43 Forgive Me !

1.8K 60 5
                                    




Jennie Pov

Joe membalut tubuhku dengan sebuah bathrobe, ia membopongku ala bridal style, lalu membaringkan tubuhku ku di kasur.  Setelah itu, ia berlari keluar, dan kembali dengan membawa kotak first aid kit. Joe duduk di pinggiran kasur, menyingkap bathrobe yang melekat pada tubuhku, lalu mengoleskan ointment pada beberapa luka yang ditimbulkan akibat gigitannya tadi. Ia mengobatinya dengan seksama dan hati-hati. Pergelangan tanganku yang merah akibat jeratan tali tadi, tak luput dari perhatiannya.

Dari yang aku pelajari selama tinggal bersamanya, ia akan memperlakukanku dengan lembut selepas menyakitiku. Sungguh pria yang aneh !

Saat ini posisi kami berbaring saling berhadapan. Joe menempatkan kepalaku di atas lengan kanannya. Meski begitu, aku terus saja menunduk, sama sekali tak berani menatap wajahnya. Aku... aku masih masih takut. Begitupun dengan mulutku yang terkunci, tak mampu mengucapkan sepatah katapun.

Aku merasakan saat Joe beberapakali menarik nafas panjang.

"Jane, jangan paksa aku untuk berbuat jahat padamu hmm...?! aku... aku tak suka dibohongi." Ucapnya lirih. Joe mengaitkan rambutku pada telinga.

Ia  mendekatkan wajahnya, kemudian mengecup dahiku, dan terus mengelus rambutku hingga aku terlelap.

*****

Setelah kejadian hari itu, Joe jadi semakin posesif kepadaku. ia tak mengizinkan aku makan siang di luar , kecuali bersamanya atau orangtuanya, ia juga membatasiku dalam menggunakan ponsel, oiya baru-baru ini Joe menyewa seorang  asisten rumah tangga, mungkin untuk mengawasiku. Entahlah.  Bahkan rencananya kami akan pindah ke sebuah mansion miliknya, akhir pekan ini.

Meski begitu, sikapnya padaku sungguh berbanding terbalik. Ia berusaha untuk mengurangi komunikasi denganku, ia bahkan menghindari kontak fisik, seperti tadi pagi, saat aku hendak memakaikan nya dasi, ia meraih dasi itu dari genggamanku.

"biar aku saja." Ucapnya, sambil berlalu.

Ia juga meminta aku untuk  duduk di kursi belakang, saat kami berkendara menuju ke kantor. Begitupun ketika kami di kantor, alih-alih memanggilku untuk mengerjakan sesuatu, ia lebih memilih menulis pada post it, menempelnya  di meja, lalu kembali masuk ke dalam ruangannya.

Meski sedikit aneh dengan sikapnya, aku bersyukur dengan kondisi ini. Bagus bukan, aku tak perlu mencari-cari alasan untuk menghindarinya ?! Aku tidak baik-baik saja,  sungguh aku masih marah padanya, kesal, sebal. Bisa-bisanya ia meluapkan emosi tanpa mendengar sedikitpun penjelasan dariku, istrinya sendiri. Bahkan hukuman yang ia berikan, rasanya sungguh keterlaluan.

'Oh bagaimana bisa, seorang lelaki memperlakukan wanitanya seperti itu.'

"hei... hei... Jangan melamun ?!" Ucap seorang pria melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajahku, membuyarkan lamunan.

"Ah, Mr. Lee..." Aku langsung berdiri, ketika menyadari ada sosok yang ku kenal mengajakku bicara. Aku menunjuk ke arah ruangan Joe, dan tersenyum padanya.

'Ia pasti kemari untuk menemui Joe, seperti biasa.'

Alih-alih masuk ke dalam ruangan suamiku, ia malah melipat tangannya seraya  mengenyitkan dahi.

"Aku mau mengajak kalian makan siang, dan Joe sudah menunggu di lobby." Ucapnya

'Joe ? di Lobby ? bukannya ia tadi di ruangan ? Kapan ia keluar ?' beberapa kali aku melirik ke ruangan suamiku, lalu balik melirik ke arah Mr. Lee.

Ia hanya tertawa sembari mengangkat bahunya. Clueless.

*****

"Duduklah di kursi belakang, bersama Jennie. Oh di mana manner mu sebagai seorang suami." Tegur Mr. Lee, saat Joe lebih memilih duduk di kursi depan.

Married ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang