Seperti yang telah aku janjikan pada Wonny. Kami duduk bersebelahan di hari Kamis. Biolaku pun telah ku jinjing hingga ke kelasku. Beberapa sorot mata melihatku, atau lebih tepatnya melihat ke arah biola yang ku jinjing.
Wonny melihatku membawa biola dan mulai terlihat senyumannya. Tenang kawan, aku akan mengajarimu kalau aku sudah sedikit lebih lancar lagi.
Saat istirahat, Wonny mengambil biolaku dan meletakkannya di meja, lalu membuka tas biolaku.
"Grace, ajari aku ya.."
Aku tidak dapat menolaknya. Aku membantunya meletakkan body biolaku di bahu kirinya. Ia meletakkan tangannya di leher biola. Aku pun menyentuh tangannya untuk membetulkan posisi jari dan tangannya. His hand is so soft. I never touch any boy's hand before.
Entah apakah wajahku menampilkan ekspresi macam apa, Wonny dapat menerka nya. Aku malu karena menyentuh tangannya. Kalimat permintaan maaf, meluncur begitu saja dari bibir mungilku.
Aku begitu menikmati saat mengajarinya walaupun mungkin ia tidak paham apa maksudku.
"Wonny, aku boleh duduk sama kamu lagi?" Lagi-lagi aku kehilangan kontrol atas tubuhku! Aku mengatakan pertanyaan yang menurutku sedikit atau bahkan sangat aneh.
"Maaf, Grace. Aku besok duduk sama Rizal. Kapan-kapan pasti kita bisa duduk bareng lagi." Wonny memandangku. Baiklah, aku tahu apa arti tatapan itu.
Hari ini akan menjadi hari pertamaku untuk mengikuti latihan TONTI. Seminggu mudah dan cepat sekali berlalu. Semoga tidak se mengerikan saat PPI. Aku tidak heran kalau Wonny terpilih sebagai anggota TONTI. Dia adalah mantan anggota TONTI di SMP nya. Lihat saja tubuhnya yang tegap, walaupun masih terlihat cupu.
Melihatnya makan siang dari bekal yang dibawanya, aku pun terkikik. Aneh sekali. Biasanya anak lelaki suka jajan. Tapi berbeda dengan Wonny yang hari-harinys membawa bekal makan dan minum. Setelah berganti pakaian OR untuk latihan TONTI, aku kembali ke kelas dan menyisir rambutku. Aku masih melihatnya makan di pojok kelas.
Aku menghentikan acara menyisor rambut pendek se bahu ku, ketika Wonny bersin-bersin.
"Wonny, kamu terpesona sama Grace, ya?" Terdengar celetuk usil dari Rizal yang juga anggota TONTI. Aku pun mengacuhkan Rizal. Hmm.. Tidak penting.
"Weh! Aku mimisan!" Wonny memekik terkejut. Aku pun langsung menoleh ke arahnya. Darah merah mengucur dari lubang hidungnya. Ia berusaha membekapnya dengan kedua tangannya. Namun kini tangannya berlumuran darah. Aku tahu bagaimana rasanya mimisan. Hampir tiap malam aku merasakannya. Orang tuaku pun tak tahu.
Aku langsung berlari mendekatinya, dan menutup kedua lubang hidungnya. Ku pijat pelan tengkuknya sambil ku tundukkan kepalanya. Puji Tuhan! Darahnya berhenti! Aku senang sekali.
Aku masuk ke kelas sambil memapahnya meski aku tahu kalau ia tidak memerlukannya. Aku dapat melihat ekspresi wajah shock teman-temanku yang lain.
"Romantisnyaa..!" Mike, temanku membekap mulutnya, lalu memainkan rambut panjangnya yang diikat ekor kuda. Hei! Aku hanya membantunya untuk menghentikan pendarahannya.
Tapi mengapa? Lagi-lagi aku merasa aliran kehangatan menjalari seluruh tubuhku. Jantungku pun rasanya berdetak begitu kencang.
Apakah ini yang dirasakan anak-anak seusiaku? Apakah setiap anak SMA begini? Apakah ini yang dinamakan cinta?...
Terima kasih pada para pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca cerita absurd ini. Tapi cerita ini bakal ada yang kurang kalau tidak ada dukungan berupa vote. Mohon kritsar nya juga yang menbangun ya. Maklum, baru kali ini saya menerbitkan sebuah cerita.
Happy reading
KAMU SEDANG MEMBACA
My Precious
Short StoryJatuh cinta itu memang wajar dan bahkan harus. Tak dapat dipungkiri apabila di usia remaja yang sedang mencari jati diri ini merasakan gejolak cinta yang menggebu-gebu.