TWD 17

37 5 10
                                    

25 Januari 2020

Ashly memberikan uang pada sopir taksi begitu sampai di depan rumahnya. Ashly masuk ke dalam. Orang tuanya belum pulang. Ashly memutuskan untuk ke kamarnya.

Ia melepas coat dan menyampirkannya di kursi. Ashly lalu duduk di kursi tersebut.

Cayla adalah sahabat terbaik. Ashly ingat ketika Cayla mengetahui tentang perasaannya pada Raven. Ashly mengira Cayla akan marah dan membencinya. Namun, Cayla dengan senyum hangatnya merelakan Raven.

*******

Paris, 2 tahun yang lalu...

Cayla semangat menarik tangan Ashly memasuki sebuah Cafe. Ashly hanya menggeleng pelan.

"Tiga Croissant, dua macaron, dan satu jus leci." pesan Cayla.

Ashly tidak habis pikir bagaimana bisa gadis itu memesan begitu banyak makanan manis pada malam hari.

"Kau pesan apa, Ashly?" tanya Cayla.

"Es krim vanila."

Ashly juga tidak habis pikir mengapa dirinya memesan es krim pada malam hari. Pelayan Cafe dengan cepat menyajikan pesanan mereka.

Cayla berbinar senang melihat Croissant di depannya. Ia segera menggigit satu Croissant. Sementara Ashly mulai menyendok es krim vanilanya dengan tenang. Cayla berseru tertahan saat merasakan rasa manis Croissant di mulutnya. Ashly terkekeh. Cayla mulai menghabiskan Croissantnya.

Beberapa menit berlalu. Tiga Croissant dan dua macaron Cayla telah habis. Jus lecinya juga tinggal setengah. Sementara es krim vanila Ashly masih cukup banyak. Ashly bukan lambat. Cayla lah yang terlalu cepat dan bersemangat memakan Croissant dan Macaronnya tadi.

Ashly memakan es krim yang telah dia sendok. Sensasi dingin memenuhi lidahnya.

"Hmm, Ashly?"

Ashly mendongak menatap Cayla yang berdehem di depannya. Cayla menggaruk pipinya pelan. Ashly meletakkan sendok. Ia mengenal Cayla. Tingkah Cayla yang seperti itu menjelaskan bahwa gadis itu ingin mengatakan sesuatu yang penting. Ashly menegakkan duduknya. Menunggu Cayla berbicara.

"Apa kau..." Cayla menjeda ucapannya.

"Apa kau sudah menanyakan pada Raven siapa gadis yang di sukainya?"

Ashly meremas kedua tangannya yang gemetar. Seperti tersangka yang sedang di interogasi polisi.

"Belum. Aku lupa menanyakannya." bohong Ashly.

Cayla mengangguk. "Kalau begitu jangan tanyakan."

Ashly mengernyit bingung. Cayla tersenyum.

"Raven tidak menyukaiku. Bukan, lebih tepatnya. Raven tidak mencintaiku."

Cayla menatap mata Ashly. "Dia mencintai gadis lain."

Ashly memutuskan kontak mata mereka dan melihat ke arah lain. Cayla meraih tangan Ashly dan menggenggamnya.

"Ashly."

Ashly terpaksa harus melihat ke arah Cayla lagi.

"Selama ini kau selalu berusaha membuatku bahagia. Bahkan kau tidak peduli untuk mengurus kebahagiaanmu sendiri. Kau selalu mementingkan aku dan Raven. Sahabatmu. Kau gadis yang baik, Ashly. Kau memimpikan sebuah kisah persahabatan sejati yang berakhir bahagia. Tapi kau bahkan tidak pernah memikirkan kebahagiaanmu sendiri."

Ashly menunduk mendengar ucapan Cayla.

Cayla mengusap pelan tangannya. "Mulai sekarang aku ingin kau berbahagia juga, Ashly. Aku tau bahwa kau sedang jatuh cinta. Kau tidak boleh melepaskan cinta pertamamu! Bahkan untukku! Kau tidak boleh melepasnya!"

The White Dove (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang