Jika manusia secara individu sering kehilangan rasa semangat dan selalu membutuhkan waktu untuk beristirahat dan membangun kembali jiwa juangnya, maka organisasi juga. Organisasi bukanlah sebuah benda mati, melainkan organisasi adalah sesuatu yang dihidupkan oleh sistem dan juga manusia-manusia yang berada di dalamnya. Manusia-manusia, yang tandanya berkelompok; lebih dari satu.Seperti hari ini, menjelang beberapa bulan menuju akhir periode, tiga angkatan bergegas menuju villa salah satu rekan mereka untuk melakukan upgrading. Sebenarnya hal-hal yang dilakukan di upgrading selalu sama. Perkenalan ulang, bermain game, berbincang, makan bersama, dan tidur bertumpuk di ruangan yang luasnya tidak seberapa.
Dua angkatan termuda terlihat masih enerjik, begitu bersemangat mengikuti segala rangkaian acara mulai dari senam pagi hingga agenda terakhir makan malam. Sementara, para pejabat himpunan yang telah berada pada tahun terakhir perkuliahan lebih banyak memantau dari luar lingkaran. Melihat dan memperhatikan adik-adik mereka yang selalu disemogakan dapat jauh lebih baik dalam menjaga himpunan.
Selesai makan malam, acara resmi ditutup. Seluruh peserta mulai berpencar, ada yang memutuskan keluar untuk mencari makanan ringan, ada yang berkumpul dan bernyanyi bersama, ada yang dengan sigap langsung menghubungi orang yang sudah menunggunya sedaritadi, ada juga yang hanya berleha-leha.
Yara berjalan keluar menuju teras, ia duduk di salah satu bangku yang ada disana berhadapan dengan Januar temannya.
"Yar, skripsi Yar." Januar seketika mengeluh ketika Yara bahkan belum ada lima detik duduk disana.
"Kenapa skripsi?" tanya Yara.
"Cara ngerjainnya gimana, Yar?"
"Ngga tau Jan, gue juga belum pernah skripsian."
Ah, apalagi yang dicemaskan oleh mahasiswa angkatan tua selain penyusunan skripsi sekaligus penyusunan masa depan selepas lulus? Topik itu bahkan seolah tidak pernah hilang barang sehari dari mulut siapapun yang Yara temui.
Keduanya akhirnya berbincang tentang rencana yang masih abu-abu, tentang cita-cita yang masih terlihat semu, dan tentang hari yang keberadaannya mungkin tidak terlalu ditunggu.
Di tengah kegelisahan tentang pemikiran masa depan, Mark datang, menaruh tangan di pundak Yara kemudian memanggil namanya pelan setelah menyapa Januar dengan tawanya yang hampir selalu terlihat canggung.
"Kak Yara, bisa ikut aku ngga?" tanya Mark, masih dalam posisi berdiri.
"Ih, mau kemana? Udah malem," Januar yang menjawab.
"Ngga kemana-mana, Bang. Masih di dalem area villa kok. Gapapa ya, Bang?" izinnya.
"Ngapain izin sama Januar?" tanya Yara, ia kemudian berdiri dan mengajak Mark melangkah pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIGA PAGI
General FictionAruna dan Maraka, mengarungi masa awal pendewasaan dengan banyaknya suara di kepala serta pilihan-pilihan pelik dan rahasia-rahasia yang dibagi berdua di penghujung malam.