Enam

851 64 0
                                    

Sometimes the contents of the head don't always match reality

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sometimes the contents of the head don't always match reality. So, just limit your thought portions.
_____

Bandung akan selalu punya tempat tersendiri di hati. Bukan karena ia lahir dan besar di sini. Melainkan karena Bandung selalu punya cerita dari masa ke masa.

Cerita romansa yang tidak habis dimakan masa, begitu katanya.

Seorang laki-laki dengan pakaian serba hitam tampak duduk bersama teman-temannya di dalam ruangan yang besarnya 6 × 9 meter. Dengan dinding didominasi warna abu gelap. Bendera kebanggaan juga berdiri di sudut ruang.

Mereka menyebut ruangan ini sebagai— markas 112.

"Bim, tau teu kalo kamarin si Aji diajak balapan sama Aryo? Tapi cuma berdua aja tanpa bawa antek-antek." ucap Satya— pria dengan rambut kriting yang baru masuk ke dalam markas sambil membawa lima gelas es teh.

Bimantara yang sedang bermain ponsel pun mendongak. "Balapan? Serius?"

"Serius, anying." jawab Satya.

"Diterima sama si Aji?"

Satya menusukkan sedotan ke gelas es teh. "Masih ditimbang-timbang sama si Aji. Yah lagian si Aryo pake taruhan. Biasalah masalah awewe." balasnya sebelum meminum es teh.

"Teu usah digubris. Buang-buang waktu, lagian kalo Kang Nanda tau juga gak akan bolehin." celetuk Bagas— pria dengan tatto di lengan kanan. Kini mengambil duduk di sebelah Bimantara dan mengambil salah satu es teh yang ada di meja.

Kemudian mendengarnya membuat Bimantara mengangguk setuju. "Bener kata si Bagas. Ntar kalo maneh ketemu si Aji bilangin gak usah digubris." tuturnya.

"Kalian lupa kalo si Aji keras kepala? Apalagi si Aryo yang nantangin duluan pakai bawa-bawa ceweknya. Kalo menyangkut harga diri dan menyangkut ceweknya, aih, si Aji teu bisa disenggal senggol. Teu wani aing cegah si Aji." ujar Satya sambil mengangkat tangan.

Bimantara terlihat menghela napas panjang. Sudah hampir delapan tahun ia bergabung ke dalam keluarga ini. Mungkin untuk orang awam menganggapnya hanya sebagai geng motor biasa atau bahkan komplotan. Tapi bagi Bimantara— mereka adalah keluarganya. Keluarga yang menyelamatkan dari kehidupan rumah yang asli.

Dan apa yang diucapkan dari kedua temannya barusan ini benar. Namun saling bertentangan. Laki-laki itu kembali bersuara. "Yaudah engke biar aing yang ngomong." ucapnya yang lantas berdiri sambil memakai jaket. "Cabut dulu, ya. Kalo ada yang nanya bilangin lagi keluar."

"Aih, pasti maneh hayang ka— " ucapan Bagas terputus. "Bercanda, Bim. Jangan langsung molotot kitu ah." katanya yang lantas membuat Bimantara menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. Kemudian melangkah keluar.

Love at First SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang