Pelatihan mengenai Lobbying dan Negosiasi selesai tepat pada waktunya. Yara mengantar pembicara hingga ke lapangan parkir, berulang kali menyampaikan terimakasih sambil terus mengajak diskusi perkara hal yang telah disampaikan di dalam kelas.Sekali lagi Yara mengangguk, melambaikan tangan ketika pembicara itu sudah menutup pintu mobil dan bersiap untuk pergi.
Dengan senyum tenang yang selalu terukir di bibirnya, Yara kembali berjalan menuju kelas yang berada di lantai dua, menghampiri anak-anaknya yang masih belum beranjak pulang.
Yara duduk tanpa canggung diantara para anggota yang sebagian besar lebih muda darinya. Ia ikut berbincang, dengan cepat mengikuti alur obrolan yang terbentuk di dalam lingkaran itu.
"Oh iya? Kemarin Pak Galih marah-marah di kelas? Kenapa?" sahut Yara, menanggapi cerita salah satu anaknya.
"Iya kak!" jawab Renjani, si anak yang sedaritadi semangat bercerita. "Pas si Bapak masuk tuh kita semua udah pada pulang. Soalnya si Bapaknya telat hampir satu jam Kak, ngga ngabarin apa-apa lagi. Kan kita kira ngga ada kelas, jadi pada pulang deh."
"Ooh," Yara mengangguk. "Terus terus kalian gimana? Pada minta maaf ngga?"
"Ketua kelas sama ketua angkatan doang Kak yang minta maaf."
"Loh kenapa? Kok ngga semuanya yang minta maaf?"
"Tau tuh, Kak! Malah aku sama Jeno doang yang disuruh ke ruang jurusan Kak!" Mark mengadu dari belakang.
"Ya masa mau ke ruang jurusan sekelas sih, Le?? Yang ada nanti diusir sama dosen!" teriak Renjani tidak mau kalah.
"Le?" tanya Yara kebingungan.
"Bule, Kak."
"Ooh.."
"Ya gapapa lah??" serang Mark lagi. "Atau seengganya berapa orang kek gitu ikut gue sama Jeno turun. Bener-bener lo pada emang seneng banget numbalin orang. Semester depan gue ngga mau jadi ketua kelas lagi!"
"Yaudah emang cuma lo doang yang bisa jadi ketua kelas??"
"Bener ya? Gue nyalonin lo ya Jan buat jadi ketua kelas??"
"Ya jangan gue lah, Le! Gue kan cewek!"
"Emang kenapa kalo lo cewek??"
"Ya masa yang jadi pemimpin cewek sih??"
"Lah lo pikir kak Yara cewek apa cowok?? Alasan doang lo! Cewek juga bisa kali jadi pemimpin!" ujar Mark bersungut-sungut.
"Kenapa malah jadi pada berantem sih?" tanya Yara dengan tenang sambil memperhatikan kedua anak departemennya.
"Si bule duluan nih, Kak!" tunjuk Renjani pada Mark.
"Kok gue???" tanya Mark tidak terima.
"Aku baru tau loh kalo kamu bisa ribut juga sama cewek," Yara yang tengah duduk mendangakkan kepala untuk melihat Mark yang sedaritadi berdiri dan berkacak pinggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIGA PAGI
Fiction généraleAruna dan Maraka, mengarungi masa awal pendewasaan dengan banyaknya suara di kepala serta pilihan-pilihan pelik dan rahasia-rahasia yang dibagi berdua di penghujung malam.