Aku nggak nyangka kalo bakal ada banyak pembaca baru di book ini. Tadinya niat mau lanjut buat pribadi aja dari pada publish di sini. Tapi karena ternyata banyak yang belum baca, jadi selamat membaca~
Untuk pertama kalinya Jungkook tidak tahu harus memihak hatinya sendiri atau kelima kakaknya. Melihat senyum lebar mereka ketika menghampirinya dengan kabar besar—yang kalau boleh jujur tidak ia sukai—membuat maknae itu harus menuruti otak yang memerintahkan untuk terdiam sejenak. Padahal dia sudah berpikir bisa mengistirahatkan tubuhnya lebih lama lagi.
Pandangan Jungkook turun, meneliti rentetan huruf di atas kertas yang baru saja ia terima. Kabar buruk untuknya. Kim-ssaem benar-benar memilihnya untuk menyanyikan lagu pembuka di acara sekolah. Sejak Jimin mengatakan ramalannya saja, Jungkook sudah menyangkal habis-habisan. Dia benar-benar tidak siap untuk menjadi pusat perhatian sendirian.
Nantinya memang akan ada satu orang lagi yang bersama dengannya. Tapi tetap saja ini sudah keluar dari rencana yang disusun otaknya. Dia benar-benar belum membayangkan akan menyanyi tanpa Bangtan. Selain di ujian mandiri tentu saja. Lagi pula di antara sekian banyak orang, kenapa harus dia? Desahan pasrahnya sudah mengisyaratkan seberapa tidak inginnya dia menjadi orang terpilih.
"Jungkookie, kau harus semangat. Nanti akan ada banyak pihak agensi yang datang. Siapa tahu kau bisa direkrut menjadi trainee." ujar Jimin menggebu-gebu. Dia mendapat informasi itu dari temannya yang menjadi panitia. Banyak agensi yang sedang mencari calon trainee dari sekolah-sekolah. Acara semacam ini tentu menjadi kesempatan yang baik untuk mereka mendapatkan trainee yang bertalenta.
Tapi ucapan Jimin ternyata tidak disambut baik oleh Jungkook. Maknae itu justru mendesah malas lalu menyandarkan tubuhnya lagi. Kepalanya masih sangat sakit dan sekarang sudah disuguhkan kabar tidak mengenakkan seperti ini. Percuma dia keluar dari klub sekolah jika pada akhirnya menjadi trainee. Itu jauh lebih melelahkan. "Kalian dapat berita ini dari mana?" tanya Jungkook tanpa niat.
"Aku tidak sengaja melihatnya tadi. Posternya sudah ditempel di semua mading." sahut Taehyung.
Lagi-lagi Jungkook hanya bisa menghela nafas. Rencananya untuk beristirahat dari kegiatan-kegiatan semacam ini hancur berantakan. Lagi pula bagaimana bisa Kim-ssaem memilih tanpa memberitahu terlebih dahulu. Jika sudah begini, dia tidak bisa menolak lagi. Kasihan juga jika pihak sekolah harus mendesain dan mencetak poster baru. Tidak bisakah dia menjadi orang jahat saja di kehidupan selanjutnya? Terlalu baik begini malah membuatnya mengalami banyak kesulitan.
"Sudahlah. Lebih baik kalian keluar. Biarkan Jungkook beristirahat dulu."
Sepertinya tidak ada yang ingin membantah karena ucapan Seokjin memang ada benarnya. Mereka terlalu terbawa suasana hingga lupa jika saat ini Jungkook tidak dalam kondisi yang cukup baik. Jadi setelah mengucap salam perpisahan dengan maknae itu, satu persatu dari mereka mulai keluar. Menyisakan Seokjin dan Yoongi yang tidak bergerak sedikitpun. Jungkook yang masih memperhatikan mereka bahkan sampai mengernyit lantaran bingung.
"Apa yang terjadi tadi?" tanya Seokjin sembari mendudukkan diri di sisi ranjang. Dia meraih tangan Jungkook untuk melihat luka di sikunya. Seperti tergores, tapi entah apa penyebabnya. Itulah mengapa ia bertanya. Sejak tadi dia sudah terganggu saat melihat bercak darah di sana. Tapi karena sepertinya tidak ada yang sadar, Seokjin diam sampai yang lain pergi.
Tapi bukannya menjawab, Jungkook malah mengernyit lalu ikut memperhatikan sikunya. Dia bahkan tidak sadar memiliki luka lain. Tadi tidak sakit. Tapi karena Seokjin sadar dan memberitahunya, sekarang terasa sakitnya. Sepertinya karena dia terjatuh beberapa kali tadi. Tidak parah, sih. Hanya tergores. "Aku terjatuh tadi. Tidak parah, kok."
Seokjin berdecak kesal. Ini yang tidak ia sukai dari Jungkook. Anak itu terlalu meremehkan rasa sakitnya. "Memang tidak parah. Tapi jika dibiarkan, akan infeksi. Bangun dulu! Cuci lukanya lalu akan ku obati."
Tanpa membantah, Jungkook bangun lalu melangkah keluar untuk mencuci lukanya. Seokjin hanya memperhatikan dari belakang, memastikan jika maknae itu membersihkan lukanya dengan benar. Sementara itu, Yoongi sudah menghilang. Entah kemana karena Seokjin tidak peduli dan tidak ingin tahu. Laki-laki seperti dia tidak perlu dikhawatirkan.
"Hyung kembali ke kelas saja. Aku bisa mengobati ini sendiri." Jungkook berbalik, menatap Seokjin yang langsung menggeleng. Laki-laki itu segera menariknya untuk masuk kembali ke dalam bilik. Jungkook tentu tahu jika sebaiknya dia tidak membantah. Sepertinya Seokjin ingin mengatakan sesuatu.
Saat Jungkook sudah kembali duduk di atas ranjang, Yoongi muncul dengan antibiotik dan beberapa obat yang mungkin diperlukan. Seolah itu bukan hal yang aneh, Seokjin langsung mengambil barang yang Yoongi bawa dan mengobati luka si maknae dengan telaten.
"Kau masih mengkhawatirkan sesuatu, ya?" Suara Seokjin memecah keheningan yang belum lama menguasai suasana. Bola matanya tidak bergerak sama sekali, mengacuhkan tatapan bingung Jungkook dan memilih untuk fokus pada luka yang sedang ia obati. Yoongi masih diam di tempatnya, tidak bersuara bahkan untuk sekadar membantu menjawab kebingungan si maknae.
"Aku? Mengkhawatirkan apa?"
Bukan kalimat pembelaan atau kebohongan. Jungkook bahkan tidak tahu apa yang sedang ia khawatirkan saat ini. Hanya saja memang ada perasaan tidak nyaman yang masih menetap di hatinya. Entah apa itu. Bahkan otaknya tidak bisa mengintip barang sedikitpun. Ini tidak menyenangkan. Tapi karena Jungkook tidak tahu apa itu, dia tidak bisa melakukan apapun.
Mungkin hal itu membawa banyak perubahan kepadanya. Bahkan Seokjin sampai bertanya seperti itu. Dia terlalu baik untuk ukuran orang yang mengenalnya kurang dari setahun. Jungkook yakin jika orang-orang sempat mengira jika mereka sudah saling mengenal sejak lama. Tapi tidak. Dia dan Bangtan baru saling mengenal saat Jimin membawanya kepada mereka. Jungkook bersyukur bisa mengenal orang-orang ini.
"Kau mengonsumsi obatmu dengan baik, kan?"
Jungkook mengangguk lantas menarik tangannya setelah Seokjin memasang plester di sana. Seulas senyum tipis nampak menghiasi wajahnya. Terkesan karena alih-alih memaksanya untuk menjawab, Seokjin malah mengalihkan pembicaraan. Ini yang ia suka dari laki-laki itu. Dia selalu bisa bersikap dewasa saat diperlukan, tidak pernah memaksakan pendapat, dan menghargai privasi orang lain. Terlepas dari kekonyolan yang biasa ia perlihatkan, Seokjin adalah sosok yang tegas dan bijak. Yah... Meskipun hanya terkadang.
"Kalau begitu istirahat saja dulu. Aku dan Yoongi akan kembali ke kelas." Seokjin merapikan barang-barang yang baru saja ia gunakan lantas berdiri. Tersenyum singkat kepada si maknae lantas menarik Yoongi agar mengikutinya. Meninggalkan Jungkook yang masih diam sambil memperhatikan kepergian mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Melody : Euphoria [END]
Random[방탄소년단 x 전정국] Banyak hal yang tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata. Tapi menurut Jungkook, kata-kata adalah media terbaik untuk mengungkapkan perasaan. Melodi terakhirnya, perasaannya, sisa-sisa euphoria-nya mengantarkan ia kepada sebuah spektrum...