𝐒𝐢𝐦𝐨𝐧

70 31 2
                                    

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali ketika cahaya dari jendela menyilaukan mataku. Dan ketika aku baru menyadari sesuatu hal, sebuah tangan melingkari tubuhku bersamaan dengan dengkuran lembut yang keluar menghembus pundakku. Pun aku berbalik dan mendapatkan Harry tanpa pakaiannya dan aku menatap diriku juga ketika aku— benar-benar tidak percaya bahwa aku juga tidak mengenakan apapun. Aku mendongak untuk melihat wajahnya. Bibir itu bengkak, matanya tertutup dengan indah seperti seorang malaikat, rahangnya sangat tegas seperti di ukir.

Tiba-tiba Harry membuka matanya, menyorotkan tatapannya padaku. Wajahnya yang kaku merenggang saat ia tersenyum. "Um, Gracia." Ia mengelus pangkal rambutku lembut.

"Andai aku bisa melihatmu pertama kali saat kau bangun." Ucapnya lagi sebelum menutup matanya kembali dan meremas pinggangku.

Hatiku berbunga-bunga saat ia mengatakan itu. Namun mengingat hal-hal manis yang sering Harry utarakan untukku— membuatku teringat ketika Harry menganggapku hanya sebatas teman.

Dan kali ini aku tidak akan setuju setelah apa yang kita lakukan semalam dan dia masih menganggapku teman.

Aku melepaskan lengannya dari pinggangku dan bergerak bangun. Namun Harry yang menyadari pergerakkanku langsung membuka matanya tidak setuju dan menarik lenganku. "Mau kemana?" Tanyanya seakan dia tidak mengerti apa maksudku.

Aku menggeleng cepat. Rasanya mataku begitu perih, hatiku begitu sesak hingga aku berusaha menela salivaku kasar. "Kita salah Har, kita tidak seharusnya seperti ini!" Bantahku sambil berusaha melepaskan cengkramannya namun aku tidak bisa. Harry begitu kuat.

Harry mengubah posisinya— duduk sambil berusaha mencari arah mataku. "Apa yang kau pikirkan?" Tanyanya dengan keras.

Kini aku bisa membebaskan tanganku darinya. Aku menyorot tajam ke arahnya yang kini matanya telah memerah. Harry melihatku dengan kecewa dan di bandingkan dia yang kecewa— disini aku lebih tersakiti. Aku tidak di perbolehkan untuk mencintainya. Namun kita telah banyak melakukan hal lebih dari teman.

"Teman! Apakah Ini yang namanya teman Har?" Aku berteriak yang membuat ia menautkan kedua alisnya dengan kecewa. "Aku tidak mau mendengar kau bilang teman padaku! Anggap saja hal semalam hanyalah salah paham dan—" Ucapanku terhenti ketika Harry mencodongkan wajahnya padaku, melumat bibirku dengan sensasi sebelum matanya menatapku kembali.

"Aku mencintaimu Gracia— aku bodoh. Aku tidak bisa mengatakan hal itu secara langsung denganmu. Dan aku sadar aku tidak bisa tanpamu. Fuck, aku tidak bisa membiarkan kau dengan si brengsek itu."

Aku benar-benar tidak percaya apa yang Harry katakan. Aku tidak bisa mengontrol ketika kupu-kupu terbang, bernari-nari di dalam perutku— seakan itu mimpi indah untukku. Tanpa menjawabnya— aku menarik dagu pria itu ke wajahku untuk menciumku kembali.

"Fuck aku membutuhkanmu Gracia."

• • •

Aku menuruni tangga bersama Harry. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa senangku ketika akhirnya aku dan Harry memiliki status walaupun Harry melarangku untuk menceritakannya kepada siapapun untuk saat ini entah karena apa. Namun yang terpenting, Harry berjanji tidak akan menyembunyikan apapun lagi terhadapku. Dan kita akan jujur soal permasalahan apapun.

Saat aku menoleh ke arah Harry tersenyum, Harry tersenyum padaku juga.

Dan kehadiran kami di sadari oleh Carol yang sedang mengelap meja. Ia menatap kami dengan heran— tersenyum ketika aku menghampirinya. "Apa yang terjadi dengan kalian?" Aku langsung menggeleng cepat.

Without A Name [EDIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang