12. Dirga

2.6K 158 48
                                    

Maap kalau ada typo, Enjoy guys 😇😆

——————

Dua minggu berjalan lancar serta monoton di kehidupan Nantha. Semenjak Bagas mengantarkannya dari puncak ke apartemennya ini, semenjak itulah ia tak lagi bertemu Dios. Sosok itu seolah lenyap bagai ditelan bumi. Hidup dalam satu gedung yang sama, nihil Nantha bersua dengan sang pemilik iris kelabu.

Itu bagus. Bagus untuk menghilangkan perasaannya pada Dios. Namun bukannya itu percuma? Selama delapan tahun terpisah benua, perasaan ini pun tak pernah menguap. Yah, benar akan hal itu. Tapi bedanya sekarang ia berusaha untuk ikhlas dengan keadaan. Menerima apa yang seharusnya terjadi. Dan, tetap saja rasa itu masih menetap di hatinya.

Nantha menghela nafas kasar. Hari ini membosankan baginya. Pulang pagi karena dinas malam, tidur setibanya di apartemen hingga rona jingga menguasai langit. Makan malam pun telah tandas dilahapnya. Sekarang aktivitasnya hanya terpaku menatap layar televisi. Tak ada yang menarik. Tubuh rampingnya yang berbalut kaos Levin yang sangat kedodoran dengan hotpans yang tertutupi kaos tergeletak di atas sofa. Tidur dengan riak semangat yang kelam.

"Ya ampun gabutnya!!" pekik Nantha seraya kakinya menendang bantal-bantal sofa. Tangannya terangkat, mengacak rambut yang memang berantakan. Entah kenapa, rasanya ada yang kosong di sana. Di dalam sana.

Nantha tak bisa berbohong. Ia merindukan Dios. Matanya ingin menangkap gambaran tubuh lelaki itu. Wajah tampannya, tubuh tegapnya, serta yang paling Nantha idamkan, iris kelabu yang sanggup memikat hatinya. Hati Nantha menginginkan Dios.

Ceklek!

Terdengar pintu apartemennya terbuka. Tanpa mengecek sekalipun, ia tahu siapa yang bertamu. Selang beberapa detik, terdengar hempasan tubuh pada sofa di depannya. Nantha yang tadinya menatap langit-langit, mengalihkan pandangan pada tubuh besar Levin.

"Pakai baju gue lagi lo." Suara Levin serak, sarat akan kelelahan di dalamnya.

Nantha menatap prihatin Levin yang baru saja pulang kerja. Kemeja kusut, rambut acak-acakan, serta muka kusam. Nantha tertawa kecil melihat kacaunya Levin.

"Lo tau sendiri gue suka baju kedodoran."

Levin mengangguk-angguk lesu. Setelahnya kepala itu mendarat pada bantal sofa. Tubuh besar itu menggeliat sejenak, guna menyamankan tubuh sebelum mengembara di dunia mimpi. Manik coklat Nantha memicing pada satu titik. Sebuah kantong kertas menarik eksistensinya. Beranjak, dia pun mengintip isi dalam kantong tersebut. Sebuah kartu undangan cantik tanpa nama yang ia temukan.

"Vin, ini apaan dah?" tanyanya pada Levin yang terkapar.

"Hmm?" gumam Levin yang sangat membutuhkan tidur.

"Ck, ini undangan siapa?!" Maafkan Nantha yang teramat kepo hingga mengganggu tidur Levin. Namun Nantha benar-benar penasaran dengan kertas undangan ini.

"Vin!"

"Ck! Bawel lu! Itu undangan nikahan gue sama Lara! Puas lo!" seru Levin kesal.

"Lah, cepet amat. Tunangan aja belom."

"Suka-suka gue, napa lu yang ribet dah. Udah ah, gue mau tidur dulu. Capek!" Setelahnya Levin berlalu dari ruangan itu sembari menggaruk belakang kepala.

"Apartemen lo mana! Heran, napa ke apartemen gue mulu lo pulang," gerutu Nantha sebal. Kartu undangan Levin ia hempaskan begitu saja ke atas meja. Dan kembali wanita cantik tapi berantakan itu berbaring di sofa.

"Enak banget Levin. Lara udah balik sama dia. Minggu besok mau tunangan, kartu undangan juga pada siap. Para orang tua juga udah pada restuin. Lah! Gue gimana? Cinta bertepuk sebelah tangan. Doi kagak cinta lagi sama gue. Malah kemaren gue sempatnya baper lagi. Dah! Apes emang hidup gue!" monolog Nantha. Kembali wanita ini menghembuskan nafas kasar. Lelah akan perjalanan cinta yang sangat rumit ini.

Your Bride (TRBB#2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang