TWD 21

37 3 0
                                    

26 Januari 2020

Ashly mengecek jam tangannya. Waktu istirahat. Ia meregangkan otot-otot tangannya. Ashly bangkit menuju dapur kantornya. Ia menyeduh kopi.

Ashly merasa sesak mengingat kejadian mengerikan dua tahun lalu. Ketika Raven terluka dan Cayla menghilang. Di situlah Blackfire beraksi.

*******

Paris, 2 tahun yang lalu...

Cahaya matahari mulai merambat masuk melalui jendela besar sebuah kamar mewah. Raven menguap sambil merentangkan tangannya. Ia meraih ponsel yang berada di nakas. Entah kenapa ia sangat merindukan Ashly pagi ini. Raven mengetikkan sebuah pesan di ponselnya.

Raven : Selamat pagi, bagaimana tidurmu semalam?

Raven mengetuk-ngetukkan jari ke layar ponselnya sambil menunggu balasan dari Ashly. Sebuah pesan masuk. Raven segera membukanya dengan cepat.

Ashly : Pagi juga, tidurku nyenyak. Bagaimana denganmu?
Raven : Sangat nyenyak karena aku melihat bidadari cantik dalam tidurku.
Ashly : Kau memimpikan wanita dalam tidurmu?
Raven : Ya. Bidadari itu sedang mengobrol denganku lewat pesan sekarang.
Ashly : Wow! Apakah ini benar Ravenel Smith si pria beku?
Raven : Orang yang kau sebut pria beku ini adalah kekasihmu.
Ashly : Aku tidak ingat pernah memiliki kekasih.
Raven : Benarkah? Then, did you forget about our first kiss in the library last time?

Raven menahan tawanya karena Ashly tak kunjung membalas pesan itu. Sepertinya gadis itu malu dengan pertanyaan Raven barusan.

Ashly : Aku mau sarapan dulu. Kau sudah sarapan?

Tuh kan! Raven tertawa membaca pesan itu. Rupanya Ashly ingin mengalihkan pembicaraan. Raven semakin merasa ingin bertemu Ashly. Ia segera mengetikkan balasan.

Raven : Aku belum sarapan. Bagaimana jika kita sarapan bersama? Aku tau dimana toko roti yang enak. Kita juga bisa membeli susu.
Ashly : Kedengarannya bagus.
Raven : Bersiaplah. Aku akan menjemputmu dalam 15 menit.

Raven segera melesat ke kamar mandi. Butuh waktu sebentar bagi pria itu untuk membersihkan dirinya. Setelah itu, Raven memakai hodie putih dan celana jeans serta sepasang sepatu kets. Ia mengambil kunci mobilnya sebelum melesat keluar kamar.

*******

David mengemudikan mobilnya sambil sesekali mendesis sebal. Mimpi tadi malam begitu nyata. Mengulang kembali masa lalunya yang berusaha ia lupakan. Seolah menusukkan kaca yang telah tertancap di kulit hingga melesak kedalam. Begitu sesak, juga sakit.

David melajukan mobilnya tak tentu arah. Wajah Nancy yang telah dingin kembali terlintas di pikirannya. David memukul stir kemudi. Melampiaskan kekesalannya. Nancy adalah satu-satunya yang dia miliki sejak kedua orang tuanya meninggal. Tapi pria itu telah merebut segalanya!

David melihat sebuah mobil bmw merah berjalan tenang di depan sana.

Emosinya yang mendidih membuat David menginjak gasnya kuat-kuat. Mobilnya melaju kencang. Rahangnya menekan kuat ketika jaraknya dengan mobil bmw merah itu kian dekat. Mobil itu tak sempat menghindar hingga terjadilah benturan keras.

Kening David membentur stir kemudi. Ia perlahan mendongak untuk melihat keadaan di hadapannya. Mobil bagian depannya hancur, namun tak separah mobil bmw merah di depannya. Kaca mobil itu pun pecah hingga mengenai orang yang berada di dalamnya.
Tangan David bergetar. Namun, sudut bibirnya terangkat. Dia telah membalaskan dendamnya. Sekarang, dia telah resmi menjadi seorang pembunuh.

*******

Raven menuruni tangga rumahnya dengan tersenyum. Ia berjalan menuju pintu rumahnya lalu membukanya. Raven menghirup udara pagi dengan senyuman tak lepas dari bibirnya.

The White Dove (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang