13. Pertarungan

259 33 2
                                    

"Serang, Dit!"

"Anjir, Anjir gue dikepung. Jangan diem aja, Yan! Bantuin gue woy!"

"Lo main ML kayak main Barbie, Dit. Lembek banget."

"Yan! Esmeralda gue, Anjir!"

Rusuh rusuh. Tanpa menghiraukan kedua temannya, Edo mengupas kacang kulit dengan pandangan lurus pada gadis yang baru keluar dari Ruang Guru dengan wajah lelah lalu mengunyah isinya santai.

"Alita..." Ucap Edo malas.

Saraf pendengaran Raiyan menyahut cepat seperti tersengat listrik. Otot tangannya pun seirama, langsung mematikan game online nya dan memasukan ponsel ke saku celana. Ia melihat gadis pujaannya berjalan lesu menjauh dari tempatnya.

"Gue balik duluan. Lo mainnya nggak seru, Dit! Males gue buang-buang waktu." Kata Raiyan sambil mencuri lirik pada gadis yang menyusuri koridor di seberang sana.

"Anjing emang lo, Yan! Tadi maksa-maksa main ternyata cuma buat nemenin lo nunggu Alita!" Maki Dito tidak terima.

Raiyan nyegir saja, lalu berdiri mengenakan tasnya.

"Do, ajak temen lo balik sana. Kayaknya dia lagi PMS hari ini."

"Kampret lo emang. Dari tadi gue juga udah mau balik. Lo yang maksa mabar sambil ngancem kagak kasih contekan ulangan harian minggu depan." Dito mendengus kesal. "Ayo, Do, balik." Dito menyahut lengan Edo, menyeretnya menuju parkiran.

Tanpa membuang waktu terlalu banyak, Raiyan langsung berlari kecil mencari Alita yang sudah hilang dari pandangannya.

Ke arah gerbang. Ini sudah sore, Alita tidak mungkin mampir ke mana-mana lagi dan langsung pulang.

Raiyan tersenyum saat melihat Alita berjalan sambil memainkan ponsel di depan Ruang Osis. Namun senyum itu lenyap seketika saat pemandangan berubah mencekam. Langkah cowok itu berhenti tiba-tiba, otot wajahnya mengeras dengan kedua tangan terkepal kuat.

Raiyan berlari menyeberangi lapangan Voli secepat maling motor yang ketahuan. "Bajingan..." Bisa jadi Alita dalam bahaya.

Sempat terdengar suara kain robek karena tarikan kuat Raiyan. Cowok itu tak menghiraukannya, hingga ia duduk mengambang dengan kepalan tangan yang siap menghantam wajah seseorang di bawah kungkungannya.

"Jangan sentuh Alita." bisiknya dalam.

"Raiyan?" panggil Alita syok.

Namun sepertinya Raiyan tidak memiliki jiwa petarung, terbukti saat kepalan tangannya tidak pernah menyentuh kulit Jovan dan kondisi berbalik.

Jovan bangkit, mendorong Raiyan hingga terjerembab. "Cewek sama Cowoknya sama aja. Suka ikut campur urusan orang." dan hendak memberi serangan balik.

"Stop!" teriak Alita tidak mau Raiyan terluka.

Untung Raiyan berhasil menghindar, tinjuan Jovan menghantam lantai.

Ini kesempatan, Jovan pasti kesakitan. Raiyan berdiri, mencekeram kerah kemeja Jovan yang robek olehnya lalu mendorongnya membentur tembok.

"Jangan pernah sentuh Alita. Sekali aja lo ngelakuin lebih dari ini, lo berurusan sama gue."

Jovan tersenyum miring. "Salah siapa dia ikut campur urusan gue sama Sephia?"

Raiyan menatap tajam, mendekat, dan berbisik tepat di telinga kanan lawannya. "Gue tau apa aja yang pernah lo lakuin di halaman belakang dekat gudang. Dan lo pasti paham, mata gue nggak cuma dua." ia sedikit menarik ujung bibirnya. Walau tidak dapat melihat ekspresi Jovan, Raiyan tahu bajingan itu sudah terpojok oleh kalimatnya. "Ya, mata ketiga gue merekam semuanya. Dalam sekejap gue bisa bikin lo dikeluarin sekolah. Dan yang lebih parah-"

Dream EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang