-Yang aku ingat hanyalah mata yang berkilauan itu
cantik dan indah adalah kata yang pas untuk menggambarkannya-
Mataku tampak begitu berat, yang terlihat semuanya samar. Entah aku sedang berada dimana, semua orang tampak ramai berlalu - lalang mengelilingiku yang diam terpaku. Apa aku tengah berada di pasar? Ah, kenapa semua perempuan mengenakan gaun? Atau aku ternyata berada di klub teater? Tidak mungkin. Terlalu ramai, kepalaku pusing.
Belum sempat hilang rasa penasaranku, tiba- tiba dari arah belakang terdengar suara keras dan semua orang yang tadinya sibuk berlalu lalang berlari menjauhi arah suara. Apa itu? Seekor kuda hitam yang sangat besar berlari dengan garang dan sialnya sedang menuju ke arahku. Sial! Refleksi tubuhku sangat lambat dan kemungkinan besar aku tak dapat menghindar, aku pasti bakalan remuk diinjak oleh kuda sebesar itu.
Oh, selamat tinggal dunia. Kataku dalam hati sambil menutup mata saat melihat kuda hitam itu hanya berjarak 2 kaki dari depanku. BRUAKK*..., suara dentuman benda yang sangat keras membuatku terpental. Apalagi saat tubuhku menyentuh tanah, tapi kenapa tak sesakit yang kubayangkan? Apa aku sudah mati sedari tadi karena terkena serangan jantung mendadak? Segera kubuka mataku untuk melihat apa yang terjadi, ah sial. Ternyata ada yang menyelamatkanku, dan kini dia sedang telungkup untuk melindungi tubuhku yang lemah ini. Aku mencoba memfokuskan pandanganku, mencoba melihat wajahnya yang tepat berada di atas wajahku. Oh, OH kini aku benar - benar terkena serangan jantung saat melihat seraut wajah tampan yang telah menyelamatkanku. Perlahan pandanganku kembali samar dan yang kuingat untuk terakhir kalinya adalah matanya yang berwarna biru berlian, benar - benar seperti berlian yang berkilauan. Dan akupun kembali ke peraduanku.
Saat aku sadar, ternyata aku terbangun di atas ranjang yang empuk. Hey, kenapa aku bisa berada di sini? Pikiranku kembali berkecamuk, antara alam bawah sadarku mengatakan bahwa ini hanyalah mimpi dan semua kejadian yang kualami terasa benar - benar sangat nyata. Sebenarnya apa yang telah terjadi. Ah entahlah, kepalaku masih terasa sakit.
Aku menurunkan kakiku menyentuh lantai marmer hitam yang terlihat sangat kontras dengan kulitku. Dingin, dan itu menandakan kalau aku masih hidup.
Dimana ini?
Luccas, dimana dia?
Dengan panik, aku menelusuri ruangan yang kutempati. Ruangan yang memang pantas jika disebut kamar, ranjang yang tertutup oleh kelambu wol. kamar yang temaram namun nyaman dengan dinding berkubah menjulang yang dilukis seperti museum tua yang pernah kudatangi. Sejenak aku terpaku karena merasa kagum.
Aku terus berjalan menuju salah satu jendela, kubuka perlahan jendela yang engselnya berderit - derit, udara dingin seakan masuk menyapu wajahku.Pekatnya langit malam yang bertabur bintang memenuhi manik mataku.
Sudah malam rupanya, dan aku yang masih berdiri kebingungan hanya bisa menunggu apa yang akan terjadi padaku nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗗𝗘𝗔𝗥 𝗧𝗢𝗠𝗢𝗥𝗥𝗢𝗪 | 𝗖𝗛𝗔𝗣𝗧𝗘𝗥 𝗜
FantasyEsmeralda eugini tak menyangka bahwa sekolah barunya merupakan sekolah berasrama yang memiliki sejarah kelam dan terkutuk, disana dia harus menghadapi teror dari mahkluk yang berbeda dunia serta menghadapi kematiannya sendiri. Namun sisi baiknya, di...