Delapan Belas

348 40 0
                                    

Because I've always needed more love

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Because I've always needed more love. Will you tell me even if it's a little late?
_____

"Udah saya bilang saya gak ikut tawuran ugal-ugalan itu, Pak. Liat nih kepala saya bocor kena lemparan batu. Saya di sini korban bukan pelaku."

Terlihat Bimantara masuk ke dalam kantor polisi dengan digandeng seorang polisi. Laki-laki tersebut diarahkan untuk duduk di salah satu kursi di sana.

"Mau pelaku atau korban, semua bisa terluka kalau terlibat tawuran." jelas polisi yang berada di hadapannya. "Nama, tanggal lahir, alamat, pekerjaan, sebutin semua." titahnya sambil mengetik.

Bimantara mengusap wajah gusar. "Saya gak salah, Pak. Ngapain saya harus mencoreng nama saya sendiri di dalam catatan kejahatan yang gak saya lakuin?"

Agenda mengetik tersebut terhenti. Diamatinya dengan lekat Bimantara. "Kamu jangan main-main, mau tidur di sel?"

Laki-laki tersebut tampak menahan rasa kesal. "Bapak cek aja sendiri CCTV di supermarket dekat lokasi kejadian. Katanya penyidik tapi hal kayak gini aja sembrono, orang udah dibilang gak ikutan juga."

"Di mana dia?"

Seorang pria paruh baya masuk sambil menghampiri salah satu petugas di sana. Dari balik tubuh tegap pria tersebut— sosok gadis dengan rambut tergerai ikut membututi. Bimantara yang tidak sengaja melihat kehadiran Yasmin tentunya dibuat mematung. Lebih-lebih ia datang membawa Papahnya. Mereka saling pandang sebelum pada akhirnya Bimantara memutuskan untuk kembali menatap sang Polisi.

"Bima?" panggil Wiratama.

Terdengar derap langkah yang semakin mendekat. Membuat laki-laki dengan kepala terluka itu menunduk di kursinya. Menghembuskan napas berat. Selain merasa malu, Bimantara juga merasa bahwa sekarang image anak baik-baik itu sudah hilang antah berantah.

Wiratama menghampiri Bimantara. "Astaga, kamu kenapa? Tadi Yasmin bilang—"

"Pah." panggil Yasmin dari belakang. Saat Wiratama menatap putrinya, kepala itu menggeleng pelan. Lalu mengisyaratkan ada petugas di depan Bimantara yang memperhatikan mereka dari awal.

"Saya walinya." ucap Wiratama sambil mengambil duduk di sebelah Bimantara.

Sekitar sepuluh menit pria paruh baya itu menjelaskan kronologi buatannya serta menjadi penjamin atas Bimantara. Lagi pula, Wiratama tahu pasti bahwa anak laki-laki ini tidak mungkin ikut andil dalam perbuatan tidak bermoral itu.

Setelah diperbolehkan untuk pulang. Wiratama pamit lebih dulu ke mobil. Sengaja memberikan ruang untuk Yasmin dan Bimantara bicara. Bukan tanpa sebab, pasalnya sejak awal kedatangan mereka. Kedua muda mudi ini saling curi pandang dengan mulut yang bungkam. Di tengah koridor kantor polisi, Yasmin memberikan sebuah tisu.

"Kamu luka." katanya dengan mata melirik pelipis Bimantara yang terluka.

"Makasih, Yas." balasnya sambil menerima uluran tisu.

Love at First SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang