Bagian 6

853 99 0
                                    

Mungkin ini adalah satu-satunya hari di mana Jungkook tidak merasa risih saat menyadari tatapan penuh puja yang ditujukan kepadanya. Hari yang bagus, paginya juga cukup menyenangkan. Mungkin efek dari kalimat Junghyun yang menyatakan bahwa jadwalnya akan sedikit longgar untuk beberapa minggu ke depan. Setidaknya Jungkook bisa menghabiskan banyak waktu dengan kakaknya itu. Ya, kebahagiaannya memang sesederhana itu. Jadi jangan heran jika melihatnya tersenyum sepanjang hari hanya karena bisa bersama dengan orang yang berharga.

Dan satu hal lagi yang istimewa. Begitu tiba di kelas, dia langsung disambut dengan kerumunan orang yang meneriakkan kalimat selamat ulang tahun sembari menyodorkan kue besar yang dihias dengan sedemikian indah. Lihat, semua orang menyukainya. Jungkook seharusnya banyak bersyukur karena hal itu.

Bahkan semua teman sekelasnya sudah ada di kelas sepagi ini. Padahal di hari-hari biasa, Jungkook termasuk salah satu yang paling awal tiba di kelas. Mereka pasti sudah merencanakan ini dengan matang. Jungkook sama sekali tidak menduga akan dikejutkan sekali lagi. Ah, yang kemarin itu menyebalkan. Sebaiknya lupakan saja.

"Terima kasih, semuanya."

Jungkook membungkuk singkat lalu memamerkan senyum khas yang masih terlihat manis. Beberapa siswi menjerit kecil sementara yang lain memberikan tatapan jengah meskipun kemudian ikut tertawa. Sepertinya ini memang akan menjadi hari yang menyenangkan.

"Bagaimana yang ini? Kau terkejut lagi?" tanya Jimin sembari membawa Jungkook menjauh dari kerumunan. Juga meminta teman-teman sekelasnya agar mengakhiri acara ini dengan cepat sebelum guru datang.

"Hyung yang merencanakan semuanya?" tanya Jungkook. Kali ini dia hanya menurut saat Jimin membawanya menuju ke tempat duduk mereka. Benar-benar seperti anak baik yang manis. Jika tidak ingat jika Jungkook akan langsung marah, Jimin pasti akan menganiaya pipi chubby maknae itu sekarang juga.

"Bagaimana? Kejutan dariku tidak mengerikan seperti rencana Taehyung, kan? Kau harus berterimakasih karena aku tidak membuatmu menangis la—akh!"

Rentetan kalimat itu harus terhenti karena ulah Jungkook. Maknae itu langsung memukul Jimin saat dia mengungkit pasal menangis. Seharusnya Jimin tahu jika anak itu mudah kesal dan pukulan yang ia lakukan tidak pernah main-main. Lengannya sakit sekali.

"Ya! Kau ingin mematahkan tulangku, hah? Bukankah—ya! Jungkookie!"

Tanpa mengindahkan Jimin yang sedang misuh-misuh, Jungkook berjalan cepat ke tempat duduknya dengan wajah tidak bersahabat. Melihat itu Jimin tentu merasa bersalah. Dia sedang berpikir jika seharusnya dia tidak menghancurkan senyum maknae itu hari ini. Padahal tadi wajahnya sudah terlihat sangat manis. Tapi Jimin menghancurkannya dengan sangat mudah. Yah, meskipun tidak disengaja.

Sadar jika dirinya harus segera meminta maaf, Jimin segera menyusul. Dia langsung mendudukkan diri di sebelah Jungkook lalu memandang maknae itu yang sepertinya sudah kehilangan mood. "Jungkookie, maafkan hyung. Janji tidak akan mengatakan apapun tentang itu lagi." ujarnya dengan wajah memelas, mencoba mengais setidaknya rasa iba dari Jungkook.

"Hyung menyebalkan."

Tuhan, kutuk saja Jimin yang malah gemas karena melihat wajah kesal Jungkook. Wajahnya memang sudah imut tanpa perlu melakukan apapun. Sekarang dengan bibir yang sedikit mengerucut dan tatapan kesal dari mata bulatnya, Jimin harus ekstra menahan diri untuk tidak mengekspresikan perasaannya saat ini. Jungkook bisa semakin marah jika tahu. Tidak tahu saja jika beberapa siswa lain juga sedang gemas karena tingkah mereka. Pada dasarnya Jungkook dan Jimin sama saja. Sama sama manis, imut, dan menggemaskan.

"Kalau begitu hyung janji akan membelikan Jungkookie es krim pulang sekolah nanti."

"Deal."

Jimin seketika mendecak. Sebenarnya Jungkook hanya ingin memerasnya, ya? Tapi saat  melihat senyum lebar dan pias penuh semangat di wajah maknae itu, Jimin memilih untuk tidak mempermasalahkan apapun. Setidaknya itu membuat Jungkook sedikit lebih senang lagi.

"Ah, kudengar Kim ssaem akan menunjuk dua orang untuk menyanyikan lagu pembuka di acara hari jadi sekolah. Semua orang yakin jika kau yang akan dipilih." Jimin mencoba mengalihkan pembicaraan sekaligus memberitahu maknae itu pasal gosip mengenai dirinya di sekolah.

"Kenapa aku?"

Jimin menghela nafas lalu memundurkan tubuhnya. Dia melihat Jungkook dari atas sampai bawah lalu kembali ke atas dan mengalihkan pandangan. Jungkook yang diperlakukan begitu spontan melihat penampilannya sendiri sebelum kemudian berkata, "Apa? Kenapa hyung melihatku begitu?"

"Jungkook-ah, kau masih berani bertanya begitu? Lihat dirimu sendiri. Kemampuan, wajah, penampilan... Jika bukan kau yang dipilih, mau siapa lagi?"

"Memangnya ada apa dengan wajah dan penampilanku?"

Jimin ingin sekali memukul Jungkook yang menanyakan itu dengan wajah polos, seolah-olah dia memang tidak mengerti. Juga jangan salahkan dia jika benar-benar merealisasikannya setelah melihat Jungkook kemudian memasang wajah menyebalkan. "Aku ini memang tampan dan menyenangkan, hyung. Tidak perlu terlalu memuji."

Lihat, kan? Maknae itu memang sangat menyebalkan. Tapi karena tidak ingin berdebat lebih dari itu, Jimin memilih untuk mengalihkan pandangan kepada ponselnya. Anak itu sedang dalam mood yang tidak stabil. Bisa gawat jika dia salah bicara atau apa.

"Hyung, kau mau menemaniku tidak?"

Ucapan Jungkook yang begitu tiba-tiba langsung mendapat perhatian penuh dari Jimin. Dahinya sedikit berkerut, entah bingung atau heran. "Ke mana? Tidak biasanya kau meminta ditemani. Aneh-aneh saja kau ini." ujarnya sembari mengalihkan pandangan lagi.

"Rumah sakit."

"Mwo?! Untuk apa ke sana? Kau sakit?" tanya Jimin heboh. Peduli setan tentang menarik perhatian orang lain. Jungkook yang anti dengan rumah sakit—meskipun dia mau pergi ke sana jika benar-benar dipaksa—tiba-tiba ingin ke sana? Rasanya aneh.

Menjawab pertanyaan Jimin tadi, Jungkook hanya menggeleng pelan sembari menelengkan kepala. Dia sudah berpikir untuk tidak menyembunyikan apapun lagi kepada laki-laki itu. Lagi pula Jimin tidak akan mau menemaninya jika tidak diberitahu. "Ani. Aku sering sakit kepala belakangan ini. Jadi hanya ingin memeriksa saja." ujarnya.

"Kau tidak mengatakan apapun kepadaku sebelumnya." protes Jimin. Selama ini maknae itu selalu terlihat baik-baik saja. Bahkan mengelak jika ditanyai tentang kesehatannya. Kenapa tiba-tiba sekarang mengaku sakit?

"Aku mengatakannya."

"Kapan?"

"Saat aku menghilang, ingat?"

Jimin baru akan membuka mulut untuk menyangkal. Tapi mendengar kalimat yang diucapkan Jungkook dan kenyataan beberapa hari yang lalu sukses membuatnya mengurungkan niat. "Ah, ya sudah. Aku akan menemanimu. Sepulang sekolah?"

Jungkook mengangguk. Dia tidak bisa menunda-nunda lagi. Setidaknya dia bisa melakukan sesuatu jika ternyata memang benar sakit. Dari pada semakin parah, kan? Sebenarnya dia juga tidak ingin berpikiran buruk, tapi kalau memang benar sakit mau bagaimana? Lagi pula dia memang berencana akan memeriksakan diri sebelum latihannya dengan Bangtan nanti. Masalah acara sekolah, ingat? Setidaknya pasti tidak akan ada yang curiga jika dia pergi dengan Jimin. Asalkan laki-laki yang lebih tua dua tahun darinya itu bekerjasama. "Hyung jangan mengatakan ini kepada yang lain, oke?"

Jimin kembali mengernyit. Dia sebenarnya tidak setuju dengan pemikiran itu, tapi tidak bisa mencampuri keputusan Jungkook juga. "Kenapa tidak boleh?"

"Nanti mereka khawatir. Aku tidak sakit, kok." ingatkan Jimin untuk tidak terpengaruh pada wajah memelas Jungkook ketika mengatakan itu. Jika begini bagaimana dia bisa menolak?

"Oke, asalkan kau benar-benar tidak sakit." final Jimin.

Secret Melody : Euphoria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang