14. Bubur dan Perhatian

319 38 5
                                    

Mungkin ini lebih tepatnya adalah pengeroyokan, bukan tawuran antar pelajar. Sayangnya segerombolan remaja badung itu kabur sebelum Kevin turun dari mobil, meninggalkan korbannya berdarah-darah memegangi perut di atas aspal.

"Raiyan," Suara Alita bergetar. Ia berjongkok memegang dua sisi kepala untuk memeriksa keadaan pemuda itu. Raiyan menatapnya dengan tatapan linglung. Pandangan matanya kabur, wajahnya berhiaskan lebam di mana-mana. Ujung bibir dan pelipisnya berdarah.

Alita mengusap darah di ujung bibir Raiyan penuh hati-hati.

Dua security berlarian saat Kevin berteriak memanggil mereka.

Kemana saja mereka? Apa saat terjadi pengeroyokan tadi mereka sedang mendengarkan musik metal memakai Headset? Padahal jarak Tempat Kejadian dengan Pos Security Komplek tak sampai 500 meter.

"Alita... Biar Security bawa Raiyan ke mobil ayah." Kevin mengeluarkan ponsel bersiap melakukan panggilan telepon. Alita mengangguk mengerti.

Sebelum mempersilakan Security membawa Raiyan, Alita melepas tas dari punggung cowok itu, memungut helm yang tergeletak tidak jauh dari pemiliknya lalu berlari ke arah mobil.

***

Raiyan merintih saat kapas beralkohol menyentuh luka di pelipisnya. "Ta," Cowok itu terbaring di sofa nyaman ruang tamu keluarga Anjaya.

"Diem dulu, Yan!" Alita menepis tangan Raiyan yang dirasa mengganggunya.

Melihat interaksi anak gadisnya dengan seorang pemuda, Syiffa yang duduk memegangi botol alkohol melirik canggung pada Kevin.

"Ekhm, ada yang bisa ayah bantu?"

"Ada." Sahut Alita tanpa menoleh. "Anter kami ke kantor polisi, Yah. Alita tau siapa yang harus bertanggungjawab atas kejadian ini."

Namun Raiyan langsung bangkit tidak peduli dengan beberapa luka dan sakit yang ia rasakan di sekujur tubuhnya. "Gue mau balik aja, Ta." Gumamnya menahan perih di bibir. "Thanks ya." Lanjutnya sebelum Alita sempat menyela.

"Kamu yakin, Raiyan?" Tanya Syiffa.

"Motor kamu dibawa orang bengkel kenalan saya. Kalo mau pulang, biar saya yang antar."

"Makasih, Om." Raiyan mengenakan tas ranselnya. "Makasih, Tante. Saya pulang dulu." dan yang terakhir ia pamit pada Alita. "Gue balik dulu."

Alita menatap tidak percaya pada pungung berjaket kotor itu pelan-pelan meninggalkan rumahnya lalu naik ke mobil Sang Ayah. Ia tidak mengerti dengan jalan pikiran Raiyan. Alita yakin dengan sedikit bantuan orangtuanya, mereka pasti dengan mudah bisa menjebloskan Jovan dan teman-temannya ke penjara.

***

Berdiri di depan gerbang sebuah rumah yang pernah Yemima sebut Rumah Gembong Narkoba sambil membawa rantang berisi bubur panas belum pernah terpintas di kepala kecil Alita. Berkat paksaan Sang Mama, Alita kesini setelah makan malam diantar Pak Budi menggunakan motor matic milik laki-laki paruh baya itu. Tidak lupa Bubur ayam kaldu jamur buatan Mama-dan sedikit dibantu dirinya-Alita bawa serta sebagai kawan besuk teman yang sedang sakit.

Semua ini bukan tanpa alasan. Sejak Raiyan pulang penuh luka diantar Kevin tadi, Alita jadi sering melamun dan kurang bersemangat. Memang Syiffa tidak bisa membaca isi hati putrinya. Namun dari binar redup mata Alita, Syiffa dengan jelas mengetahui bahwa gadis itu sangat mengkhawatirkan keadaan teman laki-lakinya.

"Non, Pak Budi tinggal dulu, ya? Nanti telpon aja kalo minta dijemput."

Alita menoleh ke belakang, mengangguk pada Satpam kepercayaan keluarganya itu sambil tersenyum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dream EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang