~6~

2.2K 105 6
                                    

Jangan lupa voment nya😚
Happy Reading🤓

*****

Author PoV

Kantin sekolah terlihat ramai karena sekarang jam istirahat. Tak terkecuali meja yang diduduki 3 gadis cantik dan seorang nerd. Pembicaraan yang terlihat seru. Ya seru, tapi hanya bagi 3 gadis cantik tidak untuk yang seorang nerd.

"Ntar jalan kuy" Ajak seorang gadis dengan rambut coklat bergelombang. Yap dia adalah Eca.
"Boleh boleh lagi suntuk nih" Jawab seorang gadis yang tak lain Dista.
"Lo gimana Nya? Van?" Tanya Eca sambil melihat kearah Vanya dan Vanessa bergantian.
"Gue ngikut aja" Jawab Vanya disertai anggukan kepala. Kini semua mata -Eca, Dista, Vanya- mengarah pada Vanessa. Terlihat Vanessa berpikir sejenak apakah hari ini ia sibuk. Setelah berpikir, akhirnya ia mengangguk tanda bahwa ia ikut. Eca dan Dista bersorak senang karena bisa jalan-jalan bersama. Sedangkan Vanya kembali melanjutkan makannya. Bel berbunyi tepat saat mereka mendorong mangkok bekas ke tengah meja.

*****

Sekali lagi Vanessa bercermin menilai pakaian yang Ia gunakan. Kaos biru muda polos dengan celana jeans senada. Dipadukan dengan cardigan hitam dan flatshoes. Yah memang bukan fashion kampung. Tapi hey nerd bukan berarti benar-benar miskin kan?. Setelah dinilai pas Ia segera mengambil tas dan kunci mobil sport nya karena mereka janjian bertemu di mall miliknya jadi Ia bisa memarkirkan di parkiran khusus.

Setelah menempuh waktu 20 menit dari mansion Vanessa memarkirkan mobilnya di parkiran khusus. Ia segera turun menuju kafe tempat mereka janjian. Baru saja Ia keluar dari lift dilantai tempat kafe itu berada terdengar suara seorang pria memanggil namanya. Vanessa menoleh mencari sumber suara sambil tetap berjalan ke arah kafe tersebut. Sampai akhirnya pandangannya bertemu dengan sosok Ko Adit dan teman-temannya. Dan kabar buruknya ada pada pria tampan dengan wajah dingin yang menatapnya intens. Tapi selalu ingat kuncinya, jangan panik maka kau tak akan ketahuan. Ya itu yang sedari tadi dirapalkan oleh Vanessa di dalam hatinya.
"Lagi ngapain Van?" Tanya ko Adit saat sudah di dekat Vanessa.
"Bertemu dengan teman sekolah ko" Jawab Vanessa dengan memberinya kode untuk tidak memberi tahu identitas Vanessa.
"Ooh... Ya sudah kalau begitu Koko pulang dulu, ibumu pasti sudah memasak makanan enak" Kata ko Adit yang sepertinya menyadari kode dariku.
"Yasudah kalau begitu ko, saya duluan" Kata Vanessa sebelum pergi meninggalkan ko Adit dan teman-temannya.

Dan sekarang Vanessa sudah berada di depan kafe tempat mereka janjian namun Vanessa tidak terlihat seperti akan masuk. Ia masih berdiam diri di dekat pintu masuk kafe. Ia menormalkan kembali degup jantung nya agar rileks. Sungguh pertemuan yang tak diharapkan oleh Vanessa.

*****

Vanessa PoV

Kenapa? Kenapa harus sekarang gue ketemu sama dia. Dia pria yang menatapnya tajam dan dingin. Tak berubah sedikit pun, selalu cuek dengan orang lain. Tapi rasanya pria tersebut menjadi lebih dingin. Dia pria yang menyakitinya di masa lalu. Mimpi buruk yang selalu ingin gue lupakan. Dia Leonard Anthony Serlion. Anak pertama di keluarga Serlion. Dulunya ko Leon deket sama gue. Tapi inget DULU, jaman dimana gue masih diterima dan disayang di keluarga itu. Andai aja dia tau kalo gue rindu pelukan nya yang memberikan rasa aman kepada gue.

Setelah menghela napas panjang gue memutuskan segera masuk ke dalam kafe. Karena bisa dibilang gue udah telat. Gue memutar pandangan ke segala arah untuk mencari dimana yang lain duduk. Akhirnya mata gue menangkap 3 sosok yang gue cari-cari sedang duduk di meja pojok dekat jendela. Gue segera menghampiri mereka karena tidak mau semakin terlambat. Tepat saat gue sampai di depan mereka, Dista mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang datang.

"Maaf, aku dateng telat soalnya susah cari angkot." Jelas gue singkat. Ya tapi untuk ukuran gue yang irit ngomong sebenernya ini udah termasuk panjang bangett.
"Ternyata lo bisa ngomong lebih dari 2 kata juga ya Van." Jawab Dista dengan wajah sok polosnya. Tepat setelah Dista mengatupkan mulutnya sebuah kotak tisue mengenai kepalanya.
"Jijik gue sama wajah lo" Kata Vanya yang berada di sebelah Dista. Yap Vanya lah yang menimpuk kepala Dista menggunakan kotak tisue. Terdengar suara tertawa keras dari depan mereka yang ternyata adalah Eca. Gue cuma bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan absurd mereka. Gue gak percaya disaat gue belajar untuk membuka hati ini untuk menerima orang lain. Orang itu adalah mereka. Orang-orang ter-absurd. Eca dengan sifatnya yang gak ada jaim-jaim nya sama sekali. Vanya dengan sikap judes nya. Dan Dista dengan sikap konyolnya. Kenapa gue bisa tau semua sifat mereka padahal baru kenal mereka beberapa hari? Karena mereka tidak menutupi nya malahan mereka mengeluarkan semua tanpa rasa malu. Inilah sahabat yang gue cari-cari.

"Woyyy, earth call Vanessa! Ni anak malah bengong lagi. Udah telat juga. Capek nih nungguin nya" Gue tersentak dengan ocehan Eca. Beginilah Eca blak-blakan, gak bisa jaim sama sekali, dan sekalinya ngoceh gak bisa berhenti.
"Van lo gak apa kan? Woii!" Kini Dista yang berada di hadapan gue yang mengguncang tubuh gue. Gue segera berbicara sebelum tubuh gue remuk karena terus diguncang.
"Aku gak apa" Kata gue singkat untuk membuat Dista melepaskan diri gue. Terlihat wajahnya tersenyum. Gue bingung kenapa tiba-tiba dia jadi senang. Gue mengangkat alis menyampaikan bahwa gue bingung dengan sikapnya.

"Dia seneng karena lo udah balik Van" Jawab Vanya mengerti maksud gue. Gue masih memperlihatkan ekspresi bingung membuat nya menambah informasi. "Lo kan tadi tiba-tiba ngomong lebih dari 2 kata. Terus ngelamun terus lagi, takutnya lo kebentur sesuatu jadi lupa sama pribadi lo" Tambah Vanya selanjutnya. Gue hanya mengangguk tanda mengerti maksud nya.

"Kita jadi jalan gak? Dari tadi disini terus. Kan kemarin bilang nya mau jalan-jalan bukan cuma mau bicara di kafe. Gue juga udah kenyang nih ngemil terus. Kalo gak jalan sekarang bisa-bisa gue gendut. Terus..." Ucapan Eca segera gue potong karena gue tau kalo dibiarin malah gak jalan beneran.
"Yaudah, ayo!" Kata gue memotong ucapan Eca. Eca tampak menggerutu karena gue memotong ucapannya, juga dengan hanya kata singkat. Tapi sepertinya Dista dan Vanya sependapat dengan gue. Terbukti mereka juga segera bangkit berdiri dan kami berjalan bersama meninggalkan Eca yang membayar pesanan.

"Ihh kalian jahat deh. Udah motong pembicaraan orang sekarang ninggal. Ini siapa yang bayar woii. Masa gue yang bayar" Gerutuan Eca masih dapat kami dengar dari pintu keluar. Saat kami sudah agak jauh dari kafe, kami segera tertawa karena tingkah gila Eca. Sungguh gue bahagia bisa kenal mereka. Karena mereka setidaknya gue melupakan untuk sementara pertemuan singkat dan menegangkan dengan ko Leon.

*****

Haii 👋
Akhirnya ku kembali membawa cerita iniii
Kupanjangin sebagai permintaan maaf karena lama updatenya
Diupayakan next chapter bisa update lebih cepat

~P.Nao.L

Fake NerdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang