Aku sudah berada di kilometer kedua, terlihat dari spanduk yang terpasang di tepi jalan. Saat ini aku berlari sendirian ditengah semua pelari yang tampak berlari bersama-sama.
"Hai Deborah, mau bergabung?" seseorang menepuk bahuku. Aku menoleh dan mendapati seorang gadis yang kalau tidak salah bernama Sarah Truscott tersenyum kearahku. "Kami menerima seseorang lagi untuk mengobrol."
"Tidak, terimakasih."
Aku berlari mendahului kelompok Sarah. Bukannya apa-apa, tapi aku bukanlah tipe gadis yang suka bergaul. Aku tak bisa menyesuaikan diri pada sebuah kelompok atau sebuah obrolan. Aku lebih suka bekerja sendiri. Ya, aku adalah tipe gadis yang mandiri. Sedikit banyaknya, aku tak memerlukan orang lain.
Lagipula, ini sebuah kejuaraan, sebuah persaingan. Betapa bodohnya mereka berlari bersama dan saling berbagi tawa. Menurutku ini adalah tentang kemenangan dan harga diri. Tak ada perihal saling berbagi satu sama lain. Dan maka dari itu, tak ada sedikitpun niatku untuk bergabung dengan mereka.
"Wah, kau disini rupanya. Tadi kau meninggalkanku begitu saja. Larimu sangat cepat."
Aku menoleh dan merasakan perasaan tak enak yang langsung memenuhiku. Tampak seorang laki-laki dengan lelehan keringat memegang bahuku sembari tersenyum. Sial, itu Liam.
"Apa rahasiamu agar bisa berlari begitu cepat? Asal kau tahu, aku mengagumi gadis yang berlari cepat."
Aku memutar bola mataku. "Kurasa rahasia bukan untuk umum."
Liam tertawa merespon perkataanku. "Astaga, benar juga. Betapa bodohnya aku."
Kau memang bodoh, pecundang.
"Oh ya, ngomong-ngomong, apa kau punya pacar?"
"Apa?" aku bertanya sedikit tersentak. Pacar? Kapan aku memikirkan hal bodoh itu? Oh ayolah, pacar itu hanya omong kosong. Kau mendapat perhatian diawal saja, dan diakhir kau akan dicampakkan bagai sampah. Bukankah itu terlalu sopan? Hh, mereka hanya penyebar harapan transparan di muka bumi ini.
"Apa kau punya pacar?"
"Tidak."
"Serius?" tanya Liam berbinar. "Artinya jika aku mendekat padamu terus, tak akan ada yang marah bukan?"
Aku mengernyit. "Apa maksudmu?"
"Ya berarti tak ada batasan bagiku untuk mendekatimu."
Aku tergelak remeh. "Tentu ada yang marah."
"Siapa orang itu? Bukankah kau bilang tak ada?"
Aku berhenti berlari dan menatapnya sembari memiringkan kepala. "Orang itu adalah aku. Liam Payne, kau pikir menyenangkan didekati olehmu? Asal kau tahu, aku tak suka dekat dengan seseorang. Apalagi denganmu. Jadi menjauh dariku dan biarkan aku memenangkan kejuaraan ini. Selamat tinggal."
Aku berlari sangat cepat meninggalkan Liam yang terdiam di tempat. Sempat aku menoleh ke belakang dan menangkap pemandangan wajahnya yang bingung.
Bagus. Menjauhlah dan biarkan aku mengalahkanmu.
Gue double update kok, ntar malem post chapter satu lagi. Tapi liat dulu... eh udahlah liat nanti aja.
Gue mau nanya dong,
Fav song kalian apa?

KAMU SEDANG MEMBACA
Payne Game
Fanfiction❝ Dia, Liam Payne, hanya laki-laki tolol dengan seribu gombalan sampah ❞ Copyright © 2014 by ratukuaci All Rights Reserved