Bab 02

7.5K 514 26
                                    

Sekarang giliranku yang mendesah setelah ibu tidak melakukannya sejak kami pindah ke Kyoto, karena dia sudah terlalu sibuk dengan pekerjaan barunya.

Tempat ini sangat asing bagiku. Aku bahkan tidak kenal siapapun sejak kami pindah. Bahkan kurasa, sepertinya aku tidak melakukan perubahan apapun di hidupku setelah ini.

Hiro selalu menelepon dan menanyakan kabarku, kurasa dia merindukanku tapi aku tidak bisa pergi ke Tokyo untuk menemuinya, ibu bisa menghukumku karena pergi sejauh itu. Dan sialnya, tak ada hal berguna juga yang bisa kulakukan di rumah ini.

Selain tidak punya kegiatan berarti, ibuku juga terlalu sering pulang larut, dan bersikap seolah aku benar-benar bisa mengurus diriku sendiri.

Aku tahu harusnya aku tidak mengeluh, tapi aku hanya bocah berusia empat belas tahun dan kalau perutku lapar, aku hanya bisa memasak ramen instan dengan air panas dari dispenser, seperti sekarang.

Menyedihkan.

Dia bilang kalau kehidupan kami akan baik-baik saja setelah pernikahan mereka berakhir tapi, bahkan setelah putusan pengadilan turun dan keluarga kami terpisah, tetap tidak ada perubahan sama sekali dari segi apapun.

Semuanya masih sama, seperti saat mereka masih bersama.

Sambil menunggu ramen instanku matang, aku membawa cup itu ke atas meja di depan TV, berharap bisa dapat saluran bagus, tapi yang kutemukan hanya acara komedi rendahan atau drama-drama picisan yang tidak menarik sama sekali.

Aku masih sibuk menggerutu, memprotes acara tidak mendidik yang memenuhi saluran, sambil terus memindahkan chanel TV dengan remot saat perhatianku tiba-tiba teralih oleh telepon rumah yang berbunyi.

Kubiarkan TV tetap menyala, sementara aku berjalan cepat menggapai gagang telepon, berharap itu telepon penting dari orang yang sedang terburu-buru.

"Halo?"

[ "Shohei, kupikir aku akan terlambat pulang lagi malam ini, kau bisa pesan makanan dengan kartu kredit yang biasanya. Tidak apa-apa?" ]

"Hm, aku sudah makan malam."

[ "Kau yakin?" ]

"Ya."

[ "Aku akan membawa cemilan kesukaanmu pulang nanti, tolong kunci semua pintu sampai aku pulang." ]

"Hm, aku mengerti. Sampai nanti...."

Aku menutup teleponnya. Kemudian berjalan ke meja di depan TV dan meraih cup ramen di atas meja.

"Ah, mie-nya mekar...." Gerutuku sendiri.

Ini sudah tiga hari sejak kami pindah dan aku hanya makan makanan seadanya yang bisa kutemukan di rumah. Dan, begitulah dia...,

Dia hanya menelepon kalau dia akan pulang terlambat dan tiba di rumah menjelang pagi, lalu pergi lagi besoknya. Rutinitas yang tidak pernah habis.

Meski begitu, aku tidak punya pilihan, aku belum tahu kota ini dan aku bahkan belum terdaftar di sekolah mana pun di sini.
Aku tidak punya pilihan, sejak kami pindah dia selalu sibuk dengan pekerjaannya bahkan tidak pernah punya waktu untuk membereskan rumah ini sejak kurir membawa semua barang kami dari Tokyo.

Di sekelilingku masih ada banyak benda terkurung dalam kardus, bahkan aku masih tetap mengambil pakaian bersih dari dalam kardus, sama seperti aku mengambil stok makanan.

"Mie yang sudah mekar, rasanya hambar...." Gumamku setelah selesai menghabiskan makan malamku.

Ah...,

Hello; My Mate✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang