Menjadi telinga dan menjadi pundak mungkin sudah menjadi tugas Yara di dunia. Siapapun yang ia temui, dan entah dalam kondisi apapun, ia selalu dianggap sebagai seseorang yang mampu menjadi pendengar dan juga tempat untuk bersandar.Tidak terhitung berapa kali dalam satu hari ia mendapatkan pesan dari teman-temannya untuk bertemu dengan tujuan yang sama; menyampaikan cerita beserta perasaan dengan harapan mendapatkan timbal balik yang sesuai dengan ekspektasi dari Yara.
Yara tidak pernah lelah untuk mendengar. Ia juga tidak pernah merasa keberatan untuk dijadikan sandaran. Baginya, selama ia masih dicari dan dibutuhkan, itu sudah lebih dari cukup. Walaupun seluruh cerita yang ia terima menyita banyak ruang di kepala dan emosinya, namun Yara bersyukur, setidaknya kehadiran ia di dunia masih dapat memberikan manfaat walau sekecil apapun di kehidupan sekitarnya.
Sinar dari matahari pagi yang menyelinap melalui tirai kamarnya membuat ia sadar bahwa harinya akan segera dimulai dan ia harus bergegas untuk pergi. Ia beranjak dari meja belajar dan menutup buku non-fiksi yang selalu ia baca sesaat setelah ia membuka mata.
Yara senang membaca, tapi dia tidak terlalu menyukai cerita fiksi. Baginya, cerita fiksi terlalu banyak membual dan memberikan asa yang palsu. Seolah seluruh cerita akan berakhir bahagia dan seluruh perkara akan menemukan solusinya dengan mudah. Beberapa kali ia mencoba untuk membaca fiksi, mencoba mencari dirinya di dalam sana. Beberapa kali juga ia menemukan fiksi yang seolah bercerita tentang dirinya, namun ketika ia sampai di akhir, ia hanya bisa menutup buku dengan perasaan yang kosong. Karena ia tahu dalam kasusnya, cerita itu tidak akan berakhir sebaik apa yang ditorehkan oleh para penulis dalam fiksi.
Ia mengambil tote bag yang selalu ia gunakan, merapikan rambut kemudian bergegas berjalan menuju kampus dengan senyum yang tiba-tiba mengembang karena satu pesan yang masuk.
Pesan itu dari Maraka, isinya tidak panjang, hanya satu kalimat yang terlampau sering ia dengar, tapi kali ini ia maknai dengan berbeda.
"Have a good day."
Hanya pesan itu yang dikirimkan, tapi Yara sudah bisa merasa bahwa hari ini akan berjalan baik-baik saja.
Yara menarik napas dan tersenyum seraya meringankan langkahnya seiring ia semakin dekat menuju ruang kelas.
Sifat ramah dan bersahabat yang ia miliki membuat dirinya dikenal oleh hampir seluruh orang yang berada di fakultasnya. Entah itu teman satu jurusan, adik tingkat, kakak tingkat, mahasiswa dan mahasiswi jurusan lain hingga petugas kebersihan dan tukang berjualan di sekitar kampus pasti mengenalnya dan selalu menyapanya setiap kali mereka berpapasan.
Yara tidak pernah mengabaikan satu sapaan pun, tidak peduli seberapa sibuk dan terburu-buru dirinya, ia akan selalu meluangkan waktu barang satu menit untuk menjawab kembali sapaan yang ia terima. Jika waktunya luang, ia bahkan bersedia untuk duduk dan bercakap sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIGA PAGI
General FictionAruna dan Maraka, mengarungi masa awal pendewasaan dengan banyaknya suara di kepala serta pilihan-pilihan pelik dan rahasia-rahasia yang dibagi berdua di penghujung malam.