n e w p r o b ?

312 18 11
                                    

"Gimana hari ini jalan jalan nya puas ga ?" tanya Thariq. Qahtan yang terlelap dalam gendongannya hanya mengangguk. Tangan kanan Thariq tak pernah lepas dari tangan Caca. Sesekali Ia merangkul pundak Caca atau mengaitkan tangan nya ke pinggang Caca posesif.

"Yakin sama aku ? Gak akan terjadi hal hal negatif yang ada di fikiran kamu."

"Bismillah, aku yakin..."

Thariq dan Caca menaiki tangga menuju pintu utama di rumah bercat putih tersebut. Sesampainya, Thariq mengetuk pintu tersebut tiga kali. Diluar dugaan Thariq, yang membukakan pintu ternyata Abi. Thariq merekatkan genggamannya pada Caca. Sedangkan Caca menarik nafas panjang.

Caca dengan sigap mengulurkan tangan nya ke Abi, Ia tau tatak rama saat bertemu dengan orang yang lebih tua darinya. Ia menunggu kurang lebih sepuluh detik namun Abi tak menggubris nya sama sekali.

"Marsha, Bi..." Caca tersenyum simpul lalu mengangguk.

Sama seperti Caca, tangan Thariq pun sama sekali tidak di gubris oleh Abi. Ia kembali merekatkan tangan kanannya pada tangan kiri Caca, menatapnya sebentar lalu menarik nafas panjang.

"Hanya mengembalikan Qahtan kan ? Sini."

"Maaf bi, Thoriq mau ngobrol sama Abi dan Umi juga."

"Oh, silahkan masuk Thoriq, anak teman Abi dan teman Abi sudah menunggu,"

"Kalau Thoriq masuk, Caca juga masuk. Dan kalau Caca Abi suruh tunggu diluar, Thariq pun akan di luar"

"Masuk." ekspresi Abi masih sama. Datar.

Abi mendahului langkah mereka.

"Aku sayang kamu, aku cinta kamu, aku punyanya kamu. Kamu harus inget itu." Thariq mengaitkan tangan nya di pinggang Caca, menepis jarak diantara mereka.

Setelah sampai di tengah ruangan (tau ga kursi kuning di depan tv rumah gh, nah disitu gengs maksudku). Thariq dan Caca sama sama terkejut bukan kepalang. Bagaimana bisa yang Abi maksud adalah Sajidah. Ya Sajidah Mutamimmah, orang yang mereka temui di 23 Paskal, sahabat baru mereka selama mereka di Bandung.

Walaupun hati dan fikiran nya masih terkejut Thariq berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menunjukan rasa panik ataupun kaget.

"Sini nak, Qahtannya biar Umi yang pegang..."

"Gak papa Mi, ga se-mengganggu itu kok." jawab Thariq.

"Baik, tanpa membuang waktu yang panjang, Abi hanya ingin membahas tentang pernikahan kalian. Ini Thariq, Muhammad Thariq Halilintar. Anak pertama di keluarga kami."

"Dan ini Sajidah, Sajidah Mutamimmah Al-Gibran. Anak kedua di keluarga kami"

Mendengar hal itu, Caca langsung menundukan kepalanya, satu air mata mengalir ke pipinya. Thariq yang menyadari hal itu langsung membawa Caca untuk bersandar ke bahu kanannya. Secara tidak langsung Ia hanya ingin Caca tidak panik dan tetap tenang.

"It's okay babe, jangan khawatir" bisik Thariq pada Caca.

"Dan, pertunangan kalian akan di laksanakan satu minggu lagi tanggal enambelas agustus." tegas Abi sambil menekan-kan kata 'satu minggu'.

"Selama tidak ada persetujuan dari Thariq, maaf, Thariq tidak menerimannya."

"Acara ini dilaksanakan tanpa butuh persetujuan dari pihak manapun" Ayah Sajidah berbicara.

"Baik, berarti yang melaksanakan bukan Thariq. Laksanakanlah dengan laki laki lain."

"Pernikahan kalian akan di laksanakan bulan depan tanggal sembilan september, di Jakarta"

second -thariq halilintar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang