Dengan gagahnya, seorang kapten dengan seragam lengkap memasuki pekarangan rumah keluarga De Witt.
"Hello, Kapten Helwing!" Sapa tuan De Witt yang sedang bersantai di teras
"Selamat pagi jendral"
"Ingin ketemu Lara?"
"betul"
"Sebentar biar saya panggilkan" dengan gembira dan secara khusus perwira tinggi itu berjalan menghampiri putri sulungnya yang kini sedang membaca
"Lara, Kapten Helwing datang mencarimu"
Sudah beberapa hari ini wajah Lara tidak menunjukkan ekspresi lain selain tersenyum, namun karena mendengar nama yang ia tidak ingin dengar, kembali lah sang putri es. Lara tak mengatakan sepatah katapun, dan berjalan mengikuti ayahnya.
"Aku akan meninggalkan kalian berdua"
"Ah, sesungguhnya kedatangan saya kesini ingin menemui anda juga jendral"
Perasaan Lara tak enak, entah ide bodoh apa yang akan dilakukan laki - laki itu, namun dia tau bahwa dia pasti tak akan suka kenyataan itu.
"Kedatangan saya kesini ingin mengajak Lara ke Lembang. Niat saya ingin mengenal Lara lebih baik lagi, dan menurut saya dengan berjalan - jalan ke sana kami bisa berkomunikasi lebih fokus berdua"
"Menginap?"
"JIka tidak keberatan, disana ada kediaman kedua keluarga Van Der Linden karena disana terdapat usaha mereka. Kebetulan saya juga kenal baik dengan keluarga itu, pada akhir pekan begini mereka juga ada di Lembang. Keluarga Van der Linden memiliki kamar - kamar banyak yang biasanya mereka pinjamkan untuk kerabat - kerabat atau kolega - kolega yang ingin berlibur."
"Oke, Lara siapkan barang - barangmu. Abner, saya akan menuliskan pesan kepada Tuan Van de Linden jadi saya harap kamu bisa memberikan ini sesaat kamu sampai ke sana" Perintah sang Jendral pada Helwing. Selang beberapa detik nyonya De Witt datang "Oh! Kapten Abner! Apakabar?" Sapa nyonya De Witt,
"Sangat baik nyonya, saya ingin mengajak Lara ke Lembang, jika anda tidak keberatan? Saya juga telah izin pada tuan dan puji Tuhan di izinkan"
"wah, jika memang sudah diberikan izin oleh ayahya, saya bisa apa? Anak perempuan milik ayahnya bukan? Sayangnya saya tidak punya anak laki - laki hahahah"
"Terimakasih nyonya. Jika nyonya dan Tuan berkenan juga saya siap untuk menjadi anak laki - laki dikeluarga anda"
"Ah, kalau itu diskusikan dulu dengan Lara" Kata nyonya De Witt dengan sedikit menyindir Lara yang sedari tadi diam saja.
Didalam hatinya, Lara memutarkan bola matanya dengan malas.
"Aku akan bersiap saja" Kata Lara dengan ekspresi datarnya, ia sama sekali menggubris obrolan Helwing dengan kedua orang tuanya
Sesampai dikamarnya, ia menghembuskan nafas yang panjang, ingin sekali Lara marah namun tidak memiliki kuasa untuk itu. Bagaimana jadinya jika Agatha melihat kedatangannya bersama Abner berdua, untuk menginap? Lara terus memutar otak untuk berjaga jika sewaktu - waktu Agatha akan marah, tidak adanya status diantara mereka berdua tidak begitu saja menghilangkan komitmen untuk setia dari diri Lara.
Semua pun telah siap, tuan De Witt juga telah menuliskan suratnya untuk Tuan Van Der Linden. Selama perjalanan Lara sama sekali tidak berniat untuk membuka obrolan dengan Abner, dia sibuk memikirkan bagaimana cara menghadapi Agatha nanti. Pikirannya semakin kacau saat Abner mengajaknya bicara
"Kamu sudah pernah ke Lembang sebelumnya?" Tanya Abner basa - basi
"Saya baru beberapa waktu di Bandung dan kegiatan saya hanya ke Sekolah, Gereja dan Taman. Terakhir kali saya ke tempat baru hanya pada saat pesta beberapa hari yang lalu" Jawab Lara
Beberapa menit Abner terdiam dan mulai berbicara lagi "Apakah ada kesempatan untuk saya menikahimu?" mendengar itu Lara langsung mengerutkan alisnya "Kita sangat jarang berbicara, dan tak ingat kah kamu jika seseorang telah mengisi hati saya? Saya sudah mengatakan itu diawal"
"Apakah tidak percuma? Mau seberapa besar cintamu, kamu tidak akan bisa meraihnya kan?"
"Jaga mulutmu, jangan buat saya membenci kamu. Saya menghormati kedua orang tua saya yang nampaknya mempercayaimu, tapi jangan harap saya memiliki kesan yang sama dengan orang tua saya. Jadi jangan lancang, saya akan sangat menerimamu sebagai teman jika kamu berhenti menyatakan pernyataan dan pertanyaan yang melampaui batas seorang teman, apalagi baru kenal"
Lara bisa bersumpah bahwa itu adalah kalimat terpanjang yang pernah ia katakan semenjak menginjakkan kaki di kota ini.
"Baiklah tuan putri"
Lara hanya memutar bola matanya malas, dia sangat mengutuk keadaan dimana kedua orang tuanya sangat suka dengan laki - laki yang kini tengah ia maki dalam hati.
***
"Lara! Saya tidak menyangka kamu akan datang kemari bersama Abner. Seleramu sangat bagus ternyata ya, Abner lelaki yang baik" Sapa dan gurau di lontarkan oleh Nyonya Van Der Linden. Lara merasa aneh saat Nyonya Van Der Linden mengatakan bahwa Abner adalah seleranya yang dimana kenyataannya yang mengambil hatinya adalah anak beliau sendiri, Agatha.
"Ayo duduk dulu, saya akan memanggil Agatha, dia pasti akan senang sekali melihat kamu Lara"
"Nyonya, Jendral De Witt menitipkan surat ini untuk Tuan Van Der Linden" Kata Abner sambil memberikan surat tersebut, ".. dan boleh kah saya langsung pergi menuju kamar saya?"
"ahhh oke, akan saya berikan setelah dia pulang, dan kamu sudah terbiasa disini jadi silahkan saja lah. Tunggu ya Lara saya panggilkan Agatha dulu" Lara hanya mengangguk, matanya menyapu seluruh penjuru ruangan, lukisan - lukisan terpajang dengan rapi.
Beberapa menit kemudian, Agatha pun datang bersama ibunya.
Tanpa rasa canggung, ia langsung memeluk Lara, dan rasanya Lara ingin mati saat itu juga, karena hal ini di saksikan oleh Nyonya Van der Linden. Sebisa mungkin ia membalas pelukan itu layaknya teman atau sahabat, dia tak ingin dicurigai.
"Kenapa kamu tidak mengabariku? Mendadak kah?"
"Iya, Abner mengajakku"
"Oh? Okay. Ma boleh kah Lara tidur bersamaku saja? Kita ingin ngobrol hingga larut" Kata Agatha pada ibunya "Oh tentu saja! Mama senang sekali kamu akhirnya punya teman baik. Jarang sekali rasanya mama melihat kamu berteman"
Agatha melirik Lara dan tersenyum "Aku juga sangat senang.. Oh iya ma, aku mau bantuin Lara untuk mebereskan barang - barangnya dan dia juga harus membersihkan diri, nanti kita ketemu lagi saat makan malam! Dag ma" Agatha meraih tangan Lara, otomatis Lara mengekor pada wanita pujaan hatinya itu.
Sesampainya mereka di kamar, Agatha mengunci pintunya. Langsung ia menarik tengkuk Lara dan mencium bibirnya, juga melumatmya. Lara sedikit terkejut namun ia langsung membalas lumatan bibir Agatha
Ciuman panjang itu akhirnya terhenti karena kebutuhan mereka akan oksigen yang banyak. Mereka memutuskan untuk berbaring
"Kamu kesini sama Abner?" Tanya Agatha, memastikan
"Iya, dia mendatangi orang tuaku meminta izin"
"Untung aku lagi ada disini"
Lara pun merubah posisinya menghadap Agatha
"Kamu cemburu?"
"50% cemburu, 50% khawatir" Ekspresi kesal Agatha membuat Lara gemas, ia pun menghujani pipi wanita bermata sipit itu dengan ciuman.
"Kamu menggemaskan"
"Aku tau" Kata Agatha dengan percaya diri
"Jadi pacarku." Ungkapan Lara membuat Agatha membulatkan matanya dan merona.
Tapi tunggu, itu pertanyaan atau pernyataan?
Atau suruhan?
KAMU SEDANG MEMBACA
LARA
Historical FictionLara De Witt tidak pernah menyangka bahwa ia akan menginjakkan kaki di tempat yang sangat jauh dari kota kelahirannya, ia juga tidak pernah mengerti apa yang ia rasakan pada saat ia menginjakkan kaki di Kota Bandung. Marah dan Sedih, hal itu sudah p...