ICE PRINCE (see you again)

95 12 3
                                    

"Akhh..".  Esme mengerjapkan matanya saat terbangun. Kepalanya terasa sangat pusing.

Dengan susah payah, Esme memaksakan tubuhnya untuk berdiri. Beberapa bagian tubuhnya terasa ngilu untuk digerakan, pandangannya yang kabur sedikit demi sedikit menjadi lebih jelas. Di perhatikan ruangan tempat dia berada sekarang, tempat yang sangat dingin dan gelap. Ruangan berlumut yang temaram, cahaya mentari hanya sedikit saja yang berhasil masuk melewati celah kecil diantara tebalnya dinding.

hal pertama yang dipikirkannya adalah dimana dia berada sekarang

Dengan cermat, Esme berusaha menemukan jalan keluar dari ruangan lembab itu. Tak sengaja Esme menemukan sebuah batu besar yang tampaknya menutupi sebagian lubang yang diyakininnya adalah pintu keluar. Dengan segenap usaha, dia berusaha mendorong batu itu agar bergeser. Tetapi sia-sia batu itu terlalu besar. Tak mau berputus asa Esme mencari celah diantara batu besar dengan pintu keluar, ternyata terdapat sebuah celah  seukuran lebih dari 2 jengkal tangan. Celah yang terbilang cukup untuk dilewati olehnya dengan usaha.

" AWW!!. susah sekali." Pekik Esme saat memaksakan tubuhnya untuk melewati celah kecil di samping bawah batu besar.

Dengan susah payah akhirnya dia bisa keluar dari ruangan gelap itu, walaupun alhasil lengannya lecet akibat bergesekan dengan batu yang tajam.

dibersihkannya bajunya yang kotor terkena pasir, kemudian Esme kembali melihat sekeliling.

Esme kini berada di ruangan yang lebih besar, mungkin 3x lipat dari ruangan sebelumnya. Ruangan ini lebih terang dan bersih dengan banyak pintu dan jendela yang mengelilingi dinding, udaranya bersih dan segar dan dengan bebasnya cahaya mkatahari menerobos masuk dari jendela- jendela kaca yang telah pecah. Tak buruk juga, pikir Esme.

" Halooo, APAKAH ADA ORANG DISINIIIII. SELAIN AKU TENTUNYAAA?" Teriak Esme sekeras- kerasnya. Suaranya menggema memenuhi lorong ruangan.

" Wew, jadi dimana aku sekarang." Setelah melihat bayangan gelap yang menghadangnya di depan pintu gudang, Esme tak ingat apa- apa lagi. Tiba- tiba saja dia terbangun dan mendapati dirinya berada dalam ruangan aneh.

 " Apakah ini mimpi? tapi tidak mungkin! ini terasa sangat nyata. " Pikir Esme sambil memperhatikan seluruh detail tempatnya berada. Ruangan yang nampak tidak asing baginya, tapi Esme tidak pernah ingat pernah menginjakan kaki disini sebelumnya.

Dinding ruangan besar itu dipenuhi oleh lukisan-lukisan tua yang sudah memudar, pilar- pilar tinggi yang menyangga ruangan terlalu mewah dan artistik untuk sebuah ruangan. Esme berjalan pelan sampil memperhatikan lukisan- lukisan yang tampaknya sudah berusia lebih dari ratusan tahun.

 Langkahnya terhenti saat berada di depan sebuah lukisan yang cukup besar, Esme terkesima begitu tahu bahwa masih ada lukisan yang masih dapat sedikit dikenali. Sebuah lukisan yang separuh bagiannya telah terkoyak hingga menyisakan sedikit gambar, Esme mendekatkan kepalanya untuk melihat lebih jelas lukisan tersebut. 

Seorang perempuan dengan gaun dari abad 21 tengah duduk manis di sebuah kursi, yang membuat Esme terpana adalah wajah perempuan di lukisan sangatlah cantik. Rambutnya panjang dengan warna hitam kelam, selaras dengan kulitnya yang putih. Mata perempuan yang berada dalam lukisan berwarna hitam dan tampak nyata, disamping perempuan tersebut juga ada gambar seorang lelaki yang bagian atasnya telah terkoyak sehingga Esme tidak dapat melihat wajah siapa yang telah terlukis. 

Hampir saja Esme tidak menyadari sesuatu dari lukisan tua itu, sejenak setelah dia hampir berpaling menuju lukisan lain. Ujung matanya menangkap sesuatu yang dengan jelas berada pada leher perempuan dalam lukisan. 

Sebuah kalung perak dengan bandul berlambangkan huruf L, sebenarnya Esme tak terlalu memperdulikannya namun ingatannya seolah kembali saat pertamakali memasuki sekolah barunya. Di pintu utama saat dia ingin memasuki sekolah, dia pernah terpana akan ukiran simbol L khas yang sangat mirip dengan kalung perempuan di dalam lukisan.

" Hah? ada apa sebenarnya ini? Apakah hanya sebuah kebetulan semata? Tapi bagaimana mungkin St. LUCIENT kan masih belum dibangun saat abad 21. Atau itu hanyalah simbol nama? tapi tidak mungkin juga, aku betul- betul mengenali simbol khas dari sekolahku." Esme nampak tak percaya dengan apa yang dia lihat, bagaimana mungkin bisa ada simbol dengan ukiran khas yang sama dangan sekolahnya ada pada abad 21. Tidak dapat dipercaya.

" Sudah kuduga, ini pasti hanyalah mimpi!. " Kata Esme yakin.

" Kalau bukan? " Tiba - tiba terdengar sebuah suara yang menimpalinya.

Dalam sekejap jiwa adrenalin Esme melonjak, siapakah gerangan yang berbicara padanya? bukankah saat ini dia sedang sendiri?.

Dengan takut- takut Esme menengok ke arah suara.

" KAU?!?" Teriaknya kaget. Bagaimana tidak Esme mengenali siapa pemilik suara yang sekarang telah berada di hadapannya. 

Manik biru laut yang indah yang kini menatapnya dengan tatapan aneh, membuat Esme takut- takut sekaligus salah tingkah.

" Kau mengenaliku?" Tanyanya 

" K...kau yang memberikanku kotak aneh itu bukan?." Jawab Esme terbata- bata, ini aneh sekali. Dikemarin hari dia sudah tak bisa mengingat siapa yang telah memberikannya kotak aneh itu dan sekarang dia malah mengenalinya dengan jelas.

" Kotak aneh? Ah.. jadi kau belum membukannya?. " Tanyanya lagi, dia kini sudah berdiri tepat sejengkal di depan Esme yang membuat Esme kaget setengah mati karena tidak menyadarinya.

Karena kaget, Esme refleks berjalan mundur kebelakang tanpa tahu kalau ada patung batu kecil dibelakangnya. Alhasil Esme pun terjungkal jatuh.

" KYAHHH!!.." Teriaknya kesakitan saat tubuh bagian belakangnya menyentuh kerasnya lantai. 

Dengan wajah yang masih meringis kesakitan Esme dengan malu- malu menengok bagaimana reaksi si pemuda diihadapannya.

Pemuda dengan wajah rupawan itu sayangnya tak bereaksi apa- apa, wajah bak porselennya tak menunjukan raut wajah bersalah ataupun kasihan hanya datar menatap lurus kearah Esme. Badannya yang nampak kokoh pun sepertinya tidak berniat untuk sekadar membantu Esme berdiri. Sialan, batin Esme.


𝗗𝗘𝗔𝗥 𝗧𝗢𝗠𝗢𝗥𝗥𝗢𝗪 | 𝗖𝗛𝗔𝗣𝗧𝗘𝗥 𝗜Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang