul menoleh, netranya mendapati Seungyoun yang menatapnya sayu khas orang orang mengantuk, -walaupun Hangyul berpikir lain.
Hangyul menatap Seungyoun lama,
Sangat cantik.
Hangyul bersumpah tidak akan membiarkan Seungyoun pergi darinya lagi. Kalau perlu dia akan memasangkan kalung rantai agar Seungyoun tak bisa lari lagi.
"Hangyul!"
Hangyul tersentak dari lamunannya tentang cara mempertahankan Cho Seungyoun.
"Kenapa hm? Bosen?" tanyanya.
"Pikir aja sendiri!" sahut Seungyoun ketus.
Hangyul terkekeh pelan, "Main cooking mania aja dulu."
"Sinting!" tukas Seungyoun sinis.
Hangyul tersenyum geli, dia berjalan menuju ke arah Seungyoun yang duduk disalah satu kursi.
"Lo udah putus dari Lee Sejinkan?" tanya Hangyul saat sudah berada disamping kursi yang diduduki Seungyoun.
"Ud- anjir lo apain Sejin?" tanya Seungyoun balik. Sudah pasti ini campur tangan Hangyul.
Hangyul mengusak pelan rambut Seungyoun, "Ada. Yang pasti bikin lo jadi milik gue seutuhnya."
Seungyoun berdecak pelan kemudian berdiri dari kursinya, "Gue mau nyari bahan presentasi, tunggu aja disini." ucapnya cepat kemudian berlalu.
Pria Cho itu menepuk pelan kedua pipinya. Kenapa rasa panas dipipinya tak kunjung hilang?
"Seungyoun?"
Seungyoun menggeram kesal. Kenapa pengganggu selalu ada dimanapun?
Seungyoun menoleh, "Wooseok?"
Kim Wooseok. Mantan kekasih Jinhyuk.
Wooseok tersenyum tipis, "Apa kabar?"
"Baik. Lo gimana?" sahut Seungyoun.
"Gue juga b-"
"Kak Oshin~"
Sebuah suara dari pria mungil dengan keimutan diatas rata rata menyela perkataan Wooseok. Pria itu menghampiri Wooseok dan menggandeng sebelah tangannya.
"Udah selesai?" Wooseok bertanya lembut.
Pria mungil itu mengangguk lucu. Kemudian mata bulatnya menatap Seungyoun bingung.
"Kak Oshin dia siapa?" tanyanya, mata bonekanya masih setia menatap Seungyoun yang sedari tadi menahan gemas.