I. 𝐂𝐢𝐧𝐝𝐞𝐫𝐥𝐢𝐧𝐞

117 48 13
                                    

Setelah berjalan jauh melewati sungai, akhirnya kita sampai di kota pertama, Cinderline.

Baru saja sampai di gapura susananya sudah berbeda dengan tembok gapura yang di cat dan bendera segitiga yang di gantung dengan tali.

Ini semua benar-benar meriah.

Semua warga Cinderline menghentikan aktivitas mereka; berkebun, berdagang, berbelanja namun di gantikan menghias desa itu semeriah mungkin dengan lentera yang beraneka bentuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua warga Cinderline menghentikan aktivitas mereka; berkebun, berdagang, berbelanja namun di gantikan menghias desa itu semeriah mungkin dengan lentera yang beraneka bentuk. Merombak ulang toko mereka seperti mengecat tembok dengan warna cerah, mengubah susunan toko dan menambahkannya dengan aksesoris.

Dan terakhir yang membuatku tertarik adalah proses pembuatan patung seseorang pria dengan tongkat di tangannya. Dan ku yakin ia adalah orang penting di Cinderline.

"Harry itu siapa?" Aku menunjuk patung itu.

Harry mengikuti arah telunjukku sebelum akhirnya ia berucap, "Dia jendral Ronald, seorang yang menyelamatkan rakyat Cinderline saat terjadinya hak asasi manusia pada jaman itu. Karena ia, Cinderline menjadi tempat dimana semua fakta bisa hidup bebas dan memenuhi haknya sebagai manusia."

"Dia benar-benar hebat. Kalau London di pimpin olehnya, apakah aku bisa memenuhi hakku?" Tanpa kusadari, Harry menoleh ke belakang, menatapku iba. Melihatku yang sedang menatap keramaian dan kebahagiaan orang-orang sebelum akhirnya ia kembali ke depan, menghembuskan nafasnya sedalam-dalamnya.

Setelah bertemu bundaran air mancur, Harry langsung memacu kuda lebih cepat ke sebelah utara. Ia melesat ke sebuah jalan kecil. Berbelok ke kanan hingga bertemu kebun labu sebelum akhirnya belok ke kanan lagi kembali dengan jejeran rumah yang sama. Setelah lurus terus, ia akhirnya belok ke kiri hingga akhirnya kami sampai di sebuah rumah klasik milik seseorang. Seperti biasa Harry melompat dari kuda, membantuku turun. Dan tali kuda itu ia ikatkan di pagar kayu depan rumah.

"Ellie," panggilnya kepada wanita tua yang sedang menyapu. Wanita itu menghentikan aktivitasnya, mendekati Harry dan memeluknya.

"Harry, sudah lama kau tidak kemari." Harry dan Ellie berjabat tangan sebelum akhirnya mereka berpelukan singkat.

Harry terkekeh. "Aku sibuk meniduri banyak wanita." Ellie berdesis, memukul lengan Harry. Dan aku hanya bisa memutar mataku saat ia mengatakan itu.

"Kau tidak pantas berbicara seperti itu." Akhirnya mereka berdua tertawa hingga Ellie tersadar akan ke hadiranku. Ia tersenyum padaku, tatapannya juga sepertinya bersahabat.

Pun Harry meraihku. "Dia temaku, Gracia Gilbert."

Aku mengulurkan tanganku. "Kau bisa memanggilku Gracia." Ucapku ramah.

Without A Name [EDIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang