"Papa! Kenapa kita semua harus ikut dengan papa!? Tak bisakah papa pergi sendiri saja? biasanya juga sendiri"
Seorang gadis berkulit porselain itu tidak henti - hentinya mengeluarkan seruan protes. "Tidak kah kau mengerti Sara? Papa ditugaskan di Bandoeng bukan karena tugas sementara, tapi untuk menetap di sana. Sudah lah! Kau pasti akan suka Bandoeng, disana akan banyak teman - temanmu yang lain" ucap Thomas de Witt, seorang perwira menengah Belanda yang diamanatkan untuk menjabat di suatu datasemen di Kota Bandung, Hindia-Belanda. Lara de Wit, hanya memutar bola matanya malas melihat adiknya yang sedari tadi mengomel tidak karuan, sedangkan ibuya, Helena de Witt, hanya diam membaca buku yang ada digenggamannya.
Berbanding terbalik dengan Sara, tiada satupun yang tahu apa yang kini Lara rasakan. Ia hanya terus diam dan memendam amarahnya, ia tidak menyangka bahwa ia harus meninggalkan kekasihnya, seorang prajurit yang tidak akan pernah bisa setara dengan ayahnya untuk menapakkan kaki dan berkuasa ditanah yang dipenuhi oleh Jongos, Budak dan Babu.
Tapi Lara salah
Bandung lebih dari itu
***
Perjalanan menuju Bandung sungguh menghabiskan tenaga keluarga De Witt, walaupun sebelumnya mereka sudah beristirahat sebentar di Batavia. Terkhususnya Lara, diam seribu bahasa sedari ia meninggalkan Negeri Belanda ternyata menguras tenaganya lebih banyak dari pada tenaga yang digunakan oleh adiknya, Sara, yang sepanjang jalan mengomel dan merengek.
Rumah bercat putih nan megah dengan suasana yang hijau dan sejuk sepertinya telah sedikit mengubah pandangan Lara tentang Bandung. Ia pun pada akhirnya sibuk mengelilingi dan memperhatikan setiap sudut rumah barunya itu.
"Lara, Sara, kemari sebentar..." panggil ibunya, Helena, dan kedua anak itu pun langsung menghampiri panggilan itu.
Dilihatnya telah berbaris beberapa orang bertubuh lebih kecil dan kurus dengan kulit yang jauh lebih gelap "mereka babu dirumah ini, mama hanya ingin kalian mengetahuinya sebelum kalian berisik karena keberadaan mereka dirumah kita"
"Oh! Halo! Ik heet Sara!" (namaku Sara!)
Seru Sara dengan riang dan ramah sambil melambaikan tangannya ke arah babu - babu di hadapannya. Lara hanya melirik tingkah adiknya sebentar, dan melanjutkan kegiatannya yang belum selesai, melihat - lihat suasana rumah barunya.
"yang tadi Lara, kakak ku" Ujar Sara dengan bahasa Belanda
Kemudian semua orang yang berbeda kasta dengannya itu mengangguk patuh, dan dipersilahkan untuk bekerja kembali oleh Tuan barunya.
***
Setelah puas mengitari seisi rumah barunya, Lara langsung menuju ke kamarnya yang megah dan serba putih itu, pemandangan dari jendelanya langsung menuju ke jalan dan rumah - rumah yang lain.
Matahari sudah mulai tenggelam, Lara memutuskan untuk membersihkan dirinya dan bergegas untuk tidur karena besok dia akan melakukan aktifitas barunya disini
yaitu bersekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LARA
Historical FictionLara De Witt tidak pernah menyangka bahwa ia akan menginjakkan kaki di tempat yang sangat jauh dari kota kelahirannya, ia juga tidak pernah mengerti apa yang ia rasakan pada saat ia menginjakkan kaki di Kota Bandung. Marah dan Sedih, hal itu sudah p...