Keheningan dan angin malam menyelimuti kediaman keluarga Van Der Linden. Agatha yang kini tengah berlutut di hadapan tembok kamarnya yang terpasang salib, mengadu dalam diam, air mata perlahan membasahi pipinya.
Rasa bersalahnya menyeruak menjadi satu dengan rasa yang asing baginya..
"Tuhan, dia pantas mendapatkannya kan? Tolong jawab aku..."
Bisikkan hati mengulang pertanyaan dan pernyataan, namun tiada rasa yang membenarkan perbuatannya, malah semua terbalik
Hatinya hanya membenarkan perlakuan Lara
dan
itu adalah hal yang sangat ia takutkan.
***
Ini terlalu cepat, aku hanya merasa sepi dan penasaran pada sorot matanya yang hangat. Tidak, tidak akan pernah ada cinta yang tertanam untuk dia yang tidak seharusnya...
Tapi rasanya sakit sekali.
Dia menyakiti hatiku, dan lucunya aku tidak marah.
Aku tidak merasa ingin marah
Dengan cepat hangat dan jenakanya tertanam, aku tak lagi menyematkan tanda tanya pada perasaanku pada wanita itu.
Hanya bertanya - tanya, apakah hangatnya akan kembali?
-Lara
Larapun menutup buku hariannya, hari itu sungguh menguras isi hatinya. Satu hari ia yakin bahwa ia benci teman sekelasnya itu, namun hari berikutnya ia terus memikirkan orang yang sama.
"Tok, tok"
Lara tidak menggubris suara ketukan pintu kamarnya, karena ia yakin bahwa itu adik kecilnya yang akan masuk saja tanpa izin.
"Lara.." Panggil Sara sambil membuka pintu kamar Lara
Lara pun hanya menoleh tidak tertarik dengan kedatangan Sara. Melihat itu Sara hanya mengerenyit karena ia melihat perangai kakaknya yang lelah, dan tidak ada jiwa.
"Ada surat dari pacarmu" pancing Sara sekaligus membawa informasi yang Sara harap membawa sedikit senyuman untuk Lara, namun nihil
"Buang saja"
Sara hanya diam mematung dengan respon kakaknya, ia bertanya - tanya apa yang tengah terjadi pada wanita kesayangannya itu.
"Baiklah, tapi apa kau yakin?"
"Hm, aku bahkan lupa namanya"
Gadis berumur kisaran remaja awal itu hanya bergidik ngeri saat mendengar jawaban Lara sekaligus iba dengan lelaki yang mengirimi kakaknya surat, walau jujur saja, ia juga tidak suka dengan lelaki ini karena pasti hanya mengincar status keluarga De Witt.
Ia akhirnya keluar dan kembali menutup kembali pintu kamar Lara, dan tanpa ia sadari
kakaknya mulai menitikkan air mata.
***
Hari demi hari Lara lewati dengan lesu, berusaha untuk menjadi biasa. Ia menanggalkan seluruh perhatiannya hanya untuk berusaha menjalani kehidupan seperti sedia kala tanpa rasa sakit, tapi tetap bertanya - tanya kapan wanitanya kembali.
'Wanitanya'
Ironis sekali dia menyebut orang yang tadinya tidak ia sukai sebagai 'wanitanya'
Kosong, itulah yang Agatha lihat dari wanita yang baru - baru ini memenuhi pikirannya. Rasa pedulinya meluap - luap, namun dikalahkan dengan rasa marahnya yang sampai hingga kini masih menjadi pertanyaan diri.
Kenapa marah?
Waktu kegiatan belajar mengajar akhirnya selesai, seluruh siswa siswi HBS berhamburan keluar kelas. Seorang tentara Hindia Belanda berpangkat Kapten terlihat sedang menunggu, saat Lara hendak berjalan menuju luar sekolah, Kapten tersebut memanggilnya
"Hoi Lara!"
Lara hanya menoleh ke arah Kapten itu, menunggu penjelasan maksud kehadirannya.
"Hoe is het?" (Apa kabar?)
"Ik ben oké" (I'm Okay)
"Hanya Okay?"
"Kamu siapa?"
"Ahh iya, maaf, perkenalkan saya Kapten Helwing, Abner Helwing, saya disini ditugaskan oleh ayahmu untuk mengajakmu jalan - jalan"
"Oke"
Abner terkejut dengan respon singkat namun positif dari Lara, dia tidak menyangka akan semudah itu, padahal Mayor Jendral De Wit sudah memperingatinya dengan sifat Lara yang amat dingin dan kritis.
Perlahan Abner menekuk tangan kirinya untuk mepersilahkan Lara merangkul lengannya
dan tentu saja, ada yang tidak suka dengan pemandangan itu.
***
Tidak biasanya Agatha menampilkan wajah yang begitu marah, nyonya Van Der Linden mengerutkan alisnya melihat anak semata wayangnya pulang dengan wajah yang sangat sangat kusut.
Wanita paruh baya itu langsung menghampiri anaknya yang kini sedang duduk di ruang tamu, nafas yang terlihat tidak teratur membuat nyonya Van Der Linden semakin heran
"Ada apa Agatha?"
Agatha hanya diam membisu, namun kini matanya mulai berkaca - kaca.
Nyonya Van Der Linden tidak lagi bertanya lebih lanjut, ia langsung memeluk anak gadis kesayangannya itu, dan benar saja, tangisan Agatha langsung pecah.
Ia membiarkan Agatha menangis meluapkan seluruh emosi di pelukannya, tanpa bertanya, tanpa berkata sampai pada akhirnya Agatha membuka suara
"Mama, rasanya hatiku sakit sekali"
"Kenapa sayang?" tanya Nyonya Van Der Linden sambil mengusap lembut rambut Agatha
"Aku tidak suka jatuh cinta"
KAMU SEDANG MEMBACA
LARA
Historical FictionLara De Witt tidak pernah menyangka bahwa ia akan menginjakkan kaki di tempat yang sangat jauh dari kota kelahirannya, ia juga tidak pernah mengerti apa yang ia rasakan pada saat ia menginjakkan kaki di Kota Bandung. Marah dan Sedih, hal itu sudah p...