~10~

1.1K 55 23
                                    

Voment nya ya jangan lupa 😆
Happy Reading 😊

*****

"Kak Vanessa ngapain aja sih sampai pipinya bisa kayak gini" Tanya Nana sambil mmengelus pipi Vanessa.
"Gue gak apa-apa, santai aja Na" Jawab Vanessa sambil menurunkan tangan Nana dari pipinya.

Mereka berani berbicara santai seperti ini memang karena hanya berdua di ruang BK.

Ya setelah drama tadi, Vanessa dan Risa dibawa ke ruang BK. Mereka di interogasi tentang masalah yang terjadi. Namun karena sama-sama bungkam, akhirnya bu Ningsih dan bu Ratih-guru BK- hanya bisa menceramahi mereka. Setelah itu Nana ijin untuk memakai tuang BK untuk mengobrol dengan Vanessa berdua. Tentu dengan embel-embel 'anak beasiswa'.

Disinilah mereka sekarang dengan Vanessa yang kembali di ceramahi oleh Nana. Nana yang lebih muda dari Vanessa tetap berani memberi petuah. Karena memang khawatir sehingga Vanessa pun tidak memotong ucapan Nana.

"Udah berapa kali kak?" Pertanyaan Nana yang tidak jelas membuat Vanessa mengangkat satu alisnya tanda tak mengerti. "Berapa kali kak Vanes dibully?" Jelas Nana selanjutnya.
"Lupa" Jawab Vanessa santai sambil mengedikkan bahunya. Yah beginilah Vanessa. Cuek. Gak peduli lawan bicaranya geram dengan jawaban itu. Tapi Nana pun sudah terbiasa, hidup belasan tahun masalah seperti ini hanya masalah kecil. Jadi Nana hanya menghela napasnya.

"Yaudah kalau gitu kak. Nana balik dulu ya kak." Pamit Nana sambil bangkit berdiri. Vanessa hanya menjawabnya dengan anggukan.

Bu Ningsih masuk beberapa saat setelah Nana keluar. Sepertinya ada pembicaraan ringan diantara mereka diluar.

"Vanessa saya minta kamu untuk melaporkan kepada saya atau guru lain apabila mendapat Bullyan. Agar pihak sekolah bisa segera menangani nya, kamu paham?" Nasihat panjang Bu Ningsih sesaat setelah ia duduk di depan Vanessa. Vanessa mengangguk an kepalanya tanda mengerti. Setelah mendengarkan omelan panjang kali lebar Bu Ningsih Vanessa segera pamit keluar. 

Begitu keluar dari ruang BK. Terlihat koridor yang sepi. Tentu saja karena bel sudah berbunyi sejak kejadian bully tadi. Tapi yang Vanessa lakukan adalah berjalan ke arah yang berbeda dari arah kelasnya. Ia berjalan menuju tangga yang akan mengarah kannya ke rooftop.

Ia perlu menenangkan pikiran nya. Mungkin kah keputusan nya untuk turun tangan langsung adalah keputusan yang tidak tepat? Selain karena menjadi bahan bullyan, Ia juga harus menahan diri saat bertemu Mereka.

Ia lelah. Rasanya tak ada yang benar.
Ia ingin merasakan masa SMA, tapi tidak dapat menahan diri saat bertemu penoreh luka (?). Luka yang sangat dalam, luka yang tak bisa di obati menjadi penyakit bagi Vanessa. Ia selalu berjalan di atas duri dendam.

Vanessa hanya bisa merenung kan tanpa pernah mendapat jalan keluar.

*****

"Tunggu"

Tangan Vanessa dicekal seseorang saat ia hendak menaiki sepedanya. Ia menoleh untuk melihat siapa yang Sudi berbicara dengan seorang nerd sepertinya. Raut muka Vanessa berubah menjadi datar saat mengetahui siapa pelaku tersebut. Rian juga Lea yang berada dibelakang nya menatap Vanessa lekat.

"Ada yang mau gue tanyain ke Lo, bisa?" Karena tak ada respon dari Vanessa, Rian segera melanjutkan kalimatnya. Vanessa hanya menaikkan alis tanda tak mengerti maksud Rian. Tapi bagi Rian itu merupakan sebuah persetujuan, maka ia segera menarik tangan Vanessa menuju taman belakang tak lupa diikuti oleh Lea yang sedari tadi hanya menatap Vanessa lekat.

Vanessa terpaksa mengimbangi langkah Rian dibanding dengan diseret. Iya Rian tak peduli lagi dengan tanggapan Vanessa maupun siswa yang masih berada di parkiran. Ia tak tahu bahwa tindakan nya dapat akan berefek kepada Vanessa.

Membayangkan pipinya yang masih berbekas tamparan, membuat Vanessa hanya menghela nafas. Mau menolak kekuatan nya pun tak sebanding dengan Rian yang notabenenya seorang laki-laki. Lagipula mau lari kembali kearah parkiran pun jalannya tertutup oleh Lea yang berjalan dibelakang nya. Yang bisa Vanessa lakukan hanya mengikuti mereka dengan pasrah.

*****

Di taman belakang tak ada satupun yang mau membuka mulutnya. Karena nya Vanessa mulai jengah. Mereka yang mengajak -menyeret- nya dengan embel-embel bicara, tapi sedari tadi tidak ada yang membuka mulutnya. Vanessa berdiri degan jengah dan menatap mereka dengan wajah datar.

"Maaf kak kalau memang tidak ada yang mau dibicarakan saya pulang dulu. Saya juga ada kesibukan yang harus dilakukan. Permisi."

Tangannya dicekal kembali saat ia akan berjalan kearah parkiran. Vanessa menghela nafas lagi. Ia mulai memikirkan sudah berapa kali ia menghela nafas sepanjang hari ini. Sepertinya memang berlama-lama dengan misi ini tidak baik. Karena baru beberapa hari saja ia sudah menghela nafas berulang kali.

"Siapa nama Lo?" Tanya Rian langsung, ia tak mau Vanessa pergi sebelum rasa penasarannya terpuas kan. Lea pun sama. Meskipun sedari tadi tak mengeluarkan kata. Tapi dari tatapan matanya setiap orang akan tahu bahwa dibalik diamnya ada sesuatu yang besar dan sangat ingin ia muntahkan tapi tak sanggup.

"Vanessa." Jawaban singkat Vanessa tentu tak akan bisa memuaskan kedua bersaudara ini.

"Nama panjang kak, karena kami yakin kakak adalah orang yang selama ini kami cari." Kalimat pertama yang dikeluarkan Lea terdengar tak sabar.

"Siapapun yang kalian cari saya tak peduli, karena saya pun juga yakin kalau yang kalian cari bukan saya. Dan nama saya Vanessa Adelka. Saya permisi." Vanessa tau ia tak dapat bertahan lebih lama lagi, sehingga ia segera berbalik siap pulang. Vanessa bertekad tak akan peduli lagi dengan pembicaraan ini. Ia harus cepat pulang sebelum ia menjadi gila.

"Kau yakin nama belakang mu bukan Adrianna?" Kalimat yang diucapkan dengan datar itu mampu membuat halaman belakang menjadi lenggang.

~P.Nao.L

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fake NerdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang