TWD 19

40 4 8
                                    

26 Januari 2020

Ashly terbangun dari tidurnya saat sinar matahari menerobos masuk. Ia menguap dan mengucek matanya. Dengan setengah sadar ia melangkah menuju kamar mandi. Beberapa menit kemudian, ia keluar dari kamar mandi. Ashly mengenakan pakaian kerjanya dan mengenakan make up tipis.

Sampai dimana cerita masa lalunya tadi malam? Oh! Ashly ingat. Kencan pertamanya dengan Raven.

*******

Max menatap seluruh pria di depannya. Dua belas orang, termasuk dirinya dan Careen. Max menyunggingkan senyum mengerikannya.

"Persiapkan semua yang diperlukan. Besok, kita akan memulai penyerangan." perintah Max.

"Bagaimana kita memancing mereka?" tanya salah satu anggota.

"Culik salah satu diantara gadis itu. Jadikan dia sandra." jawab Max.

Seluruh orang mengangguk. Mereka mulai bubar menyiapkan segalanya termasuk beberapa pisau kecil. Juga jaket hitam dengan lambang Blackfire.

*******

Ashly tersenyum menatap sungai Seine yang memantulkan cahaya senja di depannya. Ia melirik tangan Raven yang merangkul bahunya, membuat tubuh mereka menempel. Raven meletakkan kepalanya di puncak kepala Ashly. Mereka hanya diam sambil menatap matahari yang hampir tenggelam di seberang sungai Seine. Angin sepoi-sepoi menerbangkan helaian rambut Ashly.

"Ashly." panggil Raven.

"Iya?" tanya Ashly.

"Bisa aku minta satu hal darimu."

Ashly mengangguk. "Katakan saja."

Raven mengecup puncak kepala Ashly sebelum melanjutkan ucapannya.

"Dokter Rustin mengatakan... Waktuku mungkin tidak lama lagi."

Ashly menoleh menatap Raven. Raven tersenyum lalu membelai rambut Ashly.

"Ketika aku pergi nanti... Jangan bersedih terlalu dalam."

Ashly menggenggam tangan Raven erat, ia menggelengkan kepalanya. Tidak ingin Raven mengatakan hal itu. Raven tersenyum, ia terus membelai rambut Ashly.

"Kau harus makan meski suasana hatimu tidak baik. Jangan mengurung diri di kamar seharian. Jangan menangis hingga matamu bengkak. Kau harus tidur ketika hari sudah malam. Kau harus berhasil menjadi penulis."

Ashly semakin mengeratkan genggamannya pada lengan Raven.

"Dan juga...." Raven menggenggam tangan Ashly lembut.

"Kau harus menemukan cinta sejatimu. Cinta yang membuatmu terus tersenyum bahagia. Bukan sepertiku yang malah membuatmu menangis."

Ashly menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Air mata membasahi pipinya.
Raven mengusap air mata Ashly lembut.

"Kau harus menemukan cinta sejatimu. Carilah pria yang hatinya sempurna untukmu. Aku tidak bisa... Hatiku sudah rusak."

Ashly menggelengkan kepalanya. Air matanya mengalir deras. Ia menyentuh rahang Raven.

"Kau adalah satu-satunya cintaku Raven. Kau sudah sempurna untukku."

Raven menarik Ashly dalam pelukannya. Ashly menangis terisak dalam dada bidang Raven.

Raven mengusap punggung Ashly. "Mau makan es krim?" tawar Raven.

Ashly mendongak. "Rasa vanila." Raven mengangguk setuju. Ia lalu menuntun Ashly menuju kedai es krim.

Raven memesan es krim vanila untuk Ashly dan es krim cokelat untuknya. Ashly tersenyum menerimanya, mencoba melupakan apa yang terjadi di jembatan Seine tadi. Ashly tahu, Raven sedang ingin menghabiskan waktu bahagia bersama Ashly. Dan Ashly tidak ingin merusak momen ini.

The White Dove (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang