Crisis #27 : "Sebentar lagi, setelah aku urus semuanya kita hidup bahagia ya?"

4.7K 704 530
                                    

“Kalian cuma mau makan masakan Daddy aja ya?”

Lagi-lagi sepiring nasi dan lauk dengan porsi gak seberapa berakhir mengenaskan di atas meja. Perut Wonwoo yang sulit diajak kompromi sejak insiden yang terjadi seminggu lalu semakin berulah dari hari ke hari. Menambah rumit beban pikiran yang Dokter Victoria wanti-wanti agar Wonwoo hindari.

Namun ternyata selama masa introspeksi diri dan menguatkan mental sebelum mengatakan kenyataan yang ada pada Mingyu malah membuatnya semakin buntu. Seminggu berpisah dengan sang mantan, justru Wonwoo rasakan kehampaan yang lebih menyiksa.

Dia baru menyadari sulitnya tersenyum bahagia tanpa sapaan lembut Mingyu setiap pagi, tanpa masakan lezat yang penuh nutrisi, juga tanpa elusan di perutnya yang mulai menunjukkan eksistensi jika sedang mengandung dua bayi.

Sentuhan Wonwoo berbeda dengan elusan dari telapak tangan Mingyu. Seperti ada pesan penuh kasih sayang, seperti ada do'a yang dipanjatkan secara praktis membuat tenang. Karena sekarang, Wonwoo justru rasakan kebalikan. Kedua calon bayinya seperti menolak kelembutan yang dia berikan, termasuk makanan yang lagi-lagi dimuntahkan.

Jujur Wonwoo sangat kebingungan harus dengan cara apa lagi agar bisa berdamai dengan keadaan. Rumit yang menaungi pikiran lebih kepada bagaimana bisa mencari solusi di tengah eksistensi Woozi yang memiliki andil untuk memiliki seutuhnya Ayah dari sang bayi.

Gak pernah terbersit sebelumnya jika Wonwoo akan berakhir seperti ini. Mengandung dua bayi sekaligus terasa seperti mimpi, terasa seperti lelucon yang gak lucu sama sekali. Rupanya ada banyak kotak rumpang dari puzzle yang harus dilengkapi untuk mengetahui jawaban dari semua ini.

Yang mana harus Wonwoo cari sendiri.

“Kalian kangen Daddy ya?” Wonwoo kembali bermonolog seraya menatap hasil USG. “Sama, Mommy juga kangen. Apa kita ketemu Daddy sekarang?”

Hening.

Hanya ada detak jantungnya bersama denting jam dinding yang menjawab keresahan. Wonwoo semakin ciut dan tak tahu harus bagaimana dalam mengambil keputusan. Keraguan menekan langkahnya, bahkan untuk sekadar keluar kamar.

Wonwoo terlalu pengecut melihat wajah Seokmin yang selalu tampak khawatir, termasuk takut melihat wajah manis Jisoo yang biasanya tenang namun menyimpan duka yang sama. Posisi Wonwoo sekarang sama seperti ketika tetangga di Bandung sana melihatnya masih menganggur mencari kerja—ah, atau lebih parah ya?

Seperti ada empati, yang sebenarnya lebih tepat disebut raut mengasihani.

Ya, mereka kasihan pada hidup malang Wonwoo.

Mana ada cowok hamil, bahkan bayi kembar seperti dirinya?

Dunia seolah menertawakan kondisi Wonwoo yang harus mengalami masalah sepelik ini. Karena kesalahan jatuh ke dalam cinta yang sama, mengulang kisah yang sama, dan berharap masa depan bahagia dengan orang yang dia kenal baik buruknya, Wonwoo harus menanggung keadaan yang jelas menekan dirinya.

Jika nanti bertemu Mingyu pun, memang apa yang akan Wonwoo katakan? Tentang pertanggungjawaban? Atau tentang rencana masa depan?

Saking buntunya, untuk sekadar hadapi hari esok Wonwoo mendadak buram. Kepalanya seperti dihantam godam yang mengakibatkan angan-angan termasuk wacana yang telah disusun buyar. Wonwoo benar-benar kehilangan harapan. Baik untuk bertahan mencintai sang mantan atau mengakhiri kisah cinta mereka yang berada dalam situasi mengenaskan.

“Kangen Raga,” Wonwoo berbisik lirih ketika memeluk guling. Menahan air mata yang lagi-lagi memaksa turun setelah beberapa hari dia gak mau berhenti menangis. “Aku harus gimana, Tuhan?”

[✔] Quarter Life CrisisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang