Sungai yang selalu menangis bersamaku, mengingatkanku akan sosokmu yang selalu tiba-tiba mucul di sampingku. Walau begitu, aku menyukainya.
Kau, Han Seungwoo. Sang hantu yang selalu datang padaku dan menenangkanku, aku mencintaimu.
"Jangan panggil namaku dengan mulutmu, brengsek! Aku jijik mendengarnya darimu!"
Han Seungwoo dapat melihatnya lagi dari bilik dapur. Gadis yang terhitung dua hari lalu, menunjukkan wajah jelek di hadapannya, menangis. Tempat pertemuan mereka untuk kali pertama, tepat lima ratus sepuluh meter jaraknya bila ditarik garis lurus dari tempat Seungwoo membuat komitmen untuk bekerjasama beberapa hari ke depan yang disebut sebagai hubungan simbiosis mutualisme.
Seungwoo membuat roti untuk pemilik toko sekitar Sungai Han yang ramai, sedangkan pemilik toko memberikan uang sebagai imbalan.
Pada gadis yang sudah dua kali berbincang karena pertemuan tak disengaja, Seungwoo merasa miris. Masalah tidak berhenti datang. Lagi, selalu dia yang menyaksikan pahitnya lika-liku kehidupan perempuan itu.
"Kenapa akhir-akhir ini banyak orang menangis karena cinta?"
Pria bermarga Han itu, pemilik nama garis keturunan keluarga yang sama dengan nama sungai, berceletuk. Menempelkan sekaleng minuman beralkohol yang dingin ke pipi gadis yang sudah berada di luar ruangan.
Di atas rumput hijau basah. Samping Sungai Han yang mengalir. Tempat yang sama dengan kemarin dan dua hari sebelumnya.
Seungwoo baru saja kabur dari tempat kerja, hanya untuk menyusul gadis bernama Sujung, Sujeong, Songjong, atau apapun itu yang pergi keluar dari toko roti, meninggalkan kekasihnya. Entahlah. Seungwoo hanya mendengar namanya sekilas barusan.
Menyadari kehadiran Seungwoo, gadis itu menyempatkan untuk tersenyum di tengah tangisnya yang tak beda jauh bentuknya dari aliran sungai Han. Menerima sekaleng cairan pemberian yang bisa di dapat dengan mudah di vending machine.
"Ini masih pagi. Kenapa kau memberiku benda yang dapat membuatku mabuk seperti ini, Tuan Han?"
Benar. Ini masih jam sepuluh. Seungwoo tahu hal itu.
Dan lagi, Sejeong lebih tak habis pikir. Dirinya adalah remaja yang baru menyelesaikan sekolah menengah pertamanya. Bukankah tak sepantasnya menerima minuman kaleng seperti ini? Masih di bawah umur. Namun tak masalah. Dia akan diam-diam meminumnya untuk pertamakali sebelum mencapai usia legal.
"Oh, ini masih pagi. Mengapa matahari tak mampu mengajakmu untuk bermain bersamanya? Hari ini sangat cerah. Bersenang-senang dengan sang mentari akan sangat menyenangkan. Kau bisa melompat kecil seraya bersenandung untuk mencari tahu seberapa panjang air akan mengalir di sungai ini. Kenapa harus repot menangisi orang yang kau anggap sebagai cinta sejatimu, ketika kenyataannya bukan begitu? Apa untungnya bagimu menangisi sampah sepertinya?"
Setelah meninjau ulang, gadis itu merasa ucapan Seungwoo ada benarnya. Mantan kekasihnya, hanya seonggok sampah yang bahkan tidak akan bisa didaur ulang. Menangis untuk barang rusak, tidak ada gunanya.
"Terima kasih sudah menghiburku, lagi dan lagi, Tuan Han." ucap lawan bicara Seungwoo dengan tulus.
Tidak lama, Seungwoo bangkit dari posisinya yang sedang terduduk. Mendekati sebuah sepeda berwarna biru dongker yang terparkir sembarangan di jalanan. Membuat sepeda tersebut berdiri tegak agar tidak nampak seperti sampah besi yang sengaja dibuang.
Ya, Seungwoo menyusul gadis yang menarik perhatiannya dalam beberapa hari dengan sepeda milik pegawai toko roti yang lain. Bisa dibilang sepeda itu dicuri olehnya. Tapi, Seungwoo akan bersikeras mengatakan bahwa dia hanya meminjam.
Kenapa harus dengan sepeda untuk mengejar?
Alasannya sangat sederhana. Perempuan yang baru putus di dekat Seungwoo sekarang, larinya sangat kencang bagaikan kuda. Harus Seungwoo akui, dirinya saja bisa dikalahkan oleh si gadis kecepatan melangkahnya.
"Bagaimana kalau kita beranjak dari sini untuk menikmati pemandangan pagi hari? Kurasa, kita harus melesat jauh dari sini agar mantan kekasihmu tidak lagi menghampiri dirimu untuk mengganggumu." kata Seungwoo kemudian. Lantas, tawaran diterima.
Si gadis duduk di kursi penumpang. Sepeda itu sempat oleng karenanya. Ternyata, tubuh gadis tersebut memiliki beban berlebihan yang tidak Seungwoo duga. Maka, Seungwoo ragu.
Sanggupkah kedua kaki yang ototnya sering dilatih membuat sepeda meluncur dengan mudah?
"Apa yang menyebabkan kau menangis setelah dirimu memutuskan hubungan dengan pria itu?"
Seungwoo bertanya di tengah jalan. Namun, yang ditanya tidak menjawab.
Bukan masalah. Seungwoo cuma berbasa-basi. Tidak berniat untuk mencampuri masalah orang lain.
"Kau 'kan hantu. Bisa membaca jalan pikiran dan hatiku. Maka, jangan bertanya. Semakin banyak kata terlontar dari mulutku, semakin ingin aku lanjut menangis."
Mendengar kalimat-kalimat si gadis, Seungwoo memberhentikan laju sepeda. Dia yakin barang pemberiannya belum dikonsumsi oleh penumpang sepeda. Untuk itu, tidak ada alasan untuk mabuk.
Seungwoo menoleh ke arah penumpang, "Kau percaya kalau aku benar-benar hantu?"
Yang dikenai pertanyaan mengangguk kecil. Membuat Seungwoo tertawa dan hampir menangis karena merasa lucu.
"Haha.. Yang benar saja, nona! Aku bukan makhluk seperti itu. Aku ini manusia yang nyata. Mana ada hantu yang bisa bermain dengan barang-barang manusia seperti aku? Tolong jangan terlalu sering menonton drama, membaca komik, atau semacamnya. Itu sangat merusak otakmu. Lagipula kau sudah umur berapa masih saja polos seperti ini? Tapi, terimakasih untuk ucapanmu itu. Sudah lama sekali, aku tak bisa tertawa sekencang ini."
Sementara itu, tak ada satupun yang tahu selain Tuhan. Ketika Seungwoo terhibur oleh kejadian tak terduga, di masa yang akan datang, akan ada suatu masalah serius datang di tengah kebahagiaan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.