ೋ•◦ doubt •◦ೋ
|Bagian 13|
RATU langsung berlari ke kamarnya dengan derai air mata yang masih mengalir. Ia kesal, namun entah kesal kepada siapa. Yang pasti ia masih tidak percaya dengan reaksi Mamanya. Seakan-akan dirinya yang paling dibenci disini.
Sultan yang melihat itu lantas mengejar Ratu dan berlari menyusulnya dari belakang. Ketika jaraknya hampir mendekati Ratu, Sultan langsung meraih tangan Ratu dan mencekalnya.
"Rat, Rat, tunggu!" seru Sultan.
Gadis itu menoleh dan meronta ingin melepaskan cekalan tangan Sultan pada tangannya. Matanya menatap tajam Sultan. "Lepasin! Semua gara-gara lo! Lo bikin Mama gue nangis! Lo ngerusak semuanya! Argh! Mama benci sama gue gara-gara lo! HIKS! Gue benci lo! Gue benci! Brengsek! Sialan! BENCI!"
Sultan kembali menarik tangan Ratu, "Rat, dengerin gue dulu. Please, lo jangan terbawa suasana dulu," ucap Sultan mencoba untuk menenangkan.
"Apa, huh?! Lo bilang jangan terbawa suasana?! Mikir, Sul, mikir! Gimana gue gak terbawa suasana kalau Mama gue nangis gitu?! Itu semua gara-gara lo! Lo udah bikin semua hidup gue hancur! Bahkan Mama natap mata gue aja enggan, gimana gue gak kebawa hati?! Lo gak ngerasain ada di posisi gue! Seakan-akan semua masalah ini berawal dari gue! Apa nanti kata Papa gue?! Bang Reyhan?! Gue gak yakin mereka gak kecewa sama gue!" isak dan tangisan Ratu semakin deras begitu mengucapkannya.
Sultan melepaskan cekalannya, lalu kepalanya menunduk. Punggung lelaki itu bersender di dinding. Lalu perlahan kakinya menekuk sampai berjongkok. Tak kuasa menahan berat tubuhnya sendiri. Matanya ia pejamkan, mencoba merelaksasi otaknya yang terasa sangat penuh dan ingin meledak.
Melihatnya, Ratu sedikit tersentak. Baru kali ini ia melihat Sultan yang terlihat lemah sekali seperti ini. Terlihat sangat murung dan seperti sudah putus asa terhadap semuanya. Terhadap masalah yang sekarang terasa seperti berdatang dengan bertubi-tubi.
"Kata maaf mungkin gak pernah cukup, Rat. Gue sadar akan hal itu. Gak akan pernah bisa balikin semuanya. Dan gue juga gak bisa nyalahin gue sendiri, Rat. Gue harap lo ngertiin. Kita sama-sama tersiksa disini. Gak ada yang mau ini terjadi. Gue gak ngerti siapa yang benci gue sampe ada yang tega balas dendam ke gue sampe segininya. Gue lelah, Rat. Kita sama-sama lelah. Gue capek. Dan gue gak bisa nerusin semuanya sendiri. Gue juga manusia, punya titik kelemahan."
Lelaki itu kesal, namun entah ingin melampiaskannya kepada siapa. Jelas-jelas ia tidak ingin ini terjadi. Ia lebih baik menyetujui Ratu untuk tidak ikut dari awal daripada semuanya seperti ini. Tapi semuanya ditegaskan lagi oleh kenyataan, bahwa itu tak akan terjadi. Tidak akan pernah bisa kembali seperti awal yang baik.
Ia lelah, memang benar. Jika ia diusir dirumah, tak apa. Ini kesalahannya sendiri yang memang bukan tulus kesalahannya, dan jika memang benar diusir, ia rela. Tapi ia tidak bisa, ia tak bisa meninggalkan Ratu. Ratu juga tanggung jawab utama yang harus ia laksanakan. Ia tidak bisa membiarkannya begitu saja.
Tapi jika Ratu yang mundur? Ia tidak yakin akan bisa melakukannya sendiri. Ia butuh bantuan, butuh setidaknya sedikit bantuan beban yang membantunya. Atau yang bisa memberikannya keyakinan penuh bahwa ia benar-benar bisa melewatinya sendiri.
Dan ia membutuhkan Ratu. Kalaupun Ratu memang tak ingin sama-sama memperbaiki, lalu untuk apa ia berjuang sendiri? Yang sama saja ia menjadi lelaki brengsek yang keluar dari tanggung jawab dan tidak punya pendirian. Dan apa? Dijauhi teman-temanya, dicaci orang lain. Sultan sadar, jika ia bukan orang yang apa-apa bisa sendiri. Ia akan terlihat sangat lemah tanpa ada orang yang membantu mendampingi.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Mine And I'm Yours [SUDAH DI TERBITKAN]
Novela Juvenil[15+] [Terdapat beberapa kata-kata kasar! Please be wise readers!] Sultan menahan tangan Ratu dan langsung mencekalnya. Ia menarik tubuh Ratu agar bersender di dadanya. Walaupun sekuat tenaga Ratu menepis dan mencoba melarikan diri, Sultan tetap mem...