3. Tetangga

304 50 8
                                    

Bersenang-senang bagi seorang Narraiyan bukanlah pergi ke Club malam lalu minum dan berputar di lantai dansa, atau ke Bengkel untuk memodifikasi kendaraan kesayangannya. Dia penyuka olahraga seperti Futsal, Voli atau Bulutangkis. Dia juga suka bermain video game. Tapi ada satu kegiatan yang membuatnya benar-benar merasa hidup, yaitu memotret. Membidik Objek apa saja yang menurutnya menarik.

Seperti sekarang, sepulang sekolah ia tidak langsung menuju rumah. Setelah memarkirkan motor, ia menaiki JPO di daerah Senayan, mencari spot yang pas untuk menangkap gambar yang ia inginkan. Berada di tengah kota seperti ini, Raiyan lebih suka menjadikan keramaian Ibu Kota sebagai buruan utamanya. Lalu-lalang para pemburu Rupiah yang tak gentar dengan teriknya sang Surya. Atau gedung-gedung tinggi yang kian menjamur di kota yang tidak pernah tidur ini.

Raiyan mengarahkan kamera ke sekumpulan burung yang bertengger di kabel-kabel listrik. Memutar lensa lalu menekan tombol. Dari sekian banyak kawanan, ada sepasang burung yang bertengger di ujung kabel menarik perhatian Raiyan.

Raiyan menunduk memeriksa layar kameranya, mengangguk-angguk, mengisyaratkan puas dengan jepretan barusan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raiyan menunduk memeriksa layar kameranya, mengangguk-angguk, mengisyaratkan puas dengan jepretan barusan. Ia berjalan ke lain sisi, mencoba menangkap gambar aktivitas kendaraan yang ada di bawah jembatan lalu berjalan lagi untuk menghasilkan gambar-gambar lainnya.

Lensa Raiyan tak sengaja mengarah pada bocah laki-laki berpakaian lusuh di bawah sana yang juga melihat ke arahnya. Raiyan menurunkan kamera, berkedip dua kali lalu menoleh ke kanan dan kiri. Hanya ada dirinya.

"Ada yang aneh apa?" Raiyan berbicara sendiri. Anak itu tak mengalihkan perhatian. "Apa ada penampakan?" Raiyan bergidik ngeri melihat sekitar, lalu tertawa. "Gue nggak takut setan. Setan yang takut gue." Kalau ada Alita, pasti Raiyan sudah diteriaki: SINTING!

Entah dorongan dari mana Raiyan kembali mengangkat kamera, sedikit memutar lensa lalu menangkap gambar Si bocah lusuh sebagai objeknya.

Wajah innocent tanpa ekspresi itu terpampang di layar kamera DSLR milik Raiyan. Ia memerhatikan gambar bocah itu baik-baik. "Melas banget lo Bocil!" dan benar firasat Raiyan, anak laki-laki itu masih melihat ke arahnya.

Tanpa pikir panjang, Raiyan bergerak menuruni JPO, berniat menanyakan pada Si bocah lusuh kenapa terus menatapnya tanpa ekspresi bahkan sampai saat Raiyan sudah tiba di ujung tangga dan berjarak kurang dari  sepuluh meter darinya.

Raiyan duduk di anak tangga terakhir dengan tangan kiri yang masih memegangi kamera. Tangan kanannya melambai mengisyaratkan pada Si bocah lusuh untuk mendekat. Bocah itu pun mendekat tanpa pikir panjang, hingga ia berdiri tepat di depan Raiyan.

"Gue tau gue itu cakep pake banget. Tapi lo kan juga cowok, ngapain dari tadi ngeliatin gue kayak gitu?"

Posisi Raiyan yang duduk membuat wajah mereka saling berhadapan. "Kayak gitu gimana?" tanya Si bocah datar, tidak terpengaruh sikap over PD lawan bicaranya.

"Kayak gini." Raiyan menunjukkan hasil foto terakhirnya.

Anak laki-laki itu memerhatikan gambar dirinya sendiri di kamera Raiyan. "Oh."

Dream EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang