"Serius, Jeon! Kau benar-benar melakukan itu?"
Jungkook meringis, jantungnya sudah bertalu kencang sejak Yoongi menyeretnya pergi dan berakhir di halaman gedung agensi yang sepi. Dia benar-benar tidak pernah melihat Yoongi semarah ini, tapi sekarang kalimat-kalimat yang nyaris seperti bentakan itu harus ia dapatkan. Mungkin seharusnya Jungkook tahu jika tak hanya Yoongi yang akan marah jika ia benar-benar mau bergabung hanya karena meraka. Tapi ia benar-benar merasa jahat jika menghilangkan peluang mereka begitu saja.
Di hadapannya Yoongi masih berdiri dengan tatapan yang tak bisa dikatakan bagus untuk dibalas. Jadi Jungkook memilih untuk menunduk, berusaha bersembunyi dari sorot tajam itu meski hanya sebentar. Dia benar-benar tidak tahu apa yang harus dikatakan sekarang. Mengiyakan sama saja dengan memancing lebih banyak emosi Yoongi untuk dikeluarkan. Tapi jika dia menjawab tidak, itu jelas malah memperburuk keadaan. Apa yang akan dikatakan Yoongi jika sampai dia mengetahui semuanya setelah Jungkook mati-matian membantah?
Perwakilan agensi tadi benar-benar mengatakan semuanya kepada Yoongi, tak peduli pada tatapan memohon Jungkook agar semuanya disembunyikan. Jungkook juga tahu kenapa Yoongi semarah itu, terlebih karena yang lebih tua tidak mendengar semua itu dari dirinya secara langsung. "Maaf, hyung." Akhirnya hanya itu yang bisa Jungkook katakan, secara tidak langsung membenarkan pertanyaan dari laki-laki itu. Jemarinya masih saling bertaut gugup, menunggu kalimat apa lagi yang akan dikatakan Yoongi.
Tapi nyatanya laki-laki itu hanya menghela nafas dan mengacak rambutnya frustasi. Hening sesaat sebelum kemudian Jungkook merasakan dua lengan kokoh di bahunya. Lantas ia akhirnya terpaksa mendongak, menatap Yoongi yang tak lagi menampilkan ekspresi keras seperti tadi. "Dengarkan aku, Jungkook. Kau tahu mereka hanya memanfaatkanmu, kan? Kalau semua ini hanya karena kau merasa harus melakukannya demi kami, tolong hentikan sekarang. Kau benar-benar harus memikirkan diri sendiri terlebih dahulu sebelum orang lain."
Entah kenapa Jungkook merasa tatapan itu berubah. Nyatanya Yoongi tidak pernah sampai semenyeramkan itu. Raut keras yang sedari tadi tak mau hilang dari wajahnya pun kian memudar. Lantas entah karena Jungkook sudah merasa Yoongi cukup tenang untuk mendengarkan semuanya atau memang ia yang terlalu berani, tiba-tiba suaranya keluar sebelum ia sadar. "Aku sudah banyak berpikir, hyung. Kesempatan seperti ini mungkin tidak akan datang dua kali. Hyungdeul ingin debut, kan? Aku juga masih ingin berada di kelompok ini bersama kalian."
"Tapi—" Yoongi menggantung ucapannya, mengalihkan tatapan sembari menghela nafas berat. Setelah semua yang terjadi, kenapa akhirnya malah jadi seperti ini? Sedikit banyak ia juga tahu mengenai masalah Namjoon dan Jimin. Mungkin jika sekarang yang berada di posisi ini bukan Jungkook—melainkan dirinya—Yoongi mungkin juga akan melakukan hal yang sama. Terlebih karena Yoongi benar-benar tahu bagaimana sifat maknae itu. "Kita bicara lagi nanti. Ayo kuantar pulang."
Agaknya membantah juga bukan pilihan yang bagus. Jadi Jungkook tetap diam sampai Yoongi meraih lengan kanannya dan membawa langkah mereka ke halte bus yang paling dekat dengan gedung agensi. Jungkook bahkan lupa dengan fakta bahwa Yoongi juga memiliki urusannya sendiri sehingga berakhir di sini. Kepalanya sudah berdenyut luar biasa menyakitkan karena tak berhenti mendapat kabar masalah. Menaiki bus dan beristirahat di rumah adalah satu-satunya hal yang ia inginkan saat ini.
Tapi saat keduanya sudah nyaris masuk ke dalam bus, ponsel Yoongi berdering kencang dan berhasil menarik perhatian mereka. Jadi sementara yang lebih tua menjawab panggilan itu, Jungkook malah membiarkan bus—yang baru akan mengantarnya pulang—pergi begitu saja. Dari raut yang ia lihat di wajah Yoongi, sepertinya ini masalah lain yang mereka sebabkan hari ini.
"...Ye, jwesonghamnida." Yoongi mematikan telepon tepat setelah mengatakan itu. Menatap Jungkook sejenak sebelum kemudian meneliti kondisi lalu lintas dan kendaraan apa saja yang lewat di hadapan mereka. "Kurasa aku harus pergi sekarang. Mereka sudah menungguku di studio rekaman." Jeda sejenak, Yoongi masih memperhatikan jalanan di hadapannya sebelum kemudian menghela singkat. "Kenapa kau malah membiarkan busnya pergi begitu saja?"
"Aku bisa menunggu sampai bus selanjutnya datang. Hyung pergi saja."
Yoongi nampak ragu dengan saran Jungkook. Bagaimanapun juga anak itu sudah berhasil membuat Yoongi khawatir sejak pertama bertemu pagi ini. Wajahnya masih pucat pasi dan Yoongi tidak yakin jika dia akan baik-baik saja jika ditinggal sendirian. Tapi mengingat urusannya sekarang bukan hal remeh, akhirnya ia menyerah. "Hubungi aku jika terjadi sesuatu."
Lantas setelah mendapat anggukan dari yang lebih muda, Yoongi segera berbalik untuk kembali ke gedung agensi. Meninggalkan Jungkook yang memilih untuk duduk di kursi halte sembari menunggu bus selanjutnya yang akan datang lima belas menit dari sekarang.
Pada akhirnya dia harus tertangkap basah begini. Jungkook tidak tahu apa yang akan Yoongi lakukan setelah mengetahui semuanya. Dia jelas-jelas menentang keputusannya itu. Tapi Jungkook juga sudah memikirkan ini sejak berhari-hari yang lalu. Ia telah mempertimbangkan banyak hal. Jadi keputusan ini bukan murni karena ia ingin mengorbankan diri untuk orang lain. Lagi pula meski Jungkook merasa bersalah pun, dia tidak akan mengorbankan hidupnya hanya untuk orang lain.
Pokoknya setelah ini Jungkook harus meyakinkan Yoongi terlebih dahulu. Pemuda itu tidak akan mengatakan apapun kepada anggota lain sebelum berbicara dengannya, Jungkook yakin sekali. Jadi selagi ini belum menjadi pertentangan yang besar, ia akan mengatasinya sesegera mungkin.
"Jeogiyo."
Jungkook mendongak, mengalihkan pandangan dari ponsel yang menyala sedari tadi. Ia bisa melihat dua perempuan—yang terlihat masih usia sekolah menengah seperti dirinya—berdiri di dekatnya. Orang asing. Memintanya menggeser duduk atau menanyakan lokasi?
"Bangtan sonyeondan..." Ah, bukan ternyata. Jungkook hanya tersenyum kecil lantas mengangguk. Cukup paham kenapa orang asing seperti mereka rela menghampirinya. Orang-orang yang masuk dalam siaran stasiun televisi nasional itu bisa dibilang terkenal. Jadi Jungkook sudah bisa sombong sekarang.
"Wah ternyata benar dari Seoul." Satu perempuan itu berbisik cukup keras kepada temannya. Tersenyum lebar seolah ia baru saja bertemu dengan selebriti. Jungkook sih sudah mulai terbiasa dengan itu sejak bergabung dengan Bangtan. "Kami menonton penampilan kalian dan itu sangat luar biasa. Kuharap kalian tetap menampilkan hal-hal luar biasa lainnya setelah ini. Kami akan mendukung kalian."
"Ye, gamsahamnida." Belum apa-apa Jungkook sudah bertemu dengan fans dadakan. Dia jelas tahu jika popularitas Bangtan mulai meningkat karena performance mereka malam itu. Intinya peran media memang banyak mengubah mereka. Entah Jungkook harus bersyukur atau bagaimana.
"Ah, boleh kami mengambil foto?"
Astaga. Jika begini rasanya seperti benar-benar menjadi artist. "Tentu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Melody : Euphoria [END]
Casuale[방탄소년단 x 전정국] Banyak hal yang tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata. Tapi menurut Jungkook, kata-kata adalah media terbaik untuk mengungkapkan perasaan. Melodi terakhirnya, perasaannya, sisa-sisa euphoria-nya mengantarkan ia kepada sebuah spektrum...