Aku ke luar dari mobil setelah memastikannya terparkir dengan benar. Melepaskan seat belt yang terpasang sejak aku mulai duduk di dalam sini, sebelum membuka pintu dan ke luar.
Kulihat jam di tanganku, sepertinya aku tidak terlambat untuk bertemu inspektur Oogaki.
Semalam, dia menelepon untuk membicarakan soal pengeboman yang terjadi di pusat perbelanjaan-Haisatsu, sekitar dua hari lalu. Tapi apa yang kulakukan? Harusnya urusan di Tokyo bukan tanggung jawabku, aku masih punya banyak kasus untuk kuselesaikan di Kansai, tapi kenapa aku malah menerima tawaran inspektur Oogaki untuk terlibat dalam kasus ini?
Setelah usiaku di atas dua puluh lima, langkahku jadi semakin lebar, aku bahkan bisa dengan cepat menuju ke tempat yang kumau meski hanya berjalan santai. Dan sekarang aku sudah berada di lobi.
Harusnya aku tidak heran lagi dengan kantor pusat. Tapi, sepertinya agak canggung kalau setiap aku kemari, semua orang hanya memperlakukanku sebagai anak dari komisaris besar Marumaki. Padahal jelas-jelas marga kami sudah berbeda sejak orang tuaku itu memutuskan bercerai saat aku masih SMP.
Seperti biasa, beberapa orang yang mengenalku dari kantor di Kansai mengangguk memberi salam. Selebihnya, mereka berlalu dengan pekerjaan mereka masing-masing.
Aku kembali melihat jam di tanganku, seharusnya inspektur Oogaki sudah di lobi sekarang, tapi kenapa dia tidak ada. Apa aku harus ke ruangannya? Ah, merepotkan....
Kulangkahkan kakiku menuju lift, baru saja pintu lift terbuka, aku melihat orang yang kutunggu hendak ke luar dari dalam sana.
"Ho~ Kuroda-san?"
"Inspektur Oogaki." Aku membungkuk memberi hormat saat pria berusia sekitar empat puluh tahunan itu tertawa lebar padaku.
"Haha ... ayo, kita ke ruanganku." Ujarnya memintaku masuk ke dalam lift.
Tanpa basa-basi, aku langsung masuk ke dalam lift bersamanya. Tapi baru saja aku ingin membuka percakapan kami, dia menyodorkan segelas kopi padaku.
"Ambilah, kupikir kau akan terlambat jadi aku membeli ini dulu di kafetaria." Ujarnya santai, tidak ingin mengecewakannya yang sudah repot memberikanku minuman seperti ini, akhirnya aku mengambilnya dan lagi-lagi aku berterima kasih.
Hening. Hanya bunyi kopi yang terus diseruput inspektur Oogaki yang terdengar olehku saat lift terus naik dan berhenti di lantai empat.
"Ayo," ajaknya saat pintu lift terbuka.
"Jadi," aku membuka suara, "bagaimana perkembangan setelah kejadian di Haisatsu?"
"Souchan sudah banyak menyelidiki kasus itu, tapi sayangnya kami hanya berhasil menangkap pelaku, sementara otak dibalik itu berhasil lolos. Sekarang pihak penyidik sudah menetapkan otak kejadian itu sebagai DPO."
"Identitasnya?"
"Kurasa orang yang sama yang menyelundupkan opium di jalur dermaga Yokohama." Ujarnya yakin sambil sesekali menyeruput kopinya.
"Kau yakin?"
"Souchan melewatkan beberapa poin penting kasus ini, tapi dia pemuda yang hebat sampai bisa menangkap pelaku kurang dari dua belas jam."
"Souchan?"
"Hahaha ... dia yang sering kuceritakan padamu."
Aku menyeruput kopi yang diberikan inspektur Oogaki padaku sambil mengingat apa saja yang sudah sering pria ini katakan selama hampir empat tahun aku bekerja. Butuh waktu beberapa detik sampai aku ingat, kalau pria paruh baya ini sering sekali menyebut nama Souchan. Kurasa, Souchan yang dia maksud adalah Souchan yang sekarang dia puji-puji.
Souchan, yang katanya seorang Omega, tapi bisa berbaur sempurna dengan kami para Alpha dominan. Bahkan kemampuannya tidak bisa dianggap remeh. Beberapa kali dia bisa menyelesaikan kasus rumit dan berbahaya, dan dari yang kudengar dari inspektur Oogaki, Souchan ini seperti bibit unggul dibidangnya.
Hanya saja, statusnya sebagai Omega tidak bisa dikatakan biasa.
"Ah, aku inga-"
Brugh!
Trak!Cangkir kopi yang kupegang tumpah ke lantai dengan sedikit sisa cairan yang mengotori kemeja putih yang kupakai. Beruntung gelas yang kupegang bukan gelas keramik atau sejenisnya, karena kalau tidak, bukan hanya kotor, tapi juga akan melukai orang lain.
Aku menautkan alisku kuat-kuat saat orang yang menabrak dan menjatuhkan kopi di tanganku terus berlari seperti orang tidak tahu malu. Tapi, baru saja aku mau memarahinya, dia melambai tanpa sedikitpun berniat berhenti, "Maaf! Taruh saja pakaian kotornya di mejaku, nanti akan kubawa ke laundry!""Souchan? Sopan sedikit!" Teriak inspektur Oogaki tak kalah keras.
"Maafkan aku, inspektur Oogaki, aku ada urusan penting!"
"Aish, maafkan aku, anak itu selalu seperti itu."
"Siapa dia...?" Tanyaku pada inspektur Oogaki. Meski mulutnya masih memaki bagaimana lancangnya orang itu, tapi wajahnya tidak bisa berbohong kalau inspektur Oogaki senang melihat pria itu dengan semangatnya.
"Oh, itu Souchan, namanya Iharasi Sousuke, tapi aku lebih sering memanggilnya seperti itu. Dia orang yang sering kuceritakan padamu."
"Dia, si Omega itu...?
Bocah itu...?
"Hahaha ... jangan bilang itu di depannya. Dia akan langsung menghajarmu kalau dia mendengarnya.""Menghajarku?"
"Dia tidak pernah suka kalau dibanding-bandingkan dengan kalian para Alpha."
"Oh...."
Aku mengerjap beberapa kali. Meski mulutku hanya berkomentar acuh, tapi aku tahu kalau aku tidak bisa mengacuhkan aroma itu.
Ah, ketemu....

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello; My Mate✔
Roman d'amourSebelum baca ini, silakan baca My Mate lebih dulu. terima kasih.