Crisis #19 : "Sejak kapan kamu mau berkorban untuk hidup seseorang?"

6.4K 854 504
                                    

“Sayang banget ya Minhyun gak bisa ikut, sibuk terus dia sama kerjaan.”

“Gak papa, Om,” tangan Seongwu tergibas dengan gerakan sopan. “Dokter pasti waktunya tercurah terus untuk pasien. Kalo ikut juga kasian, mending waktu luangnya buat istirahat aja.”

Jawaban Seongwu mengundang senyum wibawa sosok pria dewasa yang merupakan sahabat karib Papa Siwon. “Nanti kapan-kapan Om paksa biar dia ikut ya. Biar sekali-kali gabung sama kamu. Reunian zaman SMA.”

Seongwu pun mengangguk seraya tersenyum simpul, mengantar kepulangan Donghae yang merupakan Ayah kandung Minhyun si sahabat semasa sekolah menengah atasnya. Beserta Mingyu dan kedua orang tua mereka, acara makan malam semi informal ini berakhir juga.

Namun sepertinya tidak dengan Siwon yang langsung memanggil nama dua anaknya yang berniat memasuki kamar. Suara lantang si pria dewasa mengudara pelan, namun sukses membuat Seongwu merinding beberapa saat.

“Raga dan Arkan, ada sesuatu yang mau Papa bicarakan dengan kalian.”

Akhirnya, hal yang paling ditakuti Seongwu pun terjadi. Sudah sejak kemarin saat ada kabar bahwa Ayahnya akan mengadakan makan malam dengan orang penting, dia sudah menaruh curiga. Pasti ada obrolan penting lain mengenai mereka—ah, atau lebih tepatnya mengenai Mingyu yang sudah memutuskan untuk hidup terpisah.

Mama Sora mengajak kedua anaknya duduk santai di sofa. Terlihat tenang sebagaimana wajah Siwon yang masih tampan namun menghanyutkan. Mingyu pun yang digadang-gadang sebagai tersangka masih bisa menunjukkan raut biasa saja. Astaga, apa cuma Seongwu di sini yang dadanya berdentum heboh tiada dua?

“Arkan,” Siwon menyebut namanya dan langsung terperanjat. “Jangan tegang gitu sayang, Papa bukan polisi yang mau interogasi maling.”

“Nggak, Pa. Arkan gak tegang kok, cuma cemas aja, hehe.”

Sora menggeleng mafhum, tertawa renyah melihat tingkah Seongwu yang bisa menjadi ice breaking di tengah ketegangan yang mulai merambat. Sementara di samping sang Kakak, Mingyu hanya bisa menghela napas. Menenangkan diri yang jauh dari kata baik-baik saja seperti asumsi Seongwu, sebab dia sudah menyadari perubahan atmosfer sejak acara makan malam dimulai tadi.

Siwon gak mungkin mengundang seseorang tanpa ada maksud tertentu. Barangkali masalahnya di sini adalah maksud itu akan diketahui dalam kurun waktu cepat atau lambat. Dan dalam situasi yang tepat atau jauh dari kata selamat. Entahlah, Mingyu tidak akan pernah bisa menebak rencana sang Papa yang misterius dan mutlak.

“Santai aja, Papa cuma mau tanya gimana keadaan kantor. Ngomong-ngomong, udah dua tahun kamu jadi ketua redaksi, Papa rasa itu cukup mumpuni untuk berganti ke jabatan yang lebih tinggi lagi. Kamu tertarik?”

Nah loh, giliran Seongwu duluan yang kena sasaran. Campur tangan kepala keluarga yang meski gak ada ikatan darah mengalir dalam diri mereka, Seongwu tetap gak bisa melawan kehendak beliau. Sebagaimana yang selalu diingatkan Sora agar tidak pernah menolak, karena Papa tirinya selalu membantu langkah Seongwu hingga sesukses sekarang.

“Yang lebih tinggi ya? Arkan masih nyaman dengan jabatan ini, Pa. Mungkin target gak akan pernah tinggi lagi karena menjadi ketua redaksi dan bekerja sama dengan tim yang udah 2 taun selalu ada menemani merupakan zona nyamannya Arkan.”

“Papa mengerti, tapi zona nyaman itu cuma berlaku untuk saat ini. Di masa yang akan datang kamu pasti akan berubah pikiran. Ya, intinya Papa sangat bangga melihat kinerja kamu yang bisa diandalkan, makanya Papa sengaja ngajak negosiasi karena tau rekam jejak kamu selama di kantor.”

Luarbiasa sekali seorang Siwon Dewantara, meski hidup dalam kesibukan tetapi mampu memantau dan mengikuti perkembangan yang ada. Apa istilahnya? Stalking ya? Mungkin itu yang dimaksud oleh Mingyu karena tindakan semena-semena Siwon yang masih ingin dan selalu ikut campur dalam kehidupan anak-anaknya.

[✔] Quarter Life CrisisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang